Bagian Satu;
Pendahuluan
Profesi jurnalis sungguh mengandung resiko yang sangat berat. Panggilan pengabdian mirisnya bukan hanya dipenjara, bahkan sampai dibunuhpun bisa terjadi. Adalah tragedi Konspirasi Zalim Peradilan Sesat merupakan fenomena dari serentetan tindakan kejam dan biadab di Suawesi Utara, yang saya alami kurun waktu 5 tahun atas skenario Mafia Hukum, ketika mengendus “Misteri” penculikan dan pembunuhan paling sadis, kejam dan biadab yang menimpa cendekiawan muda DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc.
Panggilan profesi yang menghadang langkah investigasi saya : Pertama
diburu “Densus 88” asal Sulawesi Tengah. Kedua, diculik ala teroris 6 oknum
Buser Poltabes Manado, kemudian disekap dan dipenjarakan tanpa salah. Ketiga
ditangkap lagi ala teroris oleh 8 Buser Poltabes Manado dengan melahirkan
serentetan rekayasa tuduhan dan manipulasi ditingkat penyidikan, dan ke-empat
ditangkap saat meliput demonstrasi ketika sedang berupaya berjuang mencari
keadilan atas tindakan zalim Mafia Hukum Sulawesi Utara. Lebih ironis lagi,
kembali ditangkap ala teroris untuk yang ke-lima oleh oknum Polisi Polda Sulut
dan Polres Jakarta Pusat tanpa surat penangkapan dan alasan hukum yang jelas.
Begitu kuat dugaan adanya pesanan, sehingga oknum aparat menjadi centeng.
Jaksa Penuntut Umum-pun, kemudian melakukan manipulasi fakta hukum ala
JPU Cyrus Sinaga, SH, dengan merubah pasal tidak sesuai BAP penyidik Polisi dan
memanipulasi izin sakit menjadi melarikan diri. Hakimpun, dengan arogansi
konspirasi dzalimnya menetapkan penahanan dengan pasal manipulasi. Yang
sebelumnya dibarengi persidangan sesat penuh manipulasi dan rekayasa
persidangan. Tanpa memeriksa korban dan terdakwa, dengan arogansi kekuasaannya
melahirkan Putusan Menipu Tuhan !.
Tak puas dengan tindakan dzalim dan kejam hanya diarahkan kepada saya,
sebelumnya, Mafia Hukum ini menerobos mengusik ketenangan keluarga, istri dan
ketiga anak saya : Risa (19 thn), Prasetyo (15 thn) dan Moris (thn 9) yang
dibawa (“sandera”), diteror, diancam dan disandera dirumah dinas Gubernur SH.
Sarundajang, hingga menyebabkan salah seorang mengalami sakit : Tekanan Mental
dan mengakibatkan 2 orang anak kami berhenti sekolah karena ketakutan atas
ancaman Mafia Hukum dzalim ini.
Lantas bagaimana awal mula terjadi kebiadaban tersebut ?. Bermula dari
panggilan profesi dan rasa peduli kemanusiaan kami sebagai jurnalis yang coba
mengendus beberapa tragedi pelanggaran HAM biadab, berupa penculikan dan
pembunuhan sadis, keji dan kejam yang menimpa anak pejuang purnawirawan TNI :
DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc Wakil Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Prov.
Sulut, mantan dosen Fakultas Perikanan Kelautan Universitas Sam Ratulangie
Manado, dan penculikan Toar Tangkau, SPd ketua DPD Golkar Minahasa Tenggara di
Sulut.
Atas kepedulian kami, ternyata ada yang terusik. Sebagai ketua Tim TPF
BULIKT’S, sejak itu saya menerima perlakuan dzalim, yang modusnya hampir sama
dengan korban yang diendus, yang Roh Emosi Kebiadabannya sama. Bahkan menerobos
mengendalikan seluruh jaringan sistem hingga keruang sidang PN. Manado. Mulai
dari manipulasi fakta hukumnya, hingga rekayasa tata cara prosesi sidang dan
manipulasi fakta sidang termasuk manipulasi alat bukti surat begitu telanjang
dipertontonkan PN. Manado.
Klimaks kebiadabannya, direkayasa kepenjara agar saya bertekuk tak
berkutik dengan pasal manipulatif tidak sesuai fakta hukum (BAP) penyidikan.
Artinya, jelas terjadi konspirasi hingga menahan orang tidak bersalah tidak
sesuai fakta hukum sebagaimana amanah undang-undang.
Tak puas dengan menciptakan serentetan rekayasa tersebut diatas,
sayapun dizolimi dengan menghalalkan segala cara dijebloskan kedalam penjara
berkali-kali, walau bertentangan dengan undang-undang. Anehnya, selama 9 bulan
penjara untuk pemenjaraan yang ke-4, empat (4) kali dua orang ibu yang dimotori
ibu bernama Carla Tambunan meminta damai atas nama Gubernur SH. Sarundajang.
Bahkan tak tanggung-tanggung Ka. Rutan Kelas II A Manado Bapak Yulius Paat,pun
ikut-ikutan (diduga) jadi “Makelar” meminta beberapa kali agar saya menerima
putusan, agar saya segera dikeluarkan dari Rutan Malendeng. Namun, kedua
tawaran tersebut saya tolak, dan menyatakan tidak takut dipenjara walau sering
dilakukan berbagai trik ancaman dan kekerasan yang patut diduga atas pesanan
dari dalang Mafia diluar penjara.
Bahkan berbagai trik dan kekangan sewenang-wenang, terus berlanjut agar
saya tetap ditahan oleh Ka. Rutan selama 41 hari ditingkat kasasi MARI dan 8
hari ditingkat PT. Manado tanpa surat perintah penahanan. Termasuk surat
pengeluaran dari MARI-pun, tak mau digubris oleh Rutan agar saya dikeluarkan.
Hingga saya menyurati ke Ka.Kanwil Hukum & HAM Prov. Sulut, setelah
melewati 2 hari saya ditahan, baru dikeluarkan Rutan yang bertindak
sewenang-wenang yang diduga diatur oleh Makelar Kasus.
Dipenjara : 2 kali di Poltabes Manado masing-masing selama 2 bulan.
Kemudian 2 kali dipenjara Kelas II A Manado, masing hampir 5 bulan dan 9 bulan.
Sehingga total masa pemenjaraan secara sewenang-wenang yang harus saya jalani
sekitar 1 tahun 8 bulan. Tindakan biadab ini, kuat dugaan untuk membungkam saya karena membongkar kejahatan
paling sadis, kejam dan biadab di Sulawesi Utara. Lantas mengapa Polisi
bereaksi ?. Adakah profesionalisme mereka terusik ?. Ataukah karena konspirasi
pesanan bayaran ?. Walahuallam !.
Dibulan Agustus tahun 2007, berita melalui SMS menggegerkan Sulut, Toar
Tangkau, SPd diculik sekelompok orang tak dikenal pada tengah malam tanggal 29
Agustus 2007.
Maka bersama beberapa teman, saya ajak melakukan investigasi dan
konfirmasi kebenaran SMS penculikan Toar Tangkau kelokasi kejadian disekitar
Jl. Boulevard dan Hotel Quality.
Kejadian tragis ini, membuat masyarakat luas menjadi resah dan
ketakutan. Betapa masih segar diingatan
masyarakat Sulut atas peristiwa sebelumnya dipenghujung tahun 2005, tragedi
penculikan dan pembunuhan sadis, kejam dan sangat biadab yang dialami seorang
tokoh muda berpengaruh wakil ketua FKPPI Prov. Sulut DR. Ir. Oddie A. Manus,
MSc (Alm).
Menyimak status tokoh muda sekaliber Oddie Manus, cendekiawan handal
ahli Perikanan Kelautan Sulawesi Utara mantan dosen Fakultas Perikanan Kelautan
Universitas Sam Ratulangi jebolan Universitas Jepang yang juga adalah pejabat
Wakil Kepala Dinas Perikanan & Kelautan Prov. Sulawesi Utara, yang kasusnya
terbiarkan, membuat saya dan kawan-kawan heran dan sedih. Mengapa kasus
kejahatan HAM ini dibiarkan.
Pun kami peroleh beberapa data fakta pelanggaran HAM yang ada di Sulut
selama ini, cenderung terbiarkan dan tak terungkap, maka kami memutuskan
membentuk wadah solidaritas kepedulian
kemanusiaan, untuk menelusuri dan mengungkap kasus pelanggaran HAM di Sulut.
Kesimpulan sementara kami, dua kejadian pelanggaran HAM inilah, yang
paling menarik perhatian publik. Bahkan telah menciptakan suasana tidak
kondusif dan bisa berimplikasi luas terhadap jaminan rasa aman masyarakat.
Sehingga perlu dilakukan upaya luar biasa disamping mendorong
pengungkapan kasus tersebut diatas, juga melalui sosialisasi peranan kepedulian
kemanusiaan akan dapat mendorong empati
dan menciptakan rasa solidaritas masyarakat mencegah kejahatan untuk
menciptakan rasa aman bagi masyarakat Sulut.
Maka keesokan harinya tanggal 30 Agustus 2007, kami sepakat membentuk
Tim Pencari Fakta Korban Pembunuhan Penculikan Kekerasan dan Teror for
Solidaritas atau disingkat TPF BULIKT’S yang pembentukannya dideklarasikan di
rumah makan pantai Mega Mas.
Dihari pembentukan TPF BULIKT’S, kami menjadi legah dan senang karena
sahabat saya Toar Tangkau, SPd, mantan rekan wartawan harian Suluh Merdeka ini,
akhirnya ditemukan di desa Toboli Sulawesi Tengah. Namun misi kemanusian tim
tetap berlanjut dan memutuskan prioritas penyelidikan difokuskan kepada kasus
kejahatan paling sadis, kejam dan biadab di Sulut yang dialami DR. Ir. Oddie A.
Manus, MSc. Sambil tetap memantau perkembangan kasus Toar.
Rupanya kepedulian kemanusiaan kami, ada yang tak menginginkannya. Baru
sebulan kami melakukan penyelidikan, saya sebagai ketua TPF BULIKT’S, kemudian
diburu oleh Densus 88 asal Sulawesi Tengah.
Hingga tanggal 3 Maret 2008, diculik disekap dan dipenjarakan ala
teroris secara sewenang-wenang oleh 6 oknum Poltabes Manado berpakaian preman,
tidak sesuai aturan menurut undang-undang, atau implementasi peraturan
pelaksanaan kepolisian, diikuti serentetan tuduhan rekayasa tindak pidana oleh Mafia Hukum yang
berkonspirasi dengan oknum-oknum Mafia Sistem yang menyalahgunakan jabatan dan
kekuasaannya.
Hingga suatu waktu, mengerucut kemisteri rekayasa yang menimpa saya,
adanya pengakuan mantan Ka.Biro Hukum Ktr. Gubernur, bahwa perintah penangkapan
terhadap Henry Peuru oleh Gubernur sebagaimana dilansir Majalah DERAP edisi
Agustus 2008.
Kaget memang ketika itu. Apa hubungannya dengan Sarundajang. Misteri
diawali dengan interogasi oleh Tim Interogator lintas Kepolisian Daerah seputar
kasus rekayasa pertama (I), kemudian disusul rekayasa kedua (II) atas laporan
Ir. Recky Toemandoek, MM, -salah seorang yang diduga penyandang dana Mafia
hukum- yang buntutnya lahir tawaran damai oleh orang-orang yang mengatasnamakan
SH. Sarundajang Gubernur Sulut.
Penangkapan dan Rekayasa ini, kuat dugaan bagian dari skenario Mafia
Hukum untuk membungkam saya dan tim (TPF BULIKT’S) agar tidak membongkar kasus
penculikan dan pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc.
Indikasi kuat ada yang misterius dari endusan kami, bahwa sejak
menelusuri pembunuhan DR. Ir. Oddie Manus, MSc, ada yang gerah. Misaterinya,
tiba-tiba datang tawaran damai dari orang-orang yang mengatasnamakan SH.
Sarundajang sekitar 5 kali di Rumah Tahanan Poltabes Manado selama dipenjara
“Mafia Hukum”.
Karena tidak jelas dasar dan alasan sebab musabab yang melatarbelakangi
keinginan SH. Sarundajang untuk melakukan perdamaian dengan saya, semua tawaran
damai dengan iming-iming uang, saya tolak. Sejak itu saya (walau dalam penjara)
dan kawan-kawan terus menerima ancaman dan teror.
Masih dalam penjara, gerah karena saya tak mau berdamai, eh malah
dikriminalisasikan dengan melahirkan rekayasa ketiga (III) berupa tuduhan
pencemaran nama baik Gubernur Sulut SH. Sarundajang. Namun saya tidak gentar
dan takut.
Tak menggubris laporan ancamannya, usai dipenjarakan kembali tawaran
damai dilakukan. Kini inisiatif langsung datang dari Gubernur. Maka pertemuan
dilangsungkan di lt. 18 Hotel Borobudur, setelah Gubernur kembali melahirkan
laporan rekayasa keempat (IV) di Polda Metro Jaya, yang lagi-lagi dijadikan
senjata ancaman pada pertemuan tersebut untuk memaksa saya mengikuti tawaran
Gubernur. Sama seperti modus-modus perdamaian sebelumnya, selalu dibarengi
ancaman.
Karena terus bersiasat dengan ancaman, intimidasi dan kriminalisasi,
hasil pertemuan minta damai pertama di Lt 18 Borobudur : Saya tolak. Karena
penolakan itu, sekembali mereka ke Manado, inisiatif jahat lainnya dicetuskan
lagi. Ketiga anak saya yang tidak tahu apa-apa yang tinggal bersama oma dan opa
mereka di Desa Boyong Atas Kec. Tenga Kab. Minahasa Selatan Sulawesi Utara,
dijadikan target operasi (TO). Setelah diketahui alamat mereka di Manado dan
Minahasa Selatan, dengan strategi bujuk rayu, anak-anak saya mereka bawah
(“sandera”) kerumah Gubernur dan disana mereka diinterogasi dan diancam.
Tidak cukup dibawah (“sandera”) kerumah Gubernur, anak tertua kami
(wanita) : Risa Cristie yang sedang kuliah di Fakultas Hukum UNSRAT Manado,
dibawa paksa ke Jakarta dijadikan “sandera” agar dapat memaksa saya bertemu dan
berdamai dengan SH. Sarundajang. Takut anak kami diapa-apain, saya akhirnya
melayani permintaan pertemuan dengan Gubernur kedua di Lt. 18 Hotel Borobudur.
Pada pertemuan ke-2 itu, saya ditawari menjadi staf Ahli dan fasilitas mewah
lainnya. Namun tawaran menggiurkan tersebut tak membuat saya tertarik dan
terpengaruh. Semua tawarannya saya tolak secara halus, dengan meminta
mencantumkan klausul alasan perdamaian pada pokok perselisihan kami. Namun
mereka tak dapat mencantumkan dasar perselisihan untuk perdamaian. Sehingga
perdamaian tidak terjadi.
Tindakan mereka hingga menohok kerana anak-anak, menjadi patut dituding
biadab, atas kriminalisasi oleh sekelompok Mafia Hukum dan Makelar Kasus yang
mengerubuti saya, betapa dengan sangat kejam-pun mengusik ketenangan ketiga
anak saya yang masih kecil dan tidak tahu apa-apa.
Mengetahui perbuatan mereka telah mengganggu ketenangan ketiga anak
saya, kami melaporkan peristiwa tersebut ke Mabes Polri. Namun pihak Mabes
Polri menyarankan melaporkan ke Polda Sulut, “sesuai locus delictienya,” tandas
mereka.
Anehnya di Manado, malah saya dilaporkan fitnah ke Poltabes Manado
sebagai Rekayasa keenam (VI). Bahkan settingan BAP rekayasa-pun diihktiarkan
untuk meredam perjuangan saya oleh Steven Liow, SSos mantan Kadis Capil Kota
Manado yang kini menjabat Kadispora Prov. Sulut kemenakan SH. Sarundajang yang
membawa ketiga anak saya. Sehingga kami
menjadi bingung ulah Polisi di Sulut. Entah kemana mengaduh.
Merasa terus diintimidasi dan dikriminalisasikan oleh begundal mafia
hukum, walau Polisi di Sulut tidak peduli, saya bertekat melawan segala bentuk
intimidasi, teror dan kekerasan fisik dari segala bentuk kebiadaban yang mereka
lakukan terhadap saya, anak-anak dan keluarga.
Maka berbagai Institusi Negara dan Lembaga non Pemerintah di Jakarta,
saya datangi, walau berbagai upaya rekayasa untuk meredam dan menghambat
langkah saya untuk terus berjuang mencari keadilan, juga terus gencar
dilakukan. Tak kurang sekelompok mafia jurnalispun ikut bergerilya keberbagai
lembaga pers di Jakarta merancang manipulasi dan merekayasa informasi
memburuk-burukan saya. Tak puas memburuk-burukkan saya di Jakarta, sekelompok
mafia jurnalis yang bernaung dibawah PWI Cab.Sulut bahkan melakukan kekerasan
fisik mengeroyok saya. Laporan kekerasanpun telah dilayangkan ke Poltabes
Manado, namun sama dengan laporan lainnya, semua sunyi senyap. Yah ada orang
kuat, sehingga hukum bisa dibolak-balik, dibalik-bolak.
Sebuah perjuangan melawan tirani kekuasaan dan oknum-oknum aparat
“kotor” yang dapat dikendalikan kekuasaan dan uang. Menutupi dan menyiasati
misteri yang patut diduga terkait dengan upaya pembungkaman peduli kemanusiaan
saya atas investigasi kasus penculikan dan pembunuhan sadis, kejam dan biadab
DR. Ir. Oddie A Manus, MSc, yang lehernya dijerat kawat, empat jari tangannya
ditebas, leher dibawah telinga hampir putus serta tubuh penuh sayatan dengan
beberapa lubang bekas tikaman disekujur tubuhnya, betul-betul membuat ngeri dan
merinding.
Kemudian atas kasus rekayasa ketiga (III) dan (IV) yang telah
memenjarakan saya dan sengaja didiamkan hingga senyap mengendap selama 1 tahun
8 bulan di Kejari Manado, setelah bolak-balik Kejati-Kejari Manado tak
didengar, akhirnya, baru memperoleh jawaban kepastian hukum, setelah ditangani
JANWAS Kejagung RI. Dan ditindaklanjuti hingga dilimpahkan ke PN. Manado.
Tentunya, saya senang karena perjuangan saya bisa berhasil.
Kebiadaban Peradilan Sesat
Ketika memasuki persidangan, saya terkaget-kaget, ternyata berhadapan
tembok baru : KEBIADABAN MAFIA PERADILAN. Keganjilan dan keanehan menghadang.
Berbagai bentuk siasat REKAYASA, kuat dugaan bergulir melahirkan Peradilan
Sesat !. Apalagi, diawali dengan surat dakwaan yang telah terjadi secara lain
dan dimanipulasi fakta hukumnya, dengan menggagas pasal sesat (tidak sesuai BAP
ala JPU Cyrus Sinaga).
Padahal, peradilan sebagaimana amanah undang-undang yang tertuang pada
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), jelas sekali diuraikan pada
Bab. III Pasal 3 KUHAP bahwa prosedurnya dilakukan menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini. Dimana prosesi peradilan intinya adalah Mengadili,
yaitu proses dari serangkaian tindakan hakim untuk menerima memeriksa dan
memutuskan perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak
disidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP pasal 1
butir 9. Anehnya, prosesi peradilan sesat ini, korban dan terdakwa tidak
diperiksa, namun lahir putusan : Manpulatif.
Dimana proses peradilan sebagaimana saya alami, bukan saja tata caranya
dilanggar, namun sejumlah alat bukti dimanipulasi. Tidak cukup dengan langkah
peradilan busuk dan dzolim, dilahirkan tindakan biadab, ditahan dengan pasal
sesat 335 ayat ke-1 KUHP atau bukan pasal sesuai fakta hukum (BAP) pasal 310
dan 315 KUHP, sebagaimana berkas perkara yang dilimpahkan ke pengadilan.
Kebiadaban Peradilan Sesat ini, diduga terjadi atas pesan konspirasi
dan emosi karena belang rekayasa dan manipulasi sidang dilaporkan ke PT.
Manado. Emosi yang terbangun dengan memanfaatkan kekuasaan dan jabatannya,
betul-betul menampilkan otoriter sidang yang melanggar tata aturan yang telah
diatur menurut undang-undang.
Diduga transformasi emosi roh pembunuh yang terbangun dari konspirasi
penculikan dan pembunuhan biadab, keji dan dan kejam atas DR. Ir. Oddie A. Manus,
MSc, telah merasuk suasana hati emosi sidang, hingga terjadi penyimpangan
sidang secara tidak wajar keji dan kejam, yang obyektifitas moralnya telah
dibutakan, sehingga fakta hukum dan persidangannya telah direkayasa secara
biadab.
Dimana fakta peradilan yang saya alami, aneh bin misterius, telah
berlangsung secara tidak benar atau dibawah kejalan yang salah atau telah
disetting, sebagai telah terjadi perbuatan buruk melanggar aturan, bahkan
disiasati dengan memanipulasi fakta hukumnya, yang sangat jelas dan begitu
telanjang mata dilakukan berulang-ulang (kasar : Mencincang) disidang
pengadilan PN. Manado.
Siasat manipulasi fakta hukum berulang-ulang ini, telah terjadi mulai
ditingkat penyidik Polisi, Jaksa Penuntut Umum, yang kuat dugaan telah disetting
oleh Mafia Hukum yang berkonspirasi dengan Mafia Sistem disemua tingkatan
hingga di Pengadilan. .
Bahwa kasus rekayasa ke-3
ini berproses 3 tahun lebih, ketika saya dalam tahanan dibulan April tahun
2008, setelah melalui skenario penculikan kemudian disekap dan dipenjara.
Selama persidangan, telah berjalan tidak sesuai tertib acara
sebagaimana diamanah dalam undang-undang. Surat dakwaan fakta hukumnya
dimanipulasi, tidak sesuai BAP Polisi. Pemeriksaan pertama dilakukan terhadap 3
orang saksi memberatkan atau bukan kepada saksi korban.
Pemeriksaan dipersidangan : LP tidak diakui saksi Boy Watuseke. Berarti
Posisi BAP menggantung. Berkas perkara penuh dengan tip eks. Keterangan Saksi
tidak bersesuaian saksi satu dengan saksi lainnya, pun fakta sidangnya dimanipulasi.
Saksi korban tidak mau hadir dipersidangan walau sidang tertunda hingga
tiga kali, tetap dipaksakan melalui sidang pemeriksaan formil SH. Sarundajang
(baca BAP), tanpa dihadiri Terdakwa. Dimana sidang baca BAP terus berlanjut
hingga kesidang baca BAP saksi Xandramaya Lalu, dan sidang baca BAP Terdakwa,
walau dilakukan protes. Kebiadaban Peradilan Sesat ini, bukan hanya membuat
pernyataan berat sebelah, pemeriksaan formil baca BAP Korban, Saksi dan
Terdakwa, hingga by pass persidangan pembacaan Tuntutan, namun lebih dari pada
itu melakukan langkah pembantaian sidang perintah penangkapan secara tidak etis
tidak sesuai pasal hasil penyidikan polisi (tidak sesuai BAP) sebagaimana
diatur penahanannya menurut undang-undang. Apalagi, tanpa diketahui/ dihadiri
Terdakwa. Sejatinya direkayasa secara busuk : Biadab. Artinya, bagaimana bisa
seseorang ditahan tidak sesuai hasil penyidikan (BAP) tanpa lidik sesuai
standar operasional prosedur (SOP).
Hampir seluruh tertib acara persidangan sesuai undang-undang : KUHAP
dilanggar. Walau saya telah melakukan protes hingga membuat aksi walk out.
Karena Proses sidang pemeriksaan formil :Baca BAP dipaksa hakim ketua terus
bergulir.
Kondisi menyimpang ini, membuat saya bertekat membongkar misteri
konspirasi dan kebiadaban rekayasa kejam yang melebar luas hingga menerobos
ruang sidang PN. Manado. Ruang pencarian “Misteri Rekayasa” terhadang. Banyak
permintaan saya ditolak Hakim.
Hakim tidak bertindak aktif untuk menemukan kebenaran materiil. Bahkan
terkesan ada yang dirancang, dilindungi dan disembunyikan. Bagaimana bisa,
kedua belah pihak : Korban dan Terdakwa tidak didengar keterangannya
dipersidangan. Sehingga azas pemeriksaan secara langsung tidak dilakukan.
Atas dasar itu, saya melaporkan adanya proses hukum pidana REKAYASA
kepada ketua Pengadilan Negeri Manado Bapak Edhy Sudharmono. Karena tidak
memperoleh respon, saya melaporkan ke Pengadilan Tinggi Manado. Penuh REKAYASA,
dimana proses fair trial tidak terjadi. Benar-benar rontok. Tidak ada perlakuan
persamaan hukum, mewarnai persidangan di PN. Manado. Rakyat kecil ditindas. SH.
Sarundajang yang mengaku KORBAN tak mau datang ke sidang, malah diistimewakan.
Ada apa ?.
Sementara kalau orang kecil lagi miskin berbuat salah langsung dihukum
sementara orang besar atau penguasa dibebaskan begitu saja, tanpa terjamah
hukum ?. Apa Negara dan Pemerintah kita seburuk dan sekeji ini ?
Pihak Pengadilan Tinggi Manado, kemudian merespon laporan saya dengan
memeriksa saya dan ketua majelis hakim Armindo Pardede, SH, MAP. Selama
pemeriksaan itu proses sidang kemudian tersendat dan tertunda-tunda.
Lagi menghadapi sidang yang penuh intrik dan terus tertunda-tunda, anak
saya yang mengalami ancaman dirumah dinas Gubernur SH. Sarundajang hingga
menyebabkan sakit : Tekanan Mental, kambuh lagi.
Maka tidak harus tidak saya harus kembali ke Jakarta setelah
berkonsultasi dengan Hakim Ketua Majelis Hakim Tinggi di PT. Manado, Andreas
Don Rade, SH., MH, yang mengizinkan saya ke Jakarta dan menyarankan membuat
surat penundaan sidang.
Anehnya, selagi mendampingi anak sakit, saya dikejutkan dengan
informasi bahwa telah dilakukan sidang penetapan penahanan tanpa sepengetahuan
dan berkoordinasi dengan saya, kok bisanya dihadiri LBH. Manado. Padahal, LBH
juga telah mengizinkan saya.
Alasan putusan penetapan penahanan oleh majelis hakim, dari rekayasa
menurut Jaksa Penuntut Umum saya melarikan diri, sebagaimana dijelaskan pada
surat tuntutannya.
Atas putusan tidak adil dan bersifat sepihak yang sarat dengan
manipulasi tersebut, saya sempat menduga telah dijebak oleh Hakim Tinggi
Pengadilan Tinggi Manado.
Dari fakta kejahatan hukum ini, saya memutuskan melakukan perlawanan,
baik berupa laporan keberbagai instansi terkait maupun dengan cara lain. Salah
satunya, menerbitkan buku : Kebiadaban Peradilan Sesat, sebagai media
perjuangan kami untuk mencari keadilan.
Bab 1
Empati TPF BULIKT’S
Adalah dibulan Agustus tepatnya
tanggal 29 tahun 2007 tengah malam, sekitar jam 12.00 wita, Sulut terusik lagi
dengan hebohnya penculikan yang menimpa ketua DPD Golkar Minahasa Tenggara :
Toar Tangkau, SPd.
Padahal penculikan dan pembunuhan
kejam, sadis dan sangat biadab yang menimpa DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc, pada
tanggal 9 Desember dini hari tahun 2005, dengan tubuh penuh sayatan, lubang
tikaman, jeratan kawat dilehernya, jari-jari putus ditebas pedang serta tebasan
dibawah telinga, hingga lehernya menganga, masih segar diingatan masyarakat
Sulut belum juga tuntas.
Akibatnya menimbulkan pertanyaan
bagi masyarakat luas di Sulawesi Utara, ada apa dan siapa sebenarnya dalang
dibalik misteri pembunuhan paling sadis, kejam dan biadab yang begitu rapi
ditutup-tutupi dan tak juga bisa disentuh aparat kepolisian ?.
Menyimak kenyataan tersebut,
esoknya tanggal 30 Agustus 2007, kami sekelompok wartawan dan LSM kemudian
berempati dan membentuk wadah peduli kemanusiaan yang bernama TPF BULIK’S, atau
disingkat Tim Pencari Fakta Korban Bunuh Culik dan Kekerasan for Solidaritas.
Suasana tegang dan runyam
menggelinding liar menjadi pokok pembahasan dimana-mana. Fenomena kejahatan HAM menjadi klimaks
kepedulian sekelompok wartawan yang merasa peduli atas kejahatan kekerasan HAM
di Sulut yang terbiarkan bahkan terkesan dilindungi dan ditutup-tutupi, hingga
melahirkan respon pembentukan Tim Pencari Fakta.
Kami pun langsung menemui
beberapa sumber yang dapat dimintai keterangan seputar asal muasal kejadian.
Dimana menurut sumber, diawali dengan contak hand phone dari sekelompok anak
muda pengurus KNPI Minahasa yang meminta pertemuan dengan Toar Tangkau di Hotel
Quality.
Ketika Toar menyebrang jalan dari
kantornya yang kebetulan berseberangan jalan dengan Hotel Quality, ditengah
jalan, Toar dicegat oleh beberapa orang dan memaksanya masuk kesebuah mobil dan
menghilang dikegelapan malam.
Penculikan terhadap Toar Tangkau
SPd, -anak muda yang melejit kekayaannya secara fantastis tersebut-, terjadi
didepan Hotel Quality, tepatnya sekitar jam 12.00 Wita, kemudian digiring
keluar Kota, hingga ditemukan di Desa Toboli wilayah Sulawesi Tengah,
sebagaimana juga dilansir beberapa media lokal Sulut.
Sadar pentingnya melibatkan
Pemerintah, kami TPF BULIKT’S melakukan audensi resmi dengan pihak Pemerintah
Daerah Prov. Sulut yang diterima Sekprov. Drs. Robby Mamuaya pada tanggal 3
September 2007, dilanjutkan dengan pihak Kepolisian Daerah Sulut, diterima
Kapolda Brigjend Pol. Jacky Ully pada tanggal 5 September 2007.
Pembicaraan kami, terfokus pada
persoalan kejahatan dan kekerasan HAM yang terjadi dibeberapa daerah Kota
maupun Kabupaten, termasuk Ibu Kota Provinsi sebagai barometer keamanan. Namun
dominan pembahasan lebih terfokus pada peristiwa yang menimpa Toar Tangkau, SPd
dan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc.
Pada kesempatan itu pula, kami
meminta jaminan perlindungan keamanan kepada pihak Polda Sulut. Soalnya,
kepedulian kemanusiaan kami pun, telah berdampak negative dari usikan kelompok
tertentu, berupa ancaman pembunuhan dan teror.
Pantang mundur walau dihadapkan
dengan ancaman dan teror, empati TPF BULIKT’S tak luntur. Kami kemudian
menyusun program identifikasi pelanggaran HAM, serta menetapkan metode
penyelidikan dan prioritas penyelidikan
penculikan dan pembunuhan DR. Ir. Oddie Manus, MSc.
Sehari pembentukan TPF BULIKT’S,
Toar ditemukan. Toar kemudian dibawah ke Manado Sulawesi Utara, dan
dilakukanlah proses penyelidikan dan berkembang hingga kepenyidikan. Ditemukan
bukti adanya dugaan design tertentu. Dibulan September 2007, Toar Tangkau
dilepas dari Rumah Tahanan Poltabes Manado.
Adalah aneh, tiba-tiba ditetapkan
sebagai DPO, setelah dia dilepas oleh pihak Poltabes Manado. Padahal ketika
itu, Toar tidur diruang Kasatreskrim sebagai tahanan istimewa. Misteri
bagaimana Toar bisa lepas dan menjadi DPO, cukup mengundang pertanyaan.
Sekitar 4 bulan kemudian atau
tepatnya dibulan Desember 2007, Toar ditangkap kembali di Radio Dalam Jakarta.
Tak jelas bagaimana ceritanya, tiba-tiba Toar Tangkau beralih sangkaan sebagai
telah melakukan kegiatan Bank gelap dan divonis 5 tahun penjara.
Fenomena pelanggaran HAM begitu
marak, diera kepemimpinan SH. Sarundajang di Sulawesi Utara. Ketegangan terus
berlangsung, berbagai kejahatan dan pelanggaran Hak Azasi Manusia terus
menggelinding, hampir tak terbendung dan dicegah.
Suasana medio tahun 2005, mulai
memberikan aroma tak sedap. Intrik dan gesekan dengan kelompok sembilan
Eksponen angkatan 66 Sulut diawal tahun kepemimpinannya klimaksnya terjadi
dengan lahirnya rekomendasi penolakan tertanggal 5 Agustus 2005 (Dokumen
Penolakan 5 Agustus 2005).
Belum setengah tahun perjalanan
kepemimpinannya, tiba-tiba dikejutkan dengan heboh penculikan dan pembunuhan
cendekiawan Sulawesi Utara, DR. Ir. Oddie Manus, MSc, pada tanggal 9 Desember
dinihari tahun 2005.
Padahal, FKPPI yang dipimpin
Nyonyo Supit (Alm) dan Oddie Manus (Alm) baru memfasilitasi proses perdamaian
antara SH. Sarundajang dengan kelompok sembilan Eksponen angkatan 66 pada
tanggal 20 September 2005, sehingga lahirlah Dokumen Perdamaian 20 September
2005 yang ditandatangani di Rumah Edwin Kawilarang Winangun kec. Pineleng.
Sementara dibeberapa daerah Kota
dan Kabupaten di Sulawesi Utara, kekerasan dan pelanggaran HAM juga meningkat
tajam dan memprihatinkan. Kondisi pergaulan kehidupan sosial dan kenyamanan
masyarakat Sulut, betul-betul terganggu.
Mungkin masih terus diguyur
dengan nuansa pengungsi yang tumpah ruah di Sulut, sehingga fenomena ini tidak
begitu dipedulikan karena sebaran gesekan dianggap situasional sebagai
konsekwensi eksodus didaerah bibir konflik.
Foto : 1. Toar
2. Audensi dgn Robby M
3. Audensi dgn Jacky Ully
4. Scane
kronologis dlm gbr.
4. Scane kronologis dlm gbr.
Bab 2
Investigasi Pembunuhan Biadab
Setelah disepakati 5 program, tim
memprioritaskan penyelidikan kasus penculikan dan pembunuhan DR. Ir. Oddie A.
Manus, MSc. Dalam perjalanan penyelidikan tim, heboh teror yang menimpa Kepala
Wilayah PLN Sulutenggo, Ir. Sigit Prakoso oleh oknum-oknum profesional, yang
mengancam dan melakukan teror.
Sigit Prakoso kemudian menuturkan
dan meminta bantuan kami, atas tidak dikehendaki kehadirannya di Sulut. Polemik
kebijakannya memancing perseteruan dengan Gubernur SH. Sarundajang,
sampai-sampai Gubernur menyurati Direktur PLN di Jakarta. Pemicunya, ditengarai
melibatkan seorang pengusaha rekanan PLN Yance Tanesia asal daerah konflik yang
berhubungan dengan soal korupsi puluhan millyar ditubuh PLN, melibatkan PT.
Bunaken dan CV. Bunaken Lestari Ardibrata yang diduga melakukan pengadaan mesin
pembangkit listrik bekas di Kota Bitung. Kasus korupsi inipun hilang tanpa
berita.
Dari fakta kejadian tersebut,
berkembang proses penyempurnaan nama TPF BULIK’S menjadi TPF BULIKT’S, sehingga
menjadi Tim Pencari Fakta Korban Bunuh Culik Kekerasan dan Teror for Solidaritas.
Kami melakukan rapat secara
bertingkat, dengan membentuk tim khusus yang beranggotakan 5 orang, serta tim
sayap yang bertugas mengumpulkan data dan informasi sesuai proyeksi issue
berdasarkan skala prioritas.
Rapat khusus dilakukan dikantor
Yayasan Sinar dan Kantor Perwakilan Tabloid Jejak diperumahan Hutama Karya,
Tateli Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa. Sementara rapat tim sayap
dilakukan secara berpindah dibeberapa tempat antara lain di Mega Mas Mall dan
Mega Mas Restoran pantai serta dirumah kopi pantai Malalayang.
Setiap seminggu tim khusus
melakukan rapat tertutup membahas hasil investigasi atas data dan informasi
yang berhasil dikumpulkan dari berbagai sumber.
Demikian juga beberapa temuan dan
kliping hasil endusan tabloid Merah Putih, ditambah kliping lain dan foto-foto
rekonstruksi terkait pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc yang diberikan oleh
keluarga dan berbagai sumber, yang mengidentifikasi 5 isue yang termuat dibeberapa harian, dibahas
ulang untuk mempertajam hasil temuan lama.
Sementara beberapa dokumen yang
diberikan kelompok sembilan ( 9 ) eksponen “66” yang memberikan petunjuk adanya
modus operandi dan keterlibatan oknum tertentu yang sangat kuat terkait dengan
penculikan dan pembunuhan DR. Ir. Oddie Manus, MSc, pun ikut didalami dan dibahas secara khusus, mengingat sangat
sensitive.
Dari data dan informasi yang
dikumpulkan, terindentifikasi dugaan : 1. Pemberitaan yang tidak utuh dan
cenderung direkayasa, 2. Modus warna mafia daerah konflik, 3. Kisah masa lalu,
4. Melibatkan kelompok profesional, 5. Melibatkan pembunuh bayaran, 6.
Melibatkan kekuatan luar biasa, 7. Melibatkan mafia jurnalis, 8. Melibatkan
elit kepercayaan/ staff ahli, 9. Skenario untuk menjerat Freddy Sualang dan 10.
Skenario rekayasa mandi kebal mengkambinghitamkan orang lain.
Dalam perkembangan perjalanan
pengumpulan data dan informasi, berbagai tantangan dan hambatan dari berbagai
kepentingan datang silih berganti. Mulai dari luar tim yang patut diduga berhubungan
dengan keterlibatan kelompok tertentu yang mulai gerah, hingga dari dalam
tim-pun ikut menghadang penyelidikan tim TPF BULIKT’S.
Dari kepentingan luar tertentu,
selalu melakukan tekanan dan ancaman pembunuhan. Hal tersebut yang paling
intens terjadi adanya beberapa orang yang selalu mondar mandir melakukan
ancaman lisan secara tidak langsung akan melakukan pembunuhan terhadap ketua
dan anggota TPF BULIKT’S.
Belum termasuk teror via hand
phone maupun upaya serempetan dan tabrakan oleh beberapa orang tertentu baik
dengan kendaraan roda empat (4) maupun roda dua (2). Bahkan beberapa oknum
berbadan tegap berambut gondrong disinyalir orang yang cukup profesional, tak
jarang melakukan pengawasan dan pengintaian gerak gerik kami.
Namun yang paling sering,
menerima ancaman dan pengawasan serta pengintaian gerak gerik kami adalah ketua
TPF BULIKT’S Ir. Henry John Ch. Peuru dan sekertarisnya Sutojo Kamidin
dibilangan Winangun.
Sementara dari dalam tim bukan
saja menghambat dan berupaya menggagalkan setiap rencana investigasi, namun
ikut melemparkan isu adanya penerimaan dana bantuan dari Pemprov. Sulut dan
atau suap oleh orang tertentu, yang konon telah diambil dan dipakai secara
diam-diam untuk kepentingan pribadi-pribadi tertentu.
Akibatnya, mulai terjadi saling
tuding dan curiga. Bahkan saling melapor kepada ketua dan sekertaris untuk
mewaspadai anggota tertentu, agar segera membubarkan diri atau memecat anggota
tertentu, dengan tujuan menciptakan perpecahan.
Ketika gesekan mulai memuncak dan
terus memanas, ada beberapa anggota yang mulai menjauh sambil terus melakukan
rongrongan agar terjadi perpecahan dengan terus menghembuskan isu-isu negatif
kepada beberapa anggota lain, bahwa tim ini tidak jelas visi dan misinya. Namun
begitu, walau tinggal segelintir anggota TPF BULIKT’S tak putus asa, tetap
konsisten dan solid.
Foto
2 : Rekonstruksi Oddie
Foto 2 : Rekonstruksi Oddie
Bab III
Densus 88 Bereaksi
Baru sebulan tim kami bergerak
serius dan focus melakukan penyelidikan dan pengumpulan data, yang aksinya
terus berlanjut ke Jakarta, tiba-tiba ketua TPF BULIKT’S Ir. Henry John Ch.
Peuru diburu oleh yang mengaku “Densus 88”, asal Sulawesi Tengah.
Adalah aneh, kepedulian
kemanusiaan TPF BULIKT’S yang membantu Pemerintah untuk melakukan penyelidikan
atas kasus kejahatan HAM paling sadis dan biadab yang terjadi di Sulut, malah
yang bereaksi luar biasa adalah “katanya” Densus 88 Sulawesi Tengah.
Sebelumnya, mereka sempat
mendatangi PWI Sulut dan berjumpa dengan Rosna Ladjaman koresponden tabloid
Patroli mantan koresponden Tabloid Jejak, dan bertanya tentang dimana
keberadaan serta aktifitas Henry Peuru yang paling rutin.
Mereka juga menemui sekertaris
TPF BULIKT’S Sutojo Kamidin dibilangan Winangun, serta mengajukan beberapa
pertanyaan terkait dengan segala aktifitas Henry Peuru dan perkenalannya hingga
membentuk TPF BULIKT’S.
Disamping berbagai latar belakang
dan berbagai aktifitas sebagai jurnalis, Tim Densus “88” Sulteng lebih fokus
menanyakan sejauhmana Henry Peuru mengetahui penculikan dan pembunuhan DR. Ir.
Oddie Manus, MSc dan penculikan Toar Tangkau, SPd, ketua DPD Golkar Minahasa
Tenggara.
Reaksi dari yang mengaku “Densus
88” tersebut yang begitu serius dan detil, saya ketahui setelah diinformasikan
via hand phone oleh Sutojo Kamidin dan Rosna Radjaman.
Hal tersebut, kemudian menjadi
pokok pembahasan Tim Khusus yang saya tinggalkan di Manado, serta menyimpulkan,
agar segera diinformasikan kepada Ketua dan perlunya melakukan langkah
menghindar agar tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Akhirnya, baik Sutojo maupun
Rosna Ladjaman melakukan hubungan secara terpisah via Hand Phone, menyarankan
agar ketua jangan dulu datang ke Sulut, sampai suasana cukup aman. Demikian
juga beberapa kawan lainnya menginformasikan dan menyarankan hal yang sama atas
status perburuan sebagai Target Operasi (TO).
Mendengar adanya reaksi lintas
Polda yang melibatkan “konon”, oknum anggota Densus “88” asal Sulawesi Tengah,
saya pun melakukan kontak investigasi konfirmasi dengan sumber di Sulawesi
Tengah untuk mengetahui kebenaran adanya Densus serta nama-nama oknum tersebut.
Demikian juga, berdasarkan hasil
konsultasi dengan beberapa sumber di Jakarta, mereka menyatakan, ada
kemungkinan oknum-oknum tersebut dimanfaatkan oleh orang tertentu untuk
kepentingan tertentu yang memanfaatkan okum Mabes. Sebab melihat dan menyelami
kasus yang saya hadapi, menurut mereka sangat jauh hubungannya dengan kerja
specifik Densus “88”.
Akan hal ketegangan yang telah
menyelimuti dan terjadi diantara anggota Tim TPF BULIKT’S dengan datangnya
reaksi Densus “88”, saya tegaskan tidak perlu khawatir, karena yakin atas kerja
kepedulian kemanusiaan kita, bukan kerja kejahatan, namun pekerjaan Mulia.
Bahkan saya ingatkan, selama kita
bekerja jujur untuk keadilan dan kebenaran peduli kemanusiaan, tidak ada yang
perlu ditakutkan. “Yakinlah, bahwa Tuhan akan memelihara kita dan menjaga kita
dari musrik orang-orang jahat,” tegas saya kepada teman-teman anggota TPF
BULIKT’S yang masih setia dan konsent.
Foto : Densus 88
Bagian Dua ;
Penculikan Ala Teroris I
Pada diakhir bulan Februari 2008
saya mengunjungi Kota Manado, untuk suatu tujuan membenahi TPF BULIKT’S dan
Perw. Tabloid JEJaK serta rencana penelitian lingkungan, menindaklanjuti hasil pembicaraan
dengan pihak PT. Pikitring Sulutenggo Makassar di Hotel Senayan Jakarta.
Hasil pembicaraan berupa
kerjasama penelitian tersebut, perlu saya koordinasikan dengan LSM Merah Putih dan
Yayasan SINAR. usai presentasi di PT. Pikitring Makassar.
Namun focus utama, adalah
melakukan pembenahan internal bagi TPF BULIKT’S, karena telah disodok isu tak
sedap yang mengarah ke-upaya perpecahan oleh segelintir anggota yang telah
terkooptasi.
Sehingga diperlukan penataan dan
penguatan motivasi moral, termasuk hal-hal lain yang berkaitan dengan
solidaritas kerja tim yang harus tetap solid dan konsisten dijaga tanpa harus
terpengaruh atau mempengaruhi pihak manapun.
Baru 5 hari berada di Manado atau
tepatnya tanggal 3 Maret 2008, tiba-tiba penulis diculik dipelataran parkiran
Manado Town Score Mall oleh 6 orang berpakaian preman, yang saya tahu kemudian
adalah oknum-oknum Polisi Kota Besar Manado, lewat suatu scenario jebakan ala
Mafia.
Tepatnya sekitar jam 20.00 malam,
scenario yang didesign oleh Herry Plangiten didampingi kontraktor Welly Siwy,
saya dan Sutojo diajak bertemu untuk membicarakan sesuatu yang katanya sangat
membutuhkan kehadiran saya di Cave Olala Mantos Mall..
Atas permintaan yang nampak
tulus, apalagi sebelumnya Herry Plangiten pernah meminta bantuan dan
pertolongan dari saya, tentunya demi kesetiakawanan, saya bersedia memenuhi
permintaan pertemuan tersebut.
Kamipun melakukan pertemuan di
Cave Olala. Dan dalam pembicaraan tersebut, nama Sarundajang disebut-sebut
beberapa kali oleh Herry Plangiten.
Suasana tak sedap mulai terasa.
Herry tiba-tiba mohon diri, setelah munculnya orang-orang yang mencurigakan.
Sutojo lantas minta agar segera keluar karena dia merasa ada yang tak
mengenakkan. Ketika kami keluar, saat diparkiran Mantos sekelompok orang yang
tidak saya kenal, mencegat dan menyeret serta memaksa saya dan Sutojo masuk
kesebuah mobil Ferosa. Tarik-menarik terjadi hingga tas yang saya bawa/ pegang
putus.
Tak dinyana dan tak disangka, skenario
Herry Plangiten, air susu dibalas dengan air tuba, Herry Plangiten yang selalu
mengaku hamba Tuhan kepada saya, ternyata berkhianat dan menjadi arsitek
jebakan penculikan.
Mereka kemudian membawa kami
berputar-putar. Kami pun kuatir dan was-was, karena merasa akan di Oddie-kan,
hingga berakhir ke Poltabes Manado. Ternyata baru saya ketahui kemudian,
pemimpin 6 oknum penculik tersebut, Kasatreskrim Poltabes Manado AKBP HR.
Wibowo.
Saya kemudian bertanya dalam hati, apakah seperti ini cara kerja Polisi ?.
Apakah tidak ada cara etis sesuai aturan dan kode etik Polisi ?. Sehingga gaya
Mafia dipertontonkan Polisi Poltabes Manado ?. Apakah fungsi Polisi telah
kembali menurut undang-undang Kepolisian No. 13 tahun 1961 dimana dinyatakan
bahwa kepolisian negara RI adalah alat negara penegak hukum dan sebagai alat
revolusi untuk mencapai tujuan revolusi.
Sehingga menggunakan cara-cara yang tidak provesional dan proporsional ?,
culik para Revolusioner. Padahal, kebangkitan demokrasi saat ini, arah
kebijakan Pemerintah, mewujudkan penyelenggaran fungsi Kepolisian yang
demokratis, mandiri dan profesional, sesuai dengan paradigma Reformasi
(Kompolnas,2,3-2009). Bukan menjadi alat kepentingan orang tertentu yang
dibayar atau disuap, hingga mengabaikan kehormatan dan kewibawaan Kepolisian
menjadi centeng atau body guard !.
Namun saya yakin ini bukan kerja Polisi sebagaimana Polisi Indonesia, tapi
lebih kepada kerja konspirasi Mafia Hukum yang memanfaatkan dan menjadikan
oknum Lembaga Negara sebagai centengnya yang termakan suap atau telah dibayar
orang tertentu.
Dari enam (6) oknum yang terlibat penculikan dan penyekapan saya di Mantos
Mall, saya tahu kemudian 4 orang : oknum
Poltabes Manado HR Wibowo (Kasatreskrim), Rewur, Ferly Soemampouw (Ka. SPK
Poltabes), dan Marwan Gembong (Buser Poltabes), sementara 2 orang lainnya tidak
saya kenal, entah mungkin orang bayaran.
Rencananya, sebagaimana keterangan mereka (penculik), saya akan dibawa
keluar daerah. Entah tujuan apa, namun rencana tersebut dibatalkan (info teman
aktivis saya akan di Oddie-kan, alias akan dibunuh).
Setelah diculik, malam itu sekitar jam 10 Malam, saya diinterogasi oleh 4
orang oknum berpakaian preman, 1 dari Polda Sulut, 2 mengaku dari Sulawesi
Tengah, dan ada yang mengaku bernama Tulus dan 1 lainnya berambut gondrong
tidak saya kenal.
Interogasi itu lebih kepada
tudingan atas adanya keterlibatan seorang oknum pejabat yang terlibat memasok
senjata ke Sulawesi Tengah. Atas pertanyaan tersebut, saya jelaskan saya tidak
ketahui, bahkan ketika itu (konflik Poso-Ambon), soal pemasokan senjata, cukup
banyak diketahui wartawan daerah maupun wartawan Nasional lainnya. “Apalagi
ketika itu saya sibuk mengikuti pendidikan ke Austarlia dari program IALF
program kerjasama pendidikan Indonesia-Australia,” jelas saya pada mereka.
Usai interogasi, diinformasikan kepada saya oleh para penculik tersebut, saya
akan segera dijemput oleh tim yang berasal dari Sulawesi Tengah. Namun hingga
keesokan harinya, rencana jemputan tak jua kunjung datang.
Keesokan harinya tanggal 4 Maret 2008, menjelang malam, anehnya saya
dipanggil untuk pemeriksaan (BAP) atas tuduhan kasus lain (rekayasa kedua II)
yang terbaca atas laporan Ir. Recky Toemandoek, MM, Kadis Kimprasil Prov.
Sulut tertanggal 3 Maret 2008. Dengan
sangkaan telah melakukan pemerasan dan pengancaman.
Setelah itu, saya tetap ditahan dan dimasukan kedalam rumah tahanan
Poltabes Manado. Dimana kekejian dan kekejaman yang dilakukan kepada saya oleh
oknum-oknum Poltabes Kota Manado yang patut diduga atas pesanan bayaran oknum
tertentu, ketika itu Kapolres kota Manado dijabat oleh Kombes Bambang Sugeng.
Hingga empat ( 4 ) hari dalam penyekapan dipenjara Poltabes Manado, tak ada
satupun keluarga yang mengetahui dan diberitahu oleh pihak kepolisian Poltabes
Kota Manado.
Saya benar-benar diperlakukan ala teroris atau mafia besar yang sangat
membahayakan Negara atau orang tertentu, atau yang berhubungan dengan tindakan
tertentu. Sehingga standar operasional prosedur (SOP) diabaikan, atau tidak
lagi dipergunakan sistem manajemen Poltabes Manado.
Bahkan lebih ironis lagi, bukan hanya 4 hari tak diketahui keluarga, namun
sampai 19 hari saya ditahan, tidak diberi surat perintah penahanan. Nanti
setelah adanya bujuk rayu tawaran damai yang terus saya tolak atau memasuki
perpanjangan penahanan, baru kemudian dikeluarkan surat perintah penahanan
sekaligus diberi surat perpanjangan penahanan.
Betapa tak jelas kerja Polisi yang demikian ini. Padahal, Pemolisian dengan
berpedoman pada prinsip-prinsip supremasi hukum dan pelayanan demokratis
menuntut semua tindakan pemolisian harus berdasarkan pada hukum/ peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Kompolnas, 5-2009). Tapi kenyataannya.
Sadis.
Dari proses penculikan penyekapan dan pemenjaraan yang kian mengundang
misteri ini, apalagi dihubungkan dengan aktifitas saya menguak kasus penculikan
dan pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc, bukannya membuat saya takut, justru
semakin mengundang rasa penasaran untuk terus mengikuti skenario dan mencari
jawaban, siapa dalang dan untuk tujuan dan kepentingan apa design rekayasa ini
dibangun dari dalam Institusi Kepolisian Negara : Polda Sulut dan Poltabes Kota
Manado.
Foto : Di rutan Poltabes Manado
Parkiran Mantos
Foto :
Rutan Poltabes
Bab 1
Rekayasa I Misteri Diteroriskan
Misteri dibalik penculikan oleh
beberapa oknum Polisi Poltabes Manado, jelas telah mencibir aturan dan etika
standart operasional prosedur (SOP) sebagaimana diamanahkan dan ditentukan
undang-undang.
Bagaimana tata aturan Negara
Repoblik Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana Undang-Undang Repoblik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana, benar-benar dilanggar
dan dikangkangi.
Apalagi, begitu jelas terurai
dalam pembukaan KUHAP, bahwa Negera Repoblik Indonesia yang didasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, ditegaskan sangat menjunjung hak azasi
manusia (HAM), serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya
didalam hukum, dan wajib menjunjung hukum dengan tidak tanpa kecualinya. Namun
fakta tak terbantahkan, hak azasi saya dirampas sewenang-wenang oleh
oknum-oknum “Mafia” Poltabes Kota Manado.
Sehingga apalah artinya amanah
undang-undang itu, bila Mafia Hukum sudah bertindak. Tak peduli Pemerintah dan
kewibawaan serta segala aturan yang ada, yang penting maksud dan tujuan
kejahatannya tercapai. Maka, terciptalah serentetan rekayasa dan manipulasi
fakta hukum, sehingga institusi Poltabes Manado terjerembab keruang nista
kemanusiaan.
Dibawah cengkraman rekayasa
tindak pidana para Mafia Hukum ini, suasana tegang malam penculikan pada
tanggal 3 Maret 2008, menyeliputi kami, saya dan Sutojo. Kami langsung berfikir
dan menduga, penculikan ini terkait dengan kegiatan kami mengendus kasus penculikan
dan pembunuhan DR. Ir. Oddie Manus, MSc.
Kesimpulan kami demikian, karena
tidak ada alasan lain atau terkait dengan tindakan kriminal lain dan atau kerja
kami yang kontroversial selain mengendus pembunuhan paling keji, kejam dan
biadab, hingga mengusik seseorang atau kepentingan tertentu. Mengapa dan ada
apa, hingga kami diperlakukan secara tidak patut dan tak beretika dengan
melanggar hak azasi manusia. Apalagi diaktori oknum-oknum Polisi.
Dari dua kejadian penculikan
sebelumnya, bila dihubungkan dan dibandingkan dengan yang kami alami
berdasarkan hasil analisis kami malam itu, memiliki modus operandi dan cara
kerja yang sama dengan kelompok profesional yang tidak jauh berbeda dari data
yang kami peroleh terhadap kasus penculikan dan Oddie Manus dan Toar
Tangkau.
Sehingga dalam bayangan kami
malam itu, kalau kami selamat minimal akan bernasib seperti Toar yang dialihkan menjadi tindakan kriminal, dan
paling buruk, akan di Odie Manuskan
(setelah diculik dibunuh).
Setelah penculikan malam tanggal 3
Maret 2008 itu, anehnya, hanya saya yang diinterogasi sebagai saksi soal
penyelundupan senjata ke Poso. Mereka yang melakukan interogasi, 2 saya tidak
kenal, 1 dari Polda Sulut dan 1 orang bernama Tulus mengaku berasal dari
Sulawesi Tengah. Dimana ketika itu Kapolda Sulut dijabat oleh Brigjend Pol.
Bekto mantan Komandan Densus 88 POLRI.
Mereka menanyakan apakah saya
pernah ke Poso dan Tomata dimasa konflik, apakah mengetahui pemasokan senjata
ke Poso yang dilakukan seorang pejabat Sulut. Dan atas pertanyan tersebut, saya
jawab saya tidak pernah ke Poso dan Tomata sekalipun, termasuk mengetahui
pemasokan senjata ke Poso.
Usai proses sidang Praperadilan,
dua ( 2 ) minggu kemudian, anehnya, saya membaca pada putusan bahwa saya
sebagai provokator di Poso. Padahal saya tidak pernah sama sekali ke Poso
dimasa konflik. Ini jelas penyesatan dan penyiasatan aktor intelektual
tertentu, untuk suatu maksud membungkam saya. Apalagi faktanya, diera konflik
saya sedang mengikuti pendidikan ke Australia, mengikuti program IALF kerjasama
pendidikan Indonesia-Australia yang mengutus 19 orang dari Indonesia ke
Adelaide South Australi.
Ada maksud apa dibalik settingan
ini dengan mengaitkan daerah konflik ?. Apakah untuk maksud membungkam saya ?.
Mengapa harus menciptakan settingan
opini busuk “TERORIS” hingga keruang sidang PN. Manado ?. Apakah bila saya
dibunuh menjadi terwajarkan ?. Ataukah karena settingan lahir dari produk
pasukan khusus Densus 88 yang diduga dimanfaatkan orang tertentu ?. Ataukah
karena dalangnya orang mantan daerah konflik yang sudah terjangkiti penyakit
penghilangan orang dengan menTERORISkan orang ?.
Strategi rekayasa rekayator,
diawali dengan interogasi adanya peran seorang pejabat penting dilingkungan
Pemprov. Sulut yang “konon” melakukan penyelundupan senjata ke Poso. Lantas apa
hubungannya dengan saya dalam proses penyelidikan melalui cara culik, sekap
dengan mengabaikan prosedur hukum yang sudah diatur tata caranya ?.
Apakah demikian prosedur sesuai
aturan dan etika kepolisian dalam melakukan penyelidikan atas suatu kasus yang
diduga dilakukan seseorang. Apalagi status saya dijadikan saksi, kok harus
diculik disekap selama empat ( 4 ) hari tanpa pemberitahuan kepada keluarga.
Belum lagi secara semena-mena dipenjarakan tanpa surat perintah penahanan
selama 19 hari ?. Mengapa siasat busuk dan kejam ini dilakukan Polisi ?. Lantas
siapa yang harus dituding melakukan kesalahan ? apakah oknum. Sementara sudah
melibatkan sistem dan fasilitas sistem ?.
Terkait dengan interogasi pejabat
Pemprov. Sulut dimaksud, beberapa bulan kemudian misterinya terungkap dengan
kedatangan salah seorang stafnya yang mengunjungi saya di penjara kelas II A
Manado, bahwa Rekayasa pertama ( I ) tersebut, dirancang melalui ajudan
Gubernur, agar melaporkan saya sebagai telah melakukan fitnah kepada pejabat
tersebut. Namun pejabat tersebut menolak permintaan ajudan Gubernur tersebut.
Atas rencana laporan palsu untuk
rancangan rekayasa tindak pidana (I) ini, setelah keluar dari penjara dengan
vonis bebas murni (vrijsprak), bersama tim melakukan konfirmasi kepejabat
tersebut. Hasilnya, dia mengakui rancangan busuk tersebut lahir dari “konon”
Gubernur.
Dia diminta oleh ajudan Gubernur
untuk melaporkan saya sebagai telah melakukan fitnah. Pak Freddy kemudian
menceritakan bagaimana pernyataan mereka. Pak, “kami sudah menangkap Henry,”
tandas ajudan Gubernur kepada Freddy Sualang, segera laporkan fitnah,”
tandasnya. “Namun permintaan tersebut, saya tolak,” ujar mantan Wakil Gubernur
Sulut Freddy Sualang kepada tim saya ketika menjambangi dirumah kediamannya
dibilangan Malalayang, tepatnya belakang RSUD. Malalayang, sebelum beliau
ditahan dipenjara Tuminting.
Dalam pertemuan tersebut, dia
juga menceritakan bahwa dia yang meminta untuk menelusuri kasus penculikan dan
pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc, karena mendengar dari kemenakannya anak
Oddie, bahwa ayahnya diculik dan belum ditemukan.
Dari fakta cerita ini, saya
menangkap adanya siasat pembenturan atau pengaburan atas misteri penculikan dan
pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc dengan menggunakan tangan Wagub Freddy
Sualang. Apalagi, dari hasil temuan kami, bahwa Wagub Freddy Sualang sempat
dicurigai keluarga Manus, sebagai pembunuh. Keluarga Manus, selalu menuduh
Freddy Sualang pembunuh Oddie Manus. Dari skenario yang mereka terima, liat dan
rasakan. Namun ketika mereka melihat dan mendengar serentetetan rekayasa yang
saya alami, mereka kemudian mulai tahu dan menduga siapa sebenarnya dibelakang
kasus pembunuhan Oddie Manus. Mereka kemudian menjadi ketakutan dan ngeri. Apalagi
adik Oddie Manus : Agus Manus, yang ngotot meminta kasus Oddie segera
dituntaskan, lagi-lagi meninggal secara misterius. Konon…….?
Skenario yang diarahkan kepada
saya dengan mengaitkan daerah konflik, diduga lahir dari orang yang paham
dengan strategi penghilangan ala daerah konflik. Sehingga tercipta pengaburan
atau penghilangan jejak dengan menghipnotis publik kearah kegiatan TERORIS.
Apalagi menurut sumber sesama aktivis, diduga ada rencana saya akan dibunuh
malam penculikan itu. Sehingga bila skenario itu berjalan, karena diembeli
Teroris, maka tidak akan diusik orang. Hebat juga skenario orang mantan daerah
konflik ini.
Foto : Kapolda Sulut &
Kapoltabes Manado
Foto : Kapolda Sulut &
Kapoltabes Manado
Bab 2
4 (empat) Hari
Dalam Sekapan
Setelah diculik oleh oknum Poltabes Manado, saya kemudian disekap di Rumah
tahanan selama empat (4) hari lamanya, sehingga putus kontak dengan keluarga.
Akibatnya, telah menimbulkan kegalauan dan keresahan luar biasa bagi istri dan
anak di Jakarta serta mertua dan 2 orang anak saya di Manado dan di Desa Boyong
Atas, Kec. Tenga Kab. Minahasa Selatan.
Soalnya, baru 2 hari di desa Boyong Atas bersenda gurau dengan anak bungsu
saya yang tinggal bersama Oma dan Opanya, dari Jakarta, hand phone suami ayah
mereka tidak dapat lagi dihubungi oleh Istri, anak-anak dan mertua saya.
Berkali-kali keluarga mertua, istri dan anak tertua saya Risa Christie,
mencoba menghubungi nomor hand phone saya yang sudah empat (4) hari hilang,
namun tak juga bisa dihubungi. Merekapun mencoba siapa saja keluarga teman yang
berada di Manado menanyakan bila mendengar atau mengetahui dimana keberadaan
saya, namun tak ada yang bisa memberikan informasi jelas.
Mertua saya-pun dihubungi oleh istri dan anak-anak saya tentang dimana
terakhir kontak dengan saya. Namun penjelasan ibu kepada istri saya, menyatakan
bahwa sejak turun dari kampung ke Manado, sehari setelah itu hand phone saya
tidak dapat dihubungi lagi.
Mertua, istri dan anak tertua saya-pun coba mengontak saudara serta
teman-teman sesama wartawan yang dapat dihubungi. Namun rata-rata teman pun
menjadi kaget, karena tidak mengetahui dimana keberadaan saya. Apalagi mereka
tahu saya berada di Jakarta.
Mereka benar-benar galau dan resah terus menangis dan menangis, apalagi
tahu selama ini penculikan dan pembunuhan di Manado, telah menjadi trend
kejahatan baru yang cukup meresahkan masyarakat Sulut. Istri saya coba
mengingat-ingat siapa yang sering disebut dalam percakapan dengan saya. Dia
kemudian mengingat nama Sutojo yang sering disebut-sebut akhir-akhir ini
tentang adanya kegiatan kepeduliaan kemanusiaan.
Sehingga istri saya meminta mertua saya untuk mencari tahu dimana alamat
teman saya Sutojo Kamidin. “Coba datangi kantor PWI dan tanyakan kepada
temannya disana apa mengetahui alamat Sutojo”, tandas istri saya kepada ibu.
Dia kemudian menjelaskan bahwa kontak terakhir saya ada bersama temannya yang
bernama Sutojo ketika tiba di Manado dari Jakarta.
Istri saya-pun, memperoleh informasi saat saya diculik, tengah malam
sekitar jam 12.00 wita malam, anak kami tertua Risa Christie diminta seseorang
agar segera datang di PWI Sulut. Katanya ayah kamu akan berbahaya. “Cepat
datang”, tandasnya. Dugaan telepon tengah malam itu, berasal dari John
Lalonsang. Soalnya penelepon mengaku kepada anak saya dari anak buah papanya,
kepala perwakilan Tabloid JEJaK.
Anak saya-pun meminta saran dari teman-temannya, atas permintaan pertemuan
yang mengatasnamakan papanya. Namun saran temannya, jangan ikuti permintaan
tersebut. Bisa saja jebakan. Anak saya-pun tidak tahu maksudnya panggilan
tersebut untuk apa.
Dengan menghilangnya saya dari keluarga, semua menjadi resah luar biasa.
Sejak itu ibu mertua saya turun ke Manado mencari tahu keberadaan saya baik
menghubungi teman-teman saya maupun keluarga.
Mertua saya mengunjungi kantor PWI Sulut, untuk mengetahui apakah ada yang
mengetahui keberadaan saya. Namun dari kantor PWI-pun tidak dapat informasi
jelas tentang dimana keberadaan saya.
Dari Sutojo yang sempat saya beri nomor hand phone istri saya malam ketika
kami diculik, tak memberi informasi kepada istri saya. Entah dia telah diancam,
ditekan atau entah apa, tak jelas mengapa dia tidak mengontak istri saya.
Diapun tak pernah lagi mengunjungi saya sejak saya diculik bersamanya malam
itu. Sebab tanpa setahu saya, tiba-tiba dia telah dilepaskan. Tinggalah saya
seorang diri dalam sekapan “Mafia” Poltabes Kota Manado.
Istri saya dan anak-anak, sambil terus mencari informasi, hampir tiap malam
hanya menangis dan menangis, gundah dan resah menghiasi hari-hari mereka.
Berdoa dan berdoa bersama anak-anak menjadi bagian untuk menguatkan kegelisahan
hati mereka, dengan harapan agar saya dapat segera ditemukan dan diselamatkan.
Namun karena waktu yang terus berjalan tanpa kabar, mereka hanya bisa pasrah
dan tetap berdoa agar saya bisa ditemukan hidup atau mati.
Hingga berhari-hari belum juga ditemukan, belum ada dalam benaknya untuk
melaporkan kepada Polisi tentang kehilangan saya ketika itu, karena masih
berharap saya dapat ditemukan.
Seluruh keluarga yang berada di Manado telah dihubungi, namun tak ada
informasi yang jelas. Nanti setelah empat (4) hari kemudian, karena mungkin
penelusuran keluarga kian resah, baru memperoleh informasi dari keluarga di Malalayang Manado,
bahwa mereka telah menerima pemberitahuan adanya keberadaan saya dalam sekapan
Poltabes Manado.
Selama empat hari dalam penyekapan Poltabes Manado, setelah diinterogasi
untuk suatu maksud rekayasa diduga diteroriskan gagal, keesokan harinya
dibelokkan menjadi sangkaan kriminal
dan di BAP atas sangkaan pemerasan dan pengancaman, tanpa melalui prosedur
standar penyelidikan sesuai KUHAP, setelah diculik, diadakan penyidikan pada
tanggal 4 Maret 2008 atas laporan tertanggal 3 Maret 2008.
Foto : pertemuan dengan anak dan mertua di
Rutan.
Setelah pembelokkan kasus
tersebut, baru mertua saya memperoleh kabar saya berada dalam tahanan Poltabes
Manado.
Mereka-pun mengunjungi saya, dan
saya memberi hasil BAP untuk di foto Copy. Namun ditempat foro copy BAP
tersebut dirampas oleh 3 orang oknum Polisi berpakaian preman, dengan kasarnya
mengatakan kepada mertua saya, bahwa surat tersebut sebagai surat negara yang
tidak boleh di foto copy.
Sejak itu, keluarga saya terus
ditekan. Teman-teman yang kemudian mengetahui saya berada dalam tahanan
Poltabes Manado, yang akan berkunjung dipersulit dan dihalang-halangi untuk bertemu.
Bahkan sampai ada yang dipanggil ke Polda Sulut dan diinterogasi terkait
hubungan pertemanan dengan saya.
Bab 3
Rekayasa II Ancaman & Pemerasan
Gagal design Rekayasa pertama (I)
dengan embel TERORIS, karena ditolak Wagub Freddy Sualang atas permintaan
ajudan Gubernur, tepatnya tanggal 4 Maret 2008 menjelang malam, sehari setelah
saya diculik dan disekap atau menjelang berakhirnya penahanan selama 24 jam,
dalam kondisi bingung dan resah karena belum dikunjungi keluarga, tiba-tiba
skenario dibelokkan menggunakan tangan pejabat ditingkat SKPD Kadis Kimpraswil
Prov. Sulut Ir. Recky Toemandoek, MM.
Proses penyidikan dilakukan oleh
penyidik pembantu Hadi Purnomo berdasarkan laporan Polisi dengan rekayasa
sangkaan pengancaman dan pemerasan atas Ir. Recky Toemandoek, MM, kadis
Kimpraswil Prov. Sulut sebagai designer Rekayasa (II) yang patut diduga antek
penyandang dana para Mafia.
Namun bagaimana dari rekayasa
pertama (I) kemudian beralih ke rekayasa kedua (II) secara tiba-tiba dan mengejutkan
itu, menurut sumber mantan anggota Dewan Prov. Sulut yang mengikuti dan
mengetahui perkembangan penculikan dan penyekapan saya, dia memperoleh info
lahirnya kasus Rekayasa II, berdasarkan lobi barter kasus korupsi jembatan
Baley Kabupaten Talaud yang sedang dalam proses pemeriksaan kepada Ir. Recky
Toemandoek, MM.
Menurut ceritanya, kalau pak
Recky mau mengikuti skenario rekayasa terhadap Henry, kasus korupsi dihentikan.
Dan kalau menolak, maka kasus korupsi diteruskan. Cerita ini mungkin benar,
bila indikasi ini dianalisis dari fakta
kasus korupsi jembatan Balley, yang sampai saat ini tak jelas
juntrungnya, dan mandek di Polda Sulut.
Hasil lobi barter, menjelang
malam saya diperiksa sebagai tersangka pengancaman dan pemerasan yang dikenakan
dengan pasal 368, 369 dan 335 KUHP atas laporan Ir. Recky Toemandoek, MM yang
demi jabatannya mengikuti skenario para Mafia.
Saat penyidikan untuk BAP, saya
baru mengetahui Laporan Polisinya tertanggal 3 Maret 2008. Sehingga muncul
misteri baru, kok tanpa melalui mekanisme penyelidikan dan penelitian sesuai
ketentuan yang telah diatur dalam KUHAP, dengan sejumlah kelengkapan alat bukti
yang sah sebagai permulaan bukti yang cukup, bisa diculik, disekap dan
dipenjarakan ?. Indikator menyimpang yang tidak sesuai SOP inilah yang kian
memastikan adanya “Mafia” dibalik rangkaian skenario rekayasa ini. Kuat dugaan
melibatkan jaringan Mafia Eksekutor asal daerah Konflik.
Atas proses BAP yang penuh
keganjilan dan sangat misterius tersebut, karena rasa ingin tahu dan ingin
melakukan penyelidikan, saya mengikuti skenario para Mafia Hukum yang menyusup
dan memanfaatkan Institusi Negara, untuk meneliti misteri dibalik penculikan
saya dan hubungannya dengan penculikan dan pembunuhan sadis dan biadab DR. Ir.
Oddie A. Manus, MSc.
Proses penyidikan kasus Rekayasa kedua (II) tersebut dilakukan oleh Hadi Purnomo. Setelah
pemeriksaan tersebut, saya tetap ditahan, tanpa diberikan surat perintah
penahanan sampai 19 hari lamanya. Dengan sabar dan tekun, saya bertahan
mengikuti skenario para Mafia tersebut.
Misteri Minta Maaf
Misteri rekayasa tindak pidana
kemudian datang silih berganti. Mulai menjawab rasa penasaran dan pertanyaan
dibenak saya terkait dengan pembunuhan sadis Oddie Manus. Menjelang upaya
Praperadilan, tiba-tiba dikagetkan dengan permintaan orang yang mengaku suruhan
Gubernur untuk membuat surat permohonan maaf kepada Gubernur.
Setelah surat permohonan maaf itu
saya buat, menurutnya akan diserahkan kepada Kasatreskrim HR. Wibowo,
selanjutnya saya akan dikeluarkan dari Rumah Tahanan Poltabes Kota Manado,
dimana saya disekap dan dipenjarakan. Sehingga makin menguat dugaan saya Polisi
telah diperalat. Polisi telah jadi centeng.
Namun permintaan permohonan maaf
tersebut, saya tolak dan membuat saya semakin kuat dan penasaran berupaya
mencari tahu, untuk apa dan karena apa sehingga nama orang berpengaruh :
Gubernur berada dibalik semua skenario ini.
Dalam penantian dan rasa
penasaran untuk terus mengikuti skenario para Mafia Hukum yang menyusup dalam
Institusi Poltabes Manado, kejutan demi kejutan terus mencuat dan mengerucut
kenama tertentu. Mulai dari misteri penculikan, penyekapan dan pemenjaraan,
kemudian datang permohonan minta maaf kepada : Gubernur. Ada apa ?.
Misteri nama Gubernur yang
sebelumnya sudah disebut-sebut beberapa kali oleh Herry Plangiten, kini muncul
lagi. Ada apa dengan Gubernur ?. Nama Gubernur dibawa-bawa oleh beberapa orang
sebagai suruhan. Sejak saat itu, dalam benak saya mencuat pertanyaan, ada apa
dengan Gubernur ?. Gubernurkah dibalik semua peristiwa yang saya alami ?.
Misteri mulai mengerucut kenama orang berkuasa : Gubernur SH. Sarundajang.
Foto : Recky Toemandoek & Gub
Bab 4
Perintah Misterius Sang Penguasa
Selang beberapa hari ketika
teman-teman dari PWI-Reformasi mengetahui saya ditangkap dan dijebloskan ke
Rumah Tahanan Poltabes Manado, ketua Wiwayah Sulut Albert Tewu, SSos, bersama
beberapa kawannya, kemudian melakukan investigasi tentang asal muasal dan latar
belakang saya ditangkap.
Lahir analisa adanya keterlibatan
orang penting di Pemprov. Sulut. Maka
tim PWI-Reformasi melakukan investigasi dan menemui Ka. Biro Hukum Pemprov.
Sulut Boy Watuseke, SH, dan berdasarkan hasil konfirmasi mereka, bahwa
penangkapan terhadap wartawan Henry John Peuru, atas perintah Gubernur, sebagaimana
wawancara dengan ketua PWI-Reformasi Albert Tewu, SSos yang juga dirilis
Majalah DERAP edisi Agustus 2008.
Namun berita keterlibatan dan
keterkaitan Gubernur dibalik penangkapan Henry Peuru dibantah pihak Humas
Pemprov. Sulut, berdasarkan wawancara khusus dengan wartawan Majalah Manado
Press TH. I/ Juli 2008, halaman 6 dengan sub judul Bantahan dari Kantor
Gubernur, melalui kepala bagian Humas dan Pemerintahan Drs. Roy Tumiwa, yang
menyatakan bahwa Gubernur berada dibalik ia dipenjara, itu ngawur.
Namun adanya petunjuk dan fakta
tak terbantahkan terkait keterangan Boy Watuseke kepada ketua PWI-Reformasi
Sulut, ada sekitar 5 kali orang-orang
mengatasnamakan Gubernur kemudian meminta damai di Rutan Poltabes dan Rutan
Kelas II A Manado.
Apalagi sebelumnya ketika ada
upaya jebakan dari Herry Plangiten dan Siwy yang meminta agar saya datang
sendiri yang patut diduga bagian dari design penculikan dan rencana pembunuhan,
sebagaimana informasi sumber dari teman sesama aktivis. Pada pertemuan jebakan tersebut
yang berlangsung di Cave Olala Mantos Mall, Herry beberapa kali menyebut nama
SH. Sarundajang yang katanya mencari saya, dengan alasan akan diberi proyek
senilai 1 M.
Bab 5
Tahanan
Ilegal & Manipulasi Praperadilan
Atas penculikan penyekapan dan pemenjaraan ilegal selama 19 hari di Rutan
Poltabes Manado yang dilakukan kepada saya oleh 6 orang oknum Polisi berpakaian
preman, kali pertama
saya melakukan upaya menuntut dan mencari keadilan melalui instrument hukum
: Praperadilan.
Upaya Praperadilan tersebut,
dilakukan melalui pengacara Michel Jakobus, SH, MH, yang juga merupakan kakak
tingkat anak saya di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangie. Hanya sekali
kami bertemu, setelah itu dia tidak pernah menghubungi saya lagi.
Sekitar 2 minggu mandek digantung
pengacara Michel Jacobus, SH.,MH. Muncul
misteri menggantung waktu. Saya mendesak anak saya coba mana pengacara yang
dibawa kok belum juga didaftarkan ke Pengadilan. Atas desakan saya Pengacara
Michel Jocobus, SH.,MH, kemudian baru mendaftarkannya di PN. Manado.
Draft tuntutan materi
Praperadilan saya minta diberikan kepada saya untuk dikoreksi. Dari apa yang
ditulisnya, ternyata berlainan dari fakta yang saya alami dan sampaikan
kepadanya. Semua berdasarkan versi penyidik. Sehingga saya kemudian memberikan
koreksi untuk beberapa perubahan. Mencuat misteri
konspirasi.
Ketika proses Praperadilan,
ditangani oleh Hakim Rohendi, SH. Anehnya putusan PN. Manado atas upaya
Praperadilan saya ditolak. Padahal, jelas sekali polisi melakukan penculikan,
penyekapan dan pemenjaraan tanpa dasar. Bahkan penahanan tanpa status selama 19
hari didalam tahanan Rutan Poltabes Manado, tanpa surat perintah penahanan,
tidak disinggung pengacara saya.
Hasil putusan itupun, tidak
disampaikan pengacara, sampai saya meminta untuk menyerahkan hasil putusan.
Pengacara tersebut, nampaknya sengaja menggantung hari agar waktu melakukan
upaya banding habis.
Karena saya akan melakukan banding. Saya kemudian mendesak anak saya agar
segera meminta pengacara tersebut membawa hasil putusan untuk saya pelajari,
agar tahu langkah apa yang harus ditempuh.
Mereka kemudian membawa hasil putusan setelah lewat waktu masa banding.
Bahkan setelah saya teliti hasil putusan, didapatkan : 1. Hasil koreksi saya
tidak dirubah, 2. Kesaksian oknum Polisi tidak bersesuaian satu dengan lainnya,
oknum polisi lain menyatakan surat tertinggal dirumah, sementara saksi Polisi
lain menyatakan Surat saya perlihatkan di Mobil, 3. Adanya keterangan saksi
saya sebagai profokator Poso. Padahal saya tidak pernah mengunjungi Poso
sekalipun, dan saya tidak pernah melihat apalagi mengalami dan berada di Poso.
Ada apa dibalik keterangan penuh kebohongan dan manipulatif ini ?. Kok bisanya
oknum Polisi membangun skenario penuh kebohongan dan kebusukan seperti itu ?.
Lantas mengapa putusan Menipu Tuhan terjadi ?. Lalu dimana peran pengacara yang
sebenarnya ?. Betul-betul Menipu Tuhan. Tapi gampanglah. Nanti bertobatlah kan
enteng !.
Dari keterangan ini pula, semakin kuat keyakinan saya adanya upaya
menghilangkan saya : Pembunuhan. Dimana patut diduga telah terjadi manipulasi
dan konspirasi dengan pengacara. Demikian pula lahirnya keterangan palsu
sebagai keterangan rekaan pikiraan mereka, kian menguatkan adanya rencana
pembunuhan diluar daerah.
Rencana pembunuhan didaerah konflik diduga, aktor intelektual dadernya
adalah orang mantan daerah konflik yang menguasai dan punya kuasa serta
memiliki hubungan dengan eksekutor daerah konflik. Sebab dari ketiga kasus
Oddie, Toar dan saya semua mengarah kedaerah konflik Sulawesi Tengah.
Indikatornya, adanya berita koran rencana gelar perkara Oddie Manus di Poso.
Artinya, ada kemungkinan Oddie telah dibunuh di Poso baru dibawah ke Manado.
Toar ditemukan di Toboli Sulawesi Tengah. Ketiga saya direncanakan ke Poso.
Dari skenario dan keterangan saksi diatas, bila dihubungkan dengan upaya
saya membongkar kasus penculikan dan pembunuhan sadis kejam dan biadab DR. Ir.
Oddie A. Manus, MSc. Patut diduga, memiliki hubungan peristiwa satu dengan
peristiwa lainnya, yang tidak dapat dipisahkan, merupakan rancangan dari satu
sindikate tertentu, yang aktor intelektual dadernya dari kelompok dan
kepentingan yang sama.
Kelompok ini, diduga dari kelompok profesional dan cerdas berhubungan atau
terlibat dibalik pembunuhan sadis kejam dan biadab ini baik langsung maupun
tidak langsung ?. Entah sebagai aktor intelektualnya, perencana, penasehat,
informan, eksekutor, dan sebagai pelindung karena disuap untuk menutupi kasus,
walahualam !. Hebatnya kelompok ini, mampu membungkam suara media cetak maupun
elektronik.
Dari upaya Preperadilan, saya meminta untuk melakukan banding. Namun oleh
Michel Jacobus, SH.,MH, menjelaskan bahwa tidak
bisa dilakukan banding sesuai apa....., MA, yang ketika itu saya belum
memahami benar soal penanganan hukum di Pengadilan.
Penjelasan pengacara tersebut, baru disampaikan setelah waktu digantung
hingga masa banding telah berakhir. Sejak itu saya merasa dibodohi, dan
langsung mengganti pengacara bermoral busuk dan jelek seperti itu. Misteri konspirasi dibalik pembodohan.
Sekaligus mulai mempelajari dan membaca buku-buku hukum, belajar otodidak.
Dimana dari sana kemudian saya baru mengetahui adanya sepak terjang pengacara
tidak bermoral akan melakukan apa saja demi uang dan bukan karena pertimbangan
profesi, hukum dan kemanusiaan. Sejak itu saya mulai tahu ada Pengacara Mafia.
Sebab saya tahu bahwa pesan moral profesi tidak akan menggadaikan
profesinya hanya karena uang, namun lebih kepada tanggungjawab moral. Nah
kemudian muncul tudingan tidak sedap atau tudingan miring kepada mereka, semata
tergantung kualitas moral seseorang.
Dari kejadian tersebut, saya kemudian mengganti pengacara dengan pengacara
yang disodori pihak PWI-Reformasi Sulut yang diketuai Albert Tewu, SSos, karena
ketika itu saya bernaung dibawah PWI-Reformasi.
Foto : 1. Hakin Rohendi
2. Michel Jacobus
3. Albert Tewu.
Bagian Tiga
;
Perjuangan Anak Risa ke Jakarta
Walau upaya Praperadilan saya dikandaskan lewat proses persidangan yang
tidak adil dan tidak benar serta sarat konspirasi, saya bertekat tetap bertahan
terus berjuang mencari keadilan, sampai seorang perwira Poltabes Manado datang
mencoba mendekati saya, hingga melakukan pengawasan ketat terhadap berbagai
kegiatan saya dalam Rutan.
Atas misteri penuh tekanan tersebut, kami bertekat mengadukan rekayasa
Mafia Hukum oknum-oknum Poltabes Kota Manado ke Jakarta. Maka anak tertua saya
: Risa Christie, mengambil inisiatif berjuang ke Jakarta dengan membawa surat
dan segepok laporan.
Di Jakarta Risa Christie yang mahasiswi Fakultas Hukum UNSRAT Manado
bersama ibunya menjambangi bukan saja ke Mabes Polri, namun berbagai Lembaga
Negara, termasuk KOMISI JUDICIAL, KOMPOLNAS, KOMNAS HAM dan organisasi
kewartawanan PWI-Reformasi dan Pemred Majalah Forum Keadilan, LBH Pers serta
Dewan Pers pun dilakukan.
Perjuangan anak saya di Jakarta, sampai harus menghentikan kuliahnya
beberapa bulan, didampingi ibunya. Mereka memasukkan surat dan laporan
kriminalisasi dari saya, termasuk surat keluhan keluarga atas kriminalisasi
Mafia Hukum.
Selagi istri dan anak saya berjuang di Jakarta, dirutan Poltabes Manado,
beberapa teman yang paling intens menjenguk saya, adalah teman yang
mengatasnamakan Forum Koresponden Nasional.
Mereka datang dengan pendekatan rasa simpati sebagai sesama teman wartawan,
membawa berbagai makanan dan minum kaleng yang cukup lumayan. Namun ternyata,
dibalik simpati mereka, ada pesan agar saya meminta maaf kepada Gubernur.
Saran yang mengejutkan saya dari teman-teman yang mengaku dari Forum
Koresponden Nasional tersebut, saya tolak. Mereka juga menyatakan, surat
permintaan maaf tersebut akan disampaikan lewat Kasatreskrim HR. Wibowo, dan
segera mengeluarkan saya dari Rutan Poltabes Manado.
Mereka begitu getol berusaha
membujuk saya. Dan yang paling sering mendatangi saya ada 3 orang, 2 orang pria
dan 1 orang wanita. Ketiganya teman saya wartawan yang mengatasnamakan Forum
Koresponden Nasional.
Dalam setiap kunjungan mereka di
Rutan Poltabes Manado, bujuk rayu selalu ada. Antara lain mereka katakan, “Hen
didalam ini kan siksa dan akan membuat ngana stress”, tandas mereka dengan
dealek Manado. Coba mengalah saja biar bisa dikeluarkan. Apalagi kasihan
keluarga menjadi tersiksa diluar.
Karena penolakan saya, mereka merubah arah design permintaan maaf menjadi
perdamaian dengan Gubernur. Berkali-kali atau sekitar 5 kali mereka mengusulkan
berdamai dengan Gubernur, dengan imbalan sejumlah kompensasi. “86” lah
istilah kerennya. Namun tawaran
damai yang datang berkali-kali tersebut, tetap saya tolak.
Atas penjelasan dan bujukan yang
tidak jelas alasan dan landasan berfikirnya, saya menjadi semakin penasaran dan
kian menarik untuk saya ikuti dan telusuri motivasi gerakan kelompok misterius
ini.
Saya meminta kepada mereka untuk diberikan penjelasan atau dasar alasan
perselisihan dengan Gubernur. Bila jelas, saya minta dicantumkan dalam klausul
perdamaian maka akan siap saya tandatangani. Namun surat perdamaian sebagaimana
usulan saya tak jua muncul.
Karena saya tetap menolak, mereka tak patah arang berusaha mendekati mertua
dan saudara saya, untuk mematahkan keteguhan hati saya yang tetap bersikukuh
berjuang mempertahankan keadilan dan kebenaran secara patut dan wajar menurut
Undang-Undang.
Tak cukup dengan membujuk saya,
mertua dan keluarga saya didekati untuk meluluhkan hati saya, agar mengikuti
keinginan mereka berdamai dengan Gubernur SH. Sarundajang. Gagal, anak terua
saya, juga didekati untuk meluluhkan hati saya.
Mareka menawarkan berdamai dengan
Gubernur, namun berkali-kali saya katakan, apa ada perselisihan saya dengan
Sarundajang kemudian kita harus berdamai. Namun dengan alasan yang tidak jelas,
mereka tetap memaksakan diri agar saya mau berdamai dengan Gubernur. Bahkan
mereka menyatakan, Hen pokoknya mo “86” lah dengan ngana.
Namun tawaran damai tersebut
tetap saya tolak karena tidak ada alasan dan dasar yang jelas. Tak patah arang,
mereka mendekati mertua saya agar dapat membujuk saya agar mau berdamai dengan
Gubernur. Bahkan nominal yang dijanjikan kepada ibu saya, tak tanggung-tanggung
sekitar 650 juta rupiah. Kepada anak tertua saya Risa Christie -pun, didekati
agar bisa membujuk ayahnya agar mau berdamai.
Apalagi bila upaya damai dengan Gubernur, dihubungkan dengan sangkaan
rekayasa kepada Ir. Recky Toemandoek, MM Kadis Kimpraswil Pemprov. Sulut yang
tak jelas korelasi hubungan sebab musababnya, saya tetap bersikukuh bertahan
meminta penyelesaian secara hukum atas siasat kriminalisasi yang mereka
lakukan.
Maksud saya pula, agar tabir berbagai keganjilan dan tindakan misterius
berbagai Mafia Hukum yang menyusup kedalam institusi kepolisian, benar-benar
bisa ditemukan dan terbuka lewat forum persidangan di Pengadilan.
Lantas, bila ditilik dari
kegiatan kami melakukan penyelidikan tragedi pembunuhan sadis DR. Ir. Oddie
Manus, MSc, dihubungan dengan 2 kasus rekayasa : saksi penyelundupan senjata
dan laporan pengancaman dan pemerasan Kadis Kimpraswil Prov. Sulut, ada
hubungan apa dengan tawaran damai yang dilakukan orang-orang yang
mengatasnamakan SH. Sarundajang.
Akibat penolakan saya yang begitu gigih, sejak itu saya memperoleh ancaman
dan tekanan dari sistem institusi Poltabes Manado. Entah karena kebijakan
perorangan atau apakah instruksi sistem atau Mafia Hukum, saya tidak tahu.
Apalagi bila dihubungkan dengan
upaya saya dan kawan-kawan membongkar kasus penculikan dan pembunuhan Oddie A.
Manus, kemudian bereaksi kelompok tertentu yang diduga melibatkan oknum
Poltabes Manado dengan melakukan culik sekap dan pemenjaraan kepada saya.
Dari proses hukum yang
menyimpang, diikuti dengan peniadaan hukum lewat jalan damai. Jelas dapat saya
simpulkan adalah permainan sepak terjang Mafia Hukum. Yang dalangnya, patut
diduga Gubernur SH. Sarundajang. Cuman apa alasannya. Semua pertanyaan ini
masih memerlukan jawaban riiel dan kongkrit karena sangat misterius.
Dibawah cengkraman rekayasa
tindak pidana oleh Mafia Hukum yang berada dan terbangun dalam institusi
Pemerintah, rentetan rekayasa (1,2 dan 3) itu, mulai membangun dugaan dan
kecurigaan terkait dengan upaya membungkam saya, karena membongkar kasus
penculikan dan pembunuhan DR. Ir. Oddie Manus, MSc. Soalnya hanya dengan TPF
BULIKT’S kegiatan saya di Sulut yang kontroversial sifatnya, bila dihubungkan
dengan kriminalisasi misterius berkali-kali.
Indikasi lain yang menguatkan
kecurigaan saya, adanya informasi bahwa pejabat yang pernah menginstruksikan
penelusuran pencarian DR. Ir. Oddie Manus, MSc, juga sempat terekayasa sebagai
pembunuh. Kini pejabat inipun masuk
penjara. Mengapa ?.
Ada apa ?. Apakah terkait endusan pembunuhan DR. Ir. Oddie A Manus,
MSc ?.
Foto : 1. Di JAKARTA
Memanfaatkan open house Idul fitri, melaporkan ke Presiden
Foto : 1. Di JAKARTA
Melapor ke Komisi III
DPR RI.
Bab. I
Rekayasa III Ancam Gubernur
Karena usulan permintaan maaf dan perdamaian kepada Gubernur SH.
Sarundajang saya tolak, apalagi saya tetap bersikukuh berjuang dan melaporkan
rekayasa ke Jakarta, maka sejak itu, saya mulai memperoleh pengawasan secara
ketat, ancaman dan tekanan.
Klimaksnya, suatu waktu pihak Poltabes Manado menciptakan design pembatasan
kunjungan baik waktu maupun cara berkomunikasi hanya lewat lubang kaca, yang
nampaknya membelenggu tahanan. Akibatnya terjadi protes dari tahanan.
Dampaknya, protes dari para tahanan Poltabes Manado, dituding bahwa saya
sebagai penggerak aksi. Apalagi, saya merupakan hukum tua tahanan, maka sebagai
penanggungjawab saya dikekang lewat tindakan kejam Mafia Hukum Poltabes Manado
dengan mengkarantina saya orang tidak bersalah. Betul-betul tindakan Mafia
Hukum busuk keji dan kejam hanya karena pesanan tertentu.
Padahal kesalahan kebijakan yang tidak biasanya ini, diduga sengaja
didesign untuk mengekang dan menghambat perjuangan saya. Sehingga pancingan kamuflase
agar terjadi gerakan perlawanan, dapat dijadikan alasan untuk dikarantina.
Walau begitu bengis dan kejam tindakan oknum yang dapat mengendalikan
kamuflase manajemen institusi Poltabes Manado, saya tidak takut dan gentar dan
tetap berjuang melawan kebusukan dan kejahatan tindakan orang-orang bengis yang
dibeli dan dijadikan centeng orang tertentu. Laporan ke Jakarta terus saya
dorong dimaksimalkan kepada istri dan anak saya.
Karena masih terus mengumbar kekuasaan dan memanfaatkan kekuasaan dan jabatan
agar saya bisa dibungkam, terdengar adanya rencana rekayasa tindak pidana untuk
ketiga kalinya. Dimana sebelumnya, telah didahului dengan ancaman dan adanya
laporan baru.
Dari hembusan rancangan rekayasa
ketiga kali ini, juga sudah ada ancaman pembunuhan yang disampaikan anak saya
Risa Christie Peuru Mahasiswi Fakultas Hukum Unsrat sebelum melapor ke Jakarta,
bahwa akan ada orang yang disusupkan kedalam tahanan untuk membunuh saya.
Kemudian menyusul informasi baru
dari anak saya, “papa akan dilaporkan kasus baru,” tandasnya menyampaikan atas
informasi yang diperoleh dari pengacara kakak tingkatnya disuatu waktu saat
proses Praperadilan. Namun saya katakan kepada mereka, bahwa seratus
laporan-pun saya tidak takut.
Ternyata ancaman tersebut bukan
bualan, sebab menjelang 5 hari lagi saya akan dipindahkan kepenjara Kelas II A
Manado – Malendeng, tepatnya pada tgl 26 April 2008 saya di BAP lagi atas kasus
rekayasa ketiga (III), berdasarkan laporan Boy Watuseke, SH tertanggal 1 April
2008. Disini agak cantik, tapi busuk adminitrasinya.
Laporan rekayasa ketiga (III) adalah pencemaran nama baik Gubernur yang
“konon” menurut pelapor Boy Watuseke, SH. Ka. Biro Hukum Kantor Gubernur
Pemprov. Sulawesi Utara, terjadi pada kegiatan WOC dikantor Bappeda pada
Februari 2007.
Saya kemudian di BAP terkait
dengan perbuatan tindak pidana yang dikenakan dengan pasal 315 dan 310 KUHP.
Dimana pada proses pemeriksaan saya didampingi pengacara Moses Riupassa, SH.
Pada episode rekayasa ketiga (III) nampaknya penyidik Poltabes Manado, mulai anggun dan menghormati hukum.
Foto : 1. Poltabes Manado
2. Gubernur
Bab 2
Vonis Bebas Murni Rekayasa II
Setelah dikalahkan secara tidak
benar lewat instrumen hukum Praperadilan, kemudian didesign lagi rekayasa
tindak pidana ketiga (III). Namun saya bertekat dan tetap bertahan berjuang
mencari keadilan, sampai kapanpun dan dimanapun.
Karena masa penahanan kedua (2)
akan berakhir atau entah dianggap pemeriksaan sudah lengkap, dilakukan proses
pelimpahan berkas perkara dan tersangka rekayasa dari Rutan Poltabes ke Rutan
kelas II A Manado Malendeng oleh begundal Mafia Hukum Sulut.
Menjelang memasuki bulan ke-2 dipenjara
Malendeng, proses persidangan kasus rekayasa (II) pengancaman dan pemerasan
yang dilaporkan Ir. Recky Toemandoek, MM, mulai persidangannya di PN. Manado.
Proses persidangan berjalan tidak
memenuhi syarat kelengkapan alat bukti yang sah menurut tata cara perundangan
yang berlaku. Dimana dari keempat saksi
bukan saksi yang dihadirkan termasuk saksi korban, hanya 3 orang saksi
testimonium yang hadir.
Saksi yang dihadirkan, adalah
saksi rekayasa yang tidak mendengar melihat dan mengalami sebagaimana yang
diisyaratkan menurut KUHAP pasal 1 butir 27. Sementara saya menghadirkan 2
orang saksi meringankan dari 4 saksi yang telah dijadwalkan.
Pemeriksaan pertama, dilakukan
kepada saksi korban yang dua (2) kali menghindar dengan alasan tugas ke Jakrta
dan mendampingi Menteri, namun atas perintah Ketua Majelis Hakim Frans Liemena,
SH. MHum yang juga wakil PN. Manado, dengan tegas meminta Jaksa menghadirkan
secara paksa, akhirnya Saksi “katanya” korban Ir. Recky Toemandoek, MM, dapat
diperiksa pada pemeriksaan ketiga kalinya.
Kemudian pada persidangan
berikutnya pemeriksaan dilakukan terhadap 2 orang saksi yaitu Ir. Eddy Kenap
dan Robert Wolok (Alm) Humas Kimpraswil Prov. Sulut. Dimana berdasarkan cross
examination sebagai saksi ternyata, mereka tidak mengetahui, mendengar dan
tidak berada ditempat kejadian. Sehingga yang terjadi saksi palsu tersebut
cendrung memberikan keterangan yang lahir dari pikirannya sendiri, atau
bertentangan menurut pasal 242 KUHP dengan beraninya memberikan keterangan
palsu. Sementara Ir. Johny Wenur tidak dapat dihadirkan.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
atas dua (2) orang saksi meringankan yaitu Rosna Ladjaman wartawan Patroli dan
John Lalonsang Kepala Perwakilan Tabloid Jejak.
Hasil pemeriksaan tidak satupun
fakta persidangan yang membuktikan adanya tuduhan Jaksa Penuntut Umum yang
benar. Bahkan mencuat adanya skenario rekayasa oleh kepentingan tertentu
dipersidangan. Sehingga, diduga didalangi kepentingan Mafia Hukum yang
berkaitan dengan pembunuh DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc.
Ketua Majelis Hakim Frans
Liemena, SH, MH, dihari terakhir persidangan, sempat diancam via hand phonenya
sebagaimana pengakuannya dipersidangan hari terakhir usai pembacaan pledoi,
saat saya akan dibebaskan demi hukum (BDH).
Ketika saya dikeluarkan demi
hukum, sekitar 2 bulan saya berkelana di Jakarta menggantung vonis PN. Manado,
melaporkan semua rekayasa yang dilakukan Mafia Hukum Sulawesi Utara keberbagai
Institusi Negara bahkan LSM.
Saya dan istri terus berjalan
dari hari kehari melaporkan semua kejadian yang menimpa saya. Hal tersebut saya
lakukan, agar istri saya dapat mengetahui dimana tempat untuk melapor bila ada
kejadian tertentu dikemudian hari, bila ada rekayasa menjelang vonis.
Usai melapor selama sekitar 2
bulan, saya kemudian kembali ke Manado, mengikuti sidang vonis. Hasilnya, saya
diputus bebas murni (vrijsprak) oleh majelis hakim yang diketuai Frans Liemena,
SH., MHum PN. Manado pada hari Senin, tanggal 15 Desember 2008. Putusan ini,
merupakan jawaban klimaks dari kontroversi Praperadilan yang penuh rekayasa
yang dilakukan oleh hakim tunggal Rohendi, SH yang mengalahkan upaya hukum
Praperadilan saya.
Foto : Sidang dgn pak Recky
Recky Toemandoek
Foto :
Sidang Rekayasa II atas laporan Ir. Recky Toemandoek, MM
Bab 3
Rekayasa IV
Aniaya Polisi
Ditangkap
ala Teroris II
Ketika saya memperoleh putusan
bebas murni atas kasus rekayasa kedua (II) pada tanggal 15 Desember 2008, saya
ditangkap lagi pada tanggal 4 Februari 2009 dengan skenario baru Rekayasa
keempat (IV), saat saya akan mengawal kontra Memori Kasasi ke Jakarta.
Dimana sebelumnya, rancangan penangkapan dengan settingan design rekayasa
tindak pidana ke-IV telah dirancang pada tanggal 17 Januari 2008. Rancangan
penangkapan ala teroris kali ke-2 ini, modusnya hampir sama dengan memanfaatkan
teman wartawan yang kualitas moralnya, mudah menjual diri.
Design rekayasa ke-IV ini, bermula kontak via hand phone yang meminta saya
bertemu di Rumah Kopi Wella pada Sore hari. Bersama saudara saya mengarah
kerumah kopi Wella. Disana terlihat salah seorang perwira Polda. Namun
tiba-tiba kontak berubah kemudian mengarahkan saya agar ketemuannya di kantor
PWI Cab. Sulut.
Disana kami bertemu, namun tak jelas arah pembicaraannya. Kondisi ini
melahirkan analisa dan perasaan tidak enak, bahwa akan ada sesuatu rancangan
yang tidak beres. Saya lantas keluar meninggalkan PWI. Isyarat teman saya
lainnya yang tidak terkontaminasi, memberi signal, agar berhati-hati karena ada
sekelompok orang yang menguntit.
Benar terjadi pengejaran oleh 3 orang kelompok profesional tersebut dengan
menggunakan kendaraan kijang ladbak terbuka, dari PWI hingga ke Cave Leker Jl.
Sam Ratulangie Wanea.
Untung design jebakan dari sekolompok Wartawan Mafia yang kongkow di markas
PWI tersebut dapat saya hindari. Saya sigap dan menghindar menghilang memutar
balik kearah Sario, masuk kebeberapa lorong, hingga akhirnya dapat melepaskan
diri dari pengejaran. Upaya penangkapan tersebut diduga untuk menghambat saya
melakukan upaya hukum membuat dan memasukan Kontra Memori yang akan berakhir
pada hari Selasa tanggal 20 Januari 2009.
Menyadari adanya upaya hambatan dari jaringan Mafia Hukum tersebut, saya
berupaya menyusun kontra memori sendiri secepatnya. Soalnya, pengacara saya
menghilang. Yang saya duga telah terkontaminasi dan ikut mempersulit pemasukkan
kontra memori.
Akhirnya, upaya saya berhasil menyelesaikan kontra memori dan memasukkannya
pada hari Senin tanggal 19 Januari 2009. Perkembangan penanganan berkas kasasi
di PN. Manado, terus saya pantau dan berencana mengawalnya sampai ke Mahkamah
Agung.
Memasuki waktu keempat belas (14)
hari batas pengiriman berkas ke Mahkamah Agung, tepatnya tanggal 4 Februari
2009, saya-pun berencana mengawal ke Jakarta. Namun hari naas kali ke-2, saya
ditangkap lagi dirumah di Desa Boyong Atas, oleh 8 orang Buser Poltabes Kota
Manado berpakaian preman didampingi seorang polisi Polsek Kec. Tenga.
Penangkapan dilakukan sekitar jam
4 subuh dengan mengepung rumah saya ala seorang teroris atau penjahat besar
yang memiliki pengawalan ketat dengan anak buah bersenjata. Buser Poltabes Kota
Manado tersebut berkendaraan 2 mobil Kijang, warna merah dan biru.
Sebagian berjaga-jaga mengitari
rumah ujar tetangga menyampaikan kejadian disubuh hari antara jam 4 – 5.30
Wita. Sementara 3 orang mengetuk pintu dan memaksa masuk rumah, walau kami sekeluarga masih tidur.
Ketika saya sedang mengontak
pengacara saya di Manado, mertua saya yang lagi sakit, menjadi kaget dan
ketakutan. Sementara kedua anak saya yang berumur 8 tahun dan 14 tahun menjadi
takut dan menangis atas ulah Polisi yang ingin menangkap ayah mereka yang tidak
bersalah.
Bukan saja memaksa masuk kerumah,
namun 2 orang oknum buser menerobos memaksa masuk kedalam kamar dan menyeret
saya keluar seperti binatang hingga kaki saya diseret dan menyebabkan paha kaki
kanan memar dan jempol kanan mengalami luka.
Bahkan anak saya kedua Prasetyo
hanya bisa terpaku ketakutan disudut tempat tidur sambil berusaha menahan saya,
sementara anak ketiga Moris berumur 8 (delapan) tahun mengalami sikutan ketika
berusaha menahan lengan saya atas pemaksaan sadis dan kejam oleh oknum buser
Poltabes Manado, hingga dia jatuh pingsan. Dengan pakaian tidur tanpa sendal
saya diseret keluar kamar hingga kejalan dan dimasukkan ke mobil, hingga
menyebabkan paha kana memar dan jari jempol luka.
Aneh bin misterius dan sangat tak
masuk akal, penangkapan tersebut sebagaimana surat penangkapan yang ditunjukkan
kepada saya terkait dengan perbuatan melawan petugas Polantas pasal 211 dan 335
KUHP, yang tidak pernah saya lakukan, harus ditangkap ala Teroris dan penjahat
besar.
Setelah saya ingat-ingat, adalah
kejadian 20 hari berselang. Dugaan saya, adalah pelanggaran lalu lintas tanpa
menggunakan helm pada tanggal 14 Januari 2009 yang dijadikan alasan rekayasa.
Cuman bagaimana logikanya, tanpa melalui mekanisme sesuai standar operasional
prosedur, sebagaimana diatur sesuai KUHAP.
Belakangan saat proses
persidangan (setelah kira-kira 3 tahun diendapkan Poltabes Manado), terjadi
manipulasi fakta hukum, dari melawan petugas, menjadi melakukan percobaan
penganiayaan kepada petugas/ polisi. Ruaaaar biasa.
Penangkapan tanpa melalui
mekanisme surat panggilan secara patut tersebut, dilakukan dengan tindakan yang
sangat keras dan kejam. Disamping tidak mempunyai etika dan sopan santun saat
orang masih tidur.
Lantas bagaimana logika dan korelasi
atas pelanggaran Lalu Lintas bisa dimanipulasi fakta hukumnya menjadi tindak
pidana yang luar biasa ?. Beberapa masyarakat yang sempat mendengar ocehan
beberapa oknum yang berjaga diluar rumah, menyatakan bahwa kami harus membawa
Henry ke Manado, karena perintah Gubernur. Dari sana, saya menyadari dan
menduga betapa misteri besar ini mempunyai hubungan sebab musabab yang luar
biasa dengan endusan saya atas kasus pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus,
MSc.
Pagi itu sekitar jam lima (5),
saya digiring ke 8 Buser Poltabes Kota Manado yang dikomandai Marwan Gembong,
dengan hanya memakai pakaian tidur. Mungkin pola ini dilakukan agar saya stress
dan akhirnya menyerah atas upaya damai dari kelompok Mafia Hukum Sulut, yang
terus saya tolak.
Pada jam sembilan (9) pagi kami
tiba di Poltabes Manado tanpa alas kaki. Dan tanpa basa-basi, saya langsung di
BAP tanpa didampingi pengacara. Saya menurut saja, karena misteri ini harus
saya jalani dan lalui untuk mencari
jawabnya. Memang perjuangan mencari kebenaran dan keadilan ini, butuh
pengorbanan, guman saya dalam hati. Hal ini juga yang saya sampaikan pada
keluarga untuk menguatkan mereka dari kekejaman dan kebengisan para Mafia Hukum
Sulut yang menyusup diinstitusi kepolisian.
Rekayasa kasus ke-IV yang
dibarengi dengan tindakan biadab dan kejam ini, dilakukan diera Kapoltabes
Kombes Lumowa yang kemudian menjabat Dirlantas Polda Metro Jaya. Seminggu
kemudian, terjadi penggantian Kapoltabes Kota Manado dari Lumowa ke Kapoltabes
Aridan Roeroe. Saya tetap dipenjarakan selama 2 bulan kurang 4 hari.
Bab 4
Bantuan KOMPOLNAS
Atas ulah kejam anggota buser
Poltabes Manado, saya melaporkan kepada Wakapolres Kombes Hendra Supriatna
(kini di Mabes Polri) dan Propam Poltabes dan meminta dilakukan visum. Namun
hingga seminggu laporan saya tak juga digubris pihak Poltabes Manado, walau
telah dilaporkan ke Wakapolres Hendra Supriatna.
Diabaikan, saya meminta mertua
saya melapor ke Propam Polda Sulut. Mertua saya kemudian baru diperiksa. Dimana
paha dan jempol kaki saya yang memar dan luka divisum di RS Bayangkara.
Sayangnya, sampai saat ini, tak ada kelanjutannya hingga buku ini diterbitkan.
Kami kemudian memutuskan langkah
selanjutnya, harus dilaporkan ke Mabes Polri atau yang terkait dengan rekayasa
kerja Polisi di Sulut. Di Jakarta, untuk
kriminalisasi kali keempat ini, istri saya bersama anak saya Risa Christie
berjuang dan melaporkan lagi keberbagai Lembaga Negara termasuk keorganisasi
Pers dan Dewan lembaga Pers di Jakarta.
Anak saya mahasiswi Hukum Unsrat,
terpaksa harus menghentikan kuliahnya, datang ke Jakarta ikut berjuang melaporkan
kriminalisasi oleh kelompok Mafia Hukum Sulut yang busuk kejam dan biadab ini.
Hasil perjuangan istri dan anak
saya, hanya pihak KOMPOLNAS yang peduli dan serius menangani laporan kami serta
melakukan pemeriksaan. Laporan kami langsung diterima dan didengar
keterangannya oleh Bapak Adnan Pandu Paraja, SH,.LLM.
Oleh Pak Pandu, setelah
memeriksa, meneliti laporan dan mendengar keterangan istri saya, kemudian
menanyakan, “apakah ibu mau di TV-kan,” tanya pak Pandu. Mendengar pertanyaan
tersebut, tanpa pikir panjang, istri saya secara spontan langsung menyatakan
bersedia. KOMPOLNAS lantas mengagendakan dialog lewat programnya Jalur 259 KOMPOLNAS
di TV One.
Kapoltabes Kota Manado Bapak
Aridan Roeroe-pun diundang ke Jakarta. Namun sebelum ke Jakarta, Kapoltabes
menyempatkan diri 2 kali menemui saya. Dan dia sempat menanyakan pengetahuan
saya tentang hubungan benang merah antara Gubernur SH. Sarundajang dengan saya
dan kematian DR. Oddie A. Manus, MSc.
Didampingi para petinggi Poltabes
Kota Manado, saya menjelaskan, entahlah, “hanya kok tiba-tiba Gubernur begitu
gusar dan gerah kepada saya, ketika saya membentuk Tim untuk mengendus
pembunuhan Oddie Manus,” tandas saya. Dimana kegerahannya, dari indikator
orang-orangnya berkali-kali meminta damai dengan saya, sementara kami tidak
berselisih. “Disitulah misteri benang merahnya,” jelas saya.
Akhir Maret 2009, dialog
Kapoltabes Bapak Aridan Roeroe, Pengacara dan istri saya dengan KOMPOLNAS
ditayangkan secara langsung di TV One. Selang empat hari kemudian saya
dikeluarkan dari kekejaman penjara Rutan Poltabes Kota Manado.
Foto : Rumah dan Buser
Scane surat penangkapan 8 org Buser
Bab 5
Damai Embeli Ancaman Rekayasa V
Setelah saya dibebaskan dari
pemenjaraan di Rutan Poltabes Kota Manado usai tayangan melalui program dialog
Jalur 259 TV One KOMPOLNAS, saya dibawa ke Kejari Manado, sebagai bagian
penyerahan terdakwa dan berkas perkara atas kasus Rekayasa III pada tanggal 1
April 2009. Sementara kasus Rekayasa IV yang dijadikan alasan penagkapan, tak
jelas juntrungnya.
Ketika itu, tidak dilakukan
penahanan. Hanya secara lisan, pihak Kejari yang ditangani oleh Rielke Palar,
SH, mengatakan kepada saya sebagai status tahanan kota. Sampai beberapa waktu,
suasana kasus rekayasa III dan IV ini, senyap tanpa kabar berita.
Saya kemudian kembali ke Jakarta,
dua (2) minggu kemudian saya bersama istri tampil lagi untuk yang kedua kali
diacara program KOMPOLNAS TV One pada tangga 17 April 2009.
Anehnya, pada tanggal 18 April
2009, saya diajak berdamai dengan Gubernur oleh Boy Sompotan via hand phone
yang kemudian diberi kepada Michel Umbas mantan anak buah saya di Tabloid
JEJaK, yang menjelaskan maksud pertemuan dengan Gubernur untuk berdamai. Soal
permintaan bertemu, “saya tidak siap karena saya lagi kerja,” tandas saya pada
mereka.
Tak patah semangat, keesokannya
tanggal 19 April 2009, kembali mereka menelephon saya. Melalui Lexy Karel, meminta dengan sangat,
“Gubernur minta bertemu dengan ngana,”
tandasnya dalam dialek Minahasa Manado. Namun permintaan tersebut saya
tolak, masih dengan alasan yang sama.
Sekitar jam 6 malam, untuk yang
ketiga kalinya, kembali Lexy mengontak saya untuk meminta bertemu dengan
Gubernur. “Tolong Hen, biar ngana ingat pa kita jo sebagai teman yang so
jauh-jauh datang dari Manado hanya mo cari ngana, nanti torang merapat dekat
ngana tinggal,” tandasnya meminta dalam
dialek Manado Minahasa.
Karena Lexy meminta dengan
sangat, sebagai teman yang sama-sama KKN dimasa kuliah dulu, saya akhirnya
mengiyakan dan menentukan pertemuan di Lebak Bulus pada jam 19.00 Wita, usai
saya kerja. Kami akhirnya bertemu di Lebak Bulus. Lexy bersama seorang pejabat
Pemprov. Sulut yang dikenalkan bernama Steven Liow, sementara saya bersama
istri dan anak buah saya. Dari sana, ternyata bukan hanya bincang-bincang,
namun mereka membujuk bertemu dengan Gubernur di Hotel Borobudur.
Saya-pun dengan terpaksa
mengikuti kemauan mereka, dimana setiba di hotel Borobudur, saya disambut oleh
Kres Talumepa ka. Biro Hukum Pemprov. Sulut, Freddy Roeroe, Mechel Umbas, di
lobi hotel dengan jamuan yang sudah disediakan. Namun tawaran mereka tidak saya
cicipi, karena saya tetap waspada.
Pertemuan akhirnya berlangsung di
Lt. 18 dimana saya bersama istri disatu meja dengan SH. Sarundajang, sementara
Ka.Biro Hukum Chres Talumepa, Humas Gub. Steven Liow dan 3 orang wartawan
Freddy Roeroe, Lexy Karel dan Michel Umbas dimeja yang lain dan seorang ajudan
bernama Franky, berdiri jauh dari kami. Anak buah saya tetap menguntit dan
memantau pertemuan kami atas perintah isyarat saya.
Pada pertemuan itu, Gubernur SH.
Sarundajang -masih dengan modus yang sama seperti sebelumnya minta damai
diembeli ancaman-, menyatakan telah melaporkan saya ke Polda Metro Jaya. “Namun
kalau mau berdamai saya akan cabut laporan tersebut,” tandasnya. Tawaran damai
dengan embel-embel ancaman, tersebut membuat perasaan saya tak sedap, dan
sedikit berhati-hati.
Atas tawaran damai dibarengi
ancaman, saya tolak secara halus, dengan meminta waktu untuk saya
pertimbangkan. Alasannya, saya masih perlu istirahat karena baru keluar dari
penjara dan butuh waktu untuk berkumpul dengan keluarga.
Banyak hal yang kami bicarakan
termasuk tudingan SH. Sarundajang, bahwa saya menuduhnya membunuh Oddie Manus,
-yang rupanya tudingan itu yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Namun saya
tegaskan padanya, saya tidak pernah menuduh demikian. Bahkan saya balik
menyatakan, “justru saya menjadi heran kok bapak melakukan kriminalisasi kepada
saya berulang-ulang, ketika saya mengendus kasus kematian sadis Oddie Manus,
ada apa dengan kerja saya ?” tegas saya mempertanyakan perlakuannya kepada
saya. Disini keheranan saya. “Apalagi, saya tidak berselisih dengan bapak,”
jelas saya kepadanya. Namun Gubernur membantah bahwa itu bukan ulahnya, melainkan ulah anak buahnya.
Pertemuan tanpa kesepakatan ini,
ternyata berlanjut hingga keesokan harinya. Istri saya melaporkan kepengacara
yang mendampinginya di TV One yang akhirnya ikut terlibat dalam rangkaian
pertemuan damai tersebut. Bahkan sampai-sampai melibatkan sekertaris Jendral
PGI.
Foto : htl Borobudur
Bab 6
Mafia Hukum Bawa (“Sandera”) Anak
Gagal melakukan upaya damai di
Jakarta. Di Manado, tak sabar menunggu jawaban saya yang lagi butuh waktu
istirahat setelah dipenjara, ternyata mereka mengincar ketiga anak-anak saya.
Informasi ini saya ketahui, dari Jefry Tampomalu beberapa waktu kemudian.
Menurutnya, Steven menyuruhnya untuk mencari tahu alamat kost, nomor hand phone
anak saya yang kuliah di Manado. Rupanya, anak-anak saya dijadikan target
operasi (TO).
Kemudian mereka membuntuti
kegiatan anak saya dan berlanjutnya dengan upaya mendekati anak tertua saya :
Risa Christie di Manado dengan berbagai cara. Tak cukup anak tertua saya jadi
TO, mereka masih menelusuri keberadaan 2 adiknya yang tinggal bersama Oma dan
Opa mereka di desa Boyong Atas.
Setelah memperoleh informasi
keberadaan anak-anak saya, mereka kemudian mendekati dan melakukan upaya bujuk
rayu membawa jalan-jalan ke Mall, hingga mereka disiasati dibawa (“sandera”)
kerumah dinas Gubernur SH. Sarundajang. Disana, ketiga anak-anak saya
dihadapkan kepada Gubernur.
Gubernur kemudian memburuk-buruk
tentang papa mereka disertai ancaman antara lain, dengan menceritakan ayah
mereka keras kepala. Dan pernyataan ancaman tersebut : Agar ayah mereka mau
berdamai dengannya (Gubernur). “Kalau tidak akan terjadi sesuatu,” tandasnya.
“Bukan Om loh yang lakukan tapi orang lain,” jelasnya lebih lanjut. Banyak lagi
hal-hal buruk yang dipengaruhi Gubernur kepada anak-anak saya, namun belum
saatnya diungkapkan.
Bukan cuman membawa (“sandera”)
ketiga anak saya dirumah Gubernur, namun setelah itu, merekapun memaksa anak
tertua saya : Risa Christie yang sedang kuliah dibawa (dijadikan “sandera”) ke
Jakarta dan memaksanya agar dapat memaksa saya mau bertemu dengan Gubernur.
Dimana adik keduanya Prasetyo diberi dana sebesar 2,5 juta rupiah sebagai bujuk
rayu dan di Jakarta kakak mereka diberikan oleh Gubernur sebesar antara 10 juta
rupiah sambil memberikan ultimatum ancaman, agar terjadi pertemuan dengan
papanya. Mereka yang memaksa membawa anak saya : Steven Liow, Novel L dan turut
dan atau sebagai intelektual dadernya SH. Sarundajang.
Di Jakarta, anak saya wanita
dibawa ke Hotel Arya Duta, dari sana dia menelepon saya, bahwa dia telah berada
di Jakarta di Hotel Arya Duta. Saya menjadi kaget dan berhati-hati, karena
dalam cengkraman mereka, karena takut diapa-apain, karena saya sudah cukup tahu
kejahatan dan kekejian mereka sebagaimana yang dilakukan kepada saya. Hal itu
kemudian saya sampaikan ke ibunya, dan memintanya untuk ke Hotel Arya Duta.
“Hati-hati mendekati mereka,” sambil mengingatkan istri saya tentang perilaku
jahat mereka.
Dari Hotel Arya Duta, mereka
meminta bertemu dengan saya, namun saya katakan ketemuannya di Lobi Sutan Raja.
Saya berfikir dari sana, anak saya bisa langsung saya bawa kerumah. Anehnya,
bukannya ketemuan, mereka pindah tinggal di Hotel Sutan Raja. Kami bukannya
ketemuan untuk suatu pembicaraan, namun mengajak saya tinggal. Saya kembali kerumah dan melalui hand phone,
meminta istri saya agar membawa anak kami kerumah. Pejabat ini (Steven Liow)
dan kaki tangannya, malah ikut dan tidur dirumah saya yang sempit. Terus
membujuk saya agar bisa ketemu dengan Gubernur. Karena begitu nekat, saya
turuti saja kemauan mereka, agar bisa lepas dari rongrongan mereka.
Memang, sebelumnya mereka
menggunakan mantan teman dekat saya, Herman Manua datang ke Jakarta membujuk
saya bertemu dengan Gubernur, namun saya tolak. Kemudian beralih memanfaatkan
anak-anak saya yang lugu dan tidak ada hubungan dan tidak tahu apa-apa.
Pertemuan kedua kali ini
berlangsung di hotel Borobudur, dengan menjadikan anak wanita saya sebagai
“sandera”, akhirnya dengan terpaksa saya harus melayani pertemuan dengan
Gubernur di hotel Borobudur lt. 18 dan berakhir tanpa kesepakatan. Soalnya,
dalam surat perjanjian yang mereka tawarkan agar saya tanda tangani, usul meminta
agar mencantumkan dalam klausul perjanjian, alasan atau dasar kesalahan atau
perseteruan apa yang menjadi pokok perdamaian antara saya dengan SH.
Sarundajang, tidak disanggupi. Sehingga saya menolak tawaran damai mereka.
Modus perdamaian yang sama dengan
kelompok Angkatan 66, antara SH. Sarundajang dengan Eksponen 66, ingin
dilakukan kepada saya. Namun, perbedaan klausul inilah yang kemudian
mementahkan keinginan SH. Sarundajang. Dan berakhir tanpa kesepakatan.
Dampak dari perbuatan Mafia Hukum
yang diduga melibatkan Steven Liow, Novel dan SH. Sarundajang, kini membuat
anak kedua sakit : Tekanan Mental dan 2 diantaranya sekolahnya harus terhenti :
Berantakan, karena ancaman.
Dasar keadilan dan kebenaranlah yang menjadi landasan tekat perjuangan
saya tanpa lelah dan gentar menghadapi berbagai ancaman, kekerasan penculikan
penyekapan dan pemenjaraan sekalipun.
Foto : Hotel Borobudur, Hotel
Arya Duta dan Hotel Sutan Raja.
Bab 7
Sulitnya Melapor Ke Polda Sulut
Atas kejadian yang menimpa kedua
anak kami, pada tanggal kami
sekeluarga melapor ke Mabes Polri. Disana diterima oleh salah seorang
berpakaian preman yang tidak sempat saya ketahui namanya, kemudian dia
menyarankan segera dilaporkan ke PPA Mabes POLRI.
Kami kemudian ke PPA, namun
berdasarkan hasil pembicaraan kami disarankan melaporkan ke Polda Sulut, karena
menurut pihak PPA sesuai dengan locus delictie. Sehingga harus dilaporkan ke
Polda Sulawesi Utara.
Sambil mencari biaya, saya
berusaha melapor ke Sulut. Di Sulut, kemudian saya melaporkan ke Polda Sulawesi
Utara. Dan saya diarahkan ke Unit III Polda Sulut. Namun saya bertanya, mengapa
pemeriksaan bukan dilakukan oleh PPA, namaun dikatakan sama saja.
Selama itu, belum juga dilakukan
pemeriksaan. Sampai saya harus bertanya berkali-kali. Bahkan ketika kami
menyerahkan ke LBH Manado, bukan jalannya lancar malah makin tersendat, LBH
Manadio tak setiap ditanya, selalu menyatakan sibuk. Padahal, waktu minta surat
kuasa dan berkas pendukung lainnya, cepatnya luar biasa.
Suatu waktu, setelah beberapa bulan
kemudian dipanggil untuk BAP, namun yang terjadi pembuatan BAP rekayasa yang
terjadi, sehingga terjadi pertikaian dengan penyidik. Sehingga kami harus
melapor ke Propam, namun sampai saat ini tidak ada tindak lanjut sama sekali.
Yah maklum rakyat kecil, hukum hanya untuk rakyat kecil !.
Setelah itu, tak berapa lama
kemudian, dikeluarkan surat laporan perkembangan laporan yang tidak jelas
alasan dan juntrungnya. Batapa duit begitu berkuasa. Sementara saya tanpa
alasan yang jelas malah langsung dipenjarakan setelah diculik dan disekap. Ada
apa dengan Polisi kita ?. Dibayar ?.
Scane koran BAP anak Risa
Bab 8
Dihambat dan dipenjarakan Lagi
Sementara mengikuti dan menjalani
semua proses hukum yang sedang berlangsung di Sulawesi Utara, sebagai wartawan
saya tetap melakukan kegiatan kewartawanan saya dengan Media Online
Jejakbulikts.com milik saya.
Sayangnya, berbagai kegiatan saya
selalu saja dihambat dan dihalang-halangi. Namun begitu, saya tetap berkarya
dan tegar menghadapi apa yang mereka lakukan kepada saya. Bahkan upaya
pengeroyokan baik oleh preman maupun sekelompok wartawan yang diduga centeng,
karena menolak tawaran berdamai dengan Gubernur yang difasilitasi wartawan
tertentu, tidak membuat saya marah dan membalas kejahatan dengan kejahatan.
Semua bentuk kekerasan yang
mereka lakukan kepada saya, tidak saya balas, melainkan upaya hukum sebagaimana
diatur menurut tata cara perundang-undangan yang saya tempuh.
Cuman, karena diduga dilindungi
orang kuat tertentu, semua laporan tidak ada yang ditindaklanjuti oleh pihak
kepolisian baik Polda Sulut maupun Poltabes Manado. Semuanya mandek dan tidak
jelas juntrungannya.
Hingga tiba suatu waktu ketika
saat meliput kegiatan demo, ketika chaos, malah saya yang sedang melakukan
pengambilan gambar melalui handicam mini saya, walau sudah berupaya hati-hati
dengan menyelamatkan diri kepinggiran daerah yang aman, justru dicari-cari dan
ditangkap.
Saya kemudian dipenjarakan untuk
kali ke-empat selama sehari. Saya bersama 23 orang yang berdemo, malam itu
dilakukan pemeriksaan secara marathon oleh pihak penyidik Poltabes Manado.
Dari pengamatan dan penilaian
saya ketika itu, kian kuat dugaan saya, ada yang tidak menyukai saya. Pihak
Kepolisian lebih kepada kepentingan orang tertentu yang disukai atau
kepentingan politik penguasa yang berkolusi untuk menjegal lawan politik pihak
lain. Sehingga jelas sekali, polisi tidak dapat diandalkan untuk menjadi pihak
yang netral.
Dari hasil pemeriksaan terhadap
diri saya, tidak ditemukan apa yang menjadi garapan mereka untuk mengungkung
saya, yang patut diduga sesuai pesanan pihak tertentu. Sehingga keesokan
harinya, saya dikeluarkan dari penjara Poltabes Manado.
Ketidaksukaan orang tertentu
kepada saya dari info yang saya peroleh, adalah adanya pengakuan beberapa
pejabat yang sering mengeluh dan memohon agar jangan lama-lama berbincang
dengannya bila kebetulan berpapapasan dengan saya. “Maaf pak hen, kita mo
permisi dulu,” tandasnya berlalu tergesa-gesa seperti orang ketakutan atau
kebetulan saya bertandang keruangannya, pejabat tersebut menyatakan : “Pak Hen
jangan lama-lama, dinding bertelinga,” tandasnya. Semua ketakutan mereka saya
mafum aja !.
Dari sini saya mengetahui bahwa
hasil pertemuan dengan Gubernur Sarundajang di Hotel Botrobudur, bahwa semua
bukan ulahnya melainkan bawahannya, adalah tidak benar dan diragukan
kebenarannnya.
Bagian Empat ;
Mencari Kepastian Hukum
Merasa sudah dikriminalisasikan
sedemikian jahat dan kejamnya, dengan pemenjaraan secara semena-mena atas kasus
Rekayasa ke III dan IV, setelah beristirahat cukup, kembali saya ke Manado
berjuang mencari kepastian hukum mempertanyakan kepada pihak Kejari Manado.
Namun jawabannya, masih dalam
penanganan ditingkat Kejati Sulut. Dari Kejari Manado, saya lantas melakukan
konfirmasi ke Kejati Sulut tentang kebenaran informasi yang disampaikan pihak
Kejari Manado. Namun jawabannya ditolak, masih di Kejari Kota Manado.
Dalam perjuangan saya di Manado
mencari keadilan dan kepastian hukum, tidaklah mudah. Dimana kelompok
misterius, Mafia hukum dan kelompok profesional tertentu, ternyata terus
memantau dan mengawasi gerak gerik saya.
Beberapa kali upaya pembunuhan atau
kecelakaan berupa penabrakan dengan motor dan mobil dilakukan kepada saya.
Disamping itu, pengancaman dan pengeroyokkan disertai tindakan kekerasan oleh
preman dan segelintir wartawan anggota PWI cab. Sulut diduga suruhan orang
tertentu juga saya alami. Dan seluruh peristiwa tersebut telah dilaporkan ke
Polda Sulut, namun tak jua mendapat tanggapan. Ini menunjukkan telah terjadi
konspirasi dan mereka dilindungi Polisi.
Namun saya tak gentar dan terus
berjuang. Bolak balik saya menanyakan Kejari, Kejati Poltabes, Polda baik lisan
maupun konfirmasi secara tertulis, tak juga ada jawaban yang jelas. Pun melalui
surat, saya layangkan berkali-kali, tak juga ada kabar beritanya.
Saya juga telah mengagendakan
untuk melaporkan anak saya yang dibawah tanpa sepengetahuan kami, ketiga anak
saya yang dibawa dan diancam dirumah dinas Gubernur Sulut dibumi beringin,
sambil mengumpulkan data terkait dengan perlakuan mereka terhadap anak-anak
saya.
Sayangnya belum sempat saya
laporkan anak kedua mengalami sakit tekanan mental yang disebabkan dampak dari
perbuatan orang-orangnya SH. Sarundajang. Akhirnya memaksa saya harus kembali
ke Jakarta.
Disamping membawa anak saya
berobat, atas proses hukum yang terus diabaikan sehingga tidak jelas status
hukum yang sedang saya hadapi di Manado, saya juga melaporkan keberbagai
Lembaga Negara atas ketimpangan kasus yang saya hadapi di Sulawesi Utara. Tak
terkecuali Jaksa Muda Pengawasan Kejaksaan Agung RI saya laporkan kasus
rekayasa ketiga III, IV dan 4 kasus lainnya.
Tak tanggung-tanggung beberapa
surat yang saya layangkan kebeberapa Lembaga Negara, terus saya lakukan
berulangkali tanpa rasa bosan. Surat yang saya kirimkan, mencantumkan 6 kasus
rekayasa yang dilakukan kepada saya.
Atas perjuangan saya yang tanpa
kenal lelah, akhirnya sekitar bulan Juni 2010, saya dipanggil pihak Kejagung
dan disampaikan oleh Bapak E. Setiawan kepada saya bahwa telah ditindaklanjuti
ke Kejati Sulut.
Dari informasi yang saya terima,
saya kemudian mengunjungi Sulut untuk memastikan kebenaran penyampaian pihak
pengawasan Kejagung. Namun kembali saya menerima jawaban yang mengecewakan.
Dikatakan belum ada.
Walau diperlakukan tidak adil,
namun saya tetap bersabar menunggu hasil laporan saya tersebut. Hingga suatu
waktu setelah selang lima (5) bulan menunggu, tiba-tiba saya ditelepon pihak
pengawasan Kejati Sulut ibu Laura Rombot, SH. Agar segera datang ke Kejati
Sulut untuk dikonfirmasi kebenaran laporan saya.
Setelah saya datang, ditanyakan
dan dijelaskan tentang status 6 laporan saya. Kemudian disampaikan bersabar.
Dan untuk kasus Rekayasa III pihak Kejari telah diberikan waktu penyelesaiannya
selama 5 hari, agar segera dilimpahkan ke PN. Manado.
Sementara kasus Rekayasa IV,
sudah P21 A. Dan untuk itu diminta mempertanyakan statusnya kepihak Poltabes
Kota Manado, kapan dilakukan pelimpahannya ke Kejari Kota Manado.
Upaya mencari kepastian hukum ini
berjalan sekitar 1 tahun 8 bulan. Dan janji 5 hari akan segera dilimpahkan,
ternyata molor hingga 2 minggu. Diduga, pada waktu molor itulah terjadi manipulasi
fakta hukum, hingga terjadi perubahan pasal dari 310 dan 315 KUHP, menjadi lain
pasal 335 dan 310 KUHP.
Foto: Di Kejagung & Kejati
Bab 1
Dokumen
Penghianatan
Setelah divonis bebas murni (vrijsprak) dari tuduhan kasus rekayasa kedua
(II), saya dengan media Online Jejakbulikts.com kemudian menyelenggarakan
kegiatan diskusi dan penyerahan Award Peduli HAM 2008 dirumah kopi Bolevard
Manado, sambil menunggu adanya upaya Kasasi dari pihak Jaksa Penuntut Umum
Kejari Manado.
Demikian pula setelah dilepas dari penahanan atas kasus Rekayasa III,
perjuangan saya tak berhenti. Bersama anggota TPF BULIKT’S lainnya yang tersisa
dan masih setia, terus berupaya menemukan jawaban hubungan penculikan,
penyekapan dan pemenjaraan saya terkait misteri mengendus penculikan dan
pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc.
Rupanya secara diam-diam pula, aktivitas tim yang terus melakukan
investigasi secara sembunyi-sembunyi dipantau dan dikuntit kelompok profesional
tertentu yang patut diduga dibayar. Mereka inilah yang diduga terus melakukan
tekanan, ancaman dan teror pada tim kami.
Tekanan jaringan mafia konspirasi tersebut, tidak membuat saya takut dan
mundur, justru membuat tekat saya makin kuat untuk mencari jawaban atas misteri
rekayasa ini. Maka nurani saya terus mendorong upaya investigasi dilakukan
seksama dan lebih berhati-hati.
Dalam perkembangan penyelidikan kami, dari salah seorang anggota tim,
memaparkan hasil temuannya berupa beberapa dokumen terkait kegiatan seseorang
dengan organisasi terlarang beberapa tahun silam yang melakukan penghianatan
kepada Negara. Dimana menurutnya, ada petunjuk
dokumen tersebut berhubungan dengan penculikan dan pembunuhan DR. Ir. Oddie
A. Manus, MSc, yang hubungan ketakutannya dengan hasil temuan tim kami, “sehingga
ketua diculik disekap dan dipenjarakan“, tandas beberapa teman menduga
kriminalisasi yang dilakukan kepada ketua.
Dari petunjuk dokumen tersebut, mengerucut kepada kegiatan kelompok 9
anggota eksponen 66 yang melahirkan dokumen penolakan tertanggal 5 Agustus 2005
yang menjadi dasar dari dokumen temuan anggota tim kami. Petunjuk tersebut,
ternyata sebuah “Dokumen Penolakan” yang memuat pernyataan penolakan terhadap
SH. Sarundajang sebagai Gubernur.
Petunjuk dokumen tersebut, menggiring tim terus mengendus dan menemukan
lagi “Dokumen Perdamaian” yang merupakan klimaks perseteruan antara kelompok
“sembilan“ Eksponen Angkatan 66 dengan SH. Sarundajang, berupa : PERDAMAIAN.
Pengakuan sumber kami, menyatakan
PERDAMAIAN akhirnya bisa terjadi, atas lobi-lobi perdamaian yang difasilitasi
pengurus FKPPI, Nyonyo Supit (Ketua, Alm), DR Ir. Oddie Manus, MSc (Wkl ketua,
Alm), Viktor Mailangkay (sekertaris) dan Ketua DPRD Prov. Sulut Syahrial
Damopolii.
Namun, kepada TPF BULIKT’S,
Syahrial yang mantan Ketua DPRD Sulut berkelit bila dia terlibat dalam proses
perdamaian tersebut. Sebab menurut Yal yang terjerat kasus Korupsi MBH, dia
tidak mengetahui dan terlibat dengan kasus penculikan dan pembunuhan DR. Ir.
Oddie A. Manus, MSc.
Proses perdamaian berlangsung
dikediaman Edwin Kawilarang di Winangun Sulut pada tgl 20 September 2005,
antara Gubernur SH. Sarundajang dengan kelompok “sembilan” angkatan Eksponen 66
yang hanya diterangi lampu Lilin. Kompensasi perdamaian ketika itu, mereka
digelontorkan 5 juta rupiah perorang.
Ketika Oddie hilang, dibulan
Desember, kelompok “sembilan” angkatan Eksponen 66 ini, kembali menerima
kucuran dana tambahan 5 juta perorang. Entah bagaimana hubungan sebab
musababnya, diduga, pembunuhan DR. Ir. Oddie Manus, MSc, terkait dengan Dokumen
misterius tersebut.
Pasalnya, kemudian beberapa orang
dari kelompok “sembilan” kemudian sempat diperiksa dan ditetapkan sebagai
tersangka. Namun bagaimana kemudian senyap, informasi yang masih belum jelas
menyatakan, tidak ditemukan petunjuk ataupun bukti yang cukup terkait
pembunuhan dengan kelompok “sembilan”.
Namun bagaimana bisa ditetapkan
sebagai tersangka dan kemudian berbuntut dianulir ?. Apakah skenario ini hanya
dijadikan alasan untuk dapat mengendalikan kelompok “sembilan” angkatan 66 agar
tak membongkar “dokumen misterius” yang menjadi inti perseteruan dengan SH.
Sarundajang ?. Wallahualam.
Dari dua ( 2 ) dokumen misterius
tersebut, ditunjukkan pula, copian beberapa dokumen yang telah beredar sejak
tahun 1989 atas aksi demo oleh para pedagang Bitung. Dokumen tersebut antara
lain : Dokumen Sospol, Dokumen Laksusda, dokumen Koramil dan beberapa dokumen
lainnya yang diduga terkait dengan SH. Sarundajang. Sehingga memberikan
petunjuk kuat adanya hubungan benang merah dengan penculikan dan pembunuhan DR.
Oddie Manus, MSc.
Memang, telah ditemukan pembunuh
DR. Ir. Oddie Manus, Mc, yaitu empat orang yang telah displit sesuai dakwaan
yang dibacakan pada sidang Martinus di PN. Tondano.
Namun anehnya baru seorang :
Martinus Kaparang (dukun) yang dilimpahkan kepersidangan PN. Tondano, dan telah
diputus 6 tahun penjara yang ditingkat Kasasi dikuatkan pihak Mahkamah Agung
RI.
Putusan terhadap Martinus
Kaparang sebagai pembunuh Oddie Manus, diragukan banyak pihak, karena tidak ada
bukti yang cukup terungkap dipersidangan. Bahkan ditengarai sengaja didesign
Martinus sebagai tumbal. Sementara keluarga Oddie Manus : Ibu Syane, Agus dan
istrinya yang setia mengikuti persidangan, ketika menjadi saksi di PN. Tondano,
menyatakan : Bukan Martinus pembunuh saudaranya Oddie Manus.
Tak heran Peradilan Sesat ini,
patut diperiksa dan dilakukan pengujian ulang, karena telah mengorbankan orang
tidak bersalah. Dan yang paling mengundang pertanyaan banyak pihak, adalah
kasus besar ini, selama persidangan hampir tak diliput media local di Sulut.
Sehingga diduga, ada oknum wartawan di Sulut yang dapat mengendalikan media di
Sulut terkait dengan kasus ini untuk dibungkam. Siapa yang bisa membungkam
media ? Tentu……….! Adalah ………! !
Foto : 1. Ibu Syane
2. Martinus
Foto :
Ketua Eksponen 66
Bab 2
Respon Kejagung & Kejati
Setelah 5 bulan menunggu hasil
konfirmasi atas rekomendasi Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung RI, tepatnya
tanggal 1 November 2010 saya baru memperoleh respon dari pihak pengawasan
Kejati Sulut, untuk dilakukan pemeriksaan.
Namun nanti tanggal 9 November
2010, baru dilakukan pemeriksaan, setelah menunggu 1 tahun 8 bulan P21 di
Kejari Manado. Pemeriksaan atas laporan saya ke-Kejagung tersebut, dilakukan
oleh Ibu Laura Rombot, SH.
Proses pemeriksaan di Kejati
Sulut bidang pengawasan tersebut berlangsung sekitar 2 jam. Dimana direchek
kembali atas 6 laporan rekayasa tindak pidana yang dikenakan kepada saya
berdasarkan laporan yang saya kirim.
Dalam pemeriksaan tersebut
ditanyakan kebenaran surat laporan tersebut, termasuk tanda tangan yang tertera
dalam surat tersebut apakah benar merupakan laporan dan tanda tangan dari saya.
Saya kemudian menjelaskan benar.
Selanjutnya ditanyakan pula, apa maksud dan motivasi surat laporan tersebut
dikirimkan ke Janwas. Penjelasan saya, bahwa semata untuk menuntut kepastian
hukum.
Kemudian diterangkan, bahwa dari
6 laporan rekayasa tersebut, yang ada ditangan Kejari Manado, hanya 3 kasus. 1
sedang proses PK, 1 sedang diupayakan dilimpahkan yaitu pencemaran nama baik
Gubernur Sulut, dan kita telah memberikan 5 hari batas waktu.
Namun Rielke Palar, SH jaksa yang
menangani kasus tersebut, meminta waktu 1 minggu, karena Korban belum
diperiksa, tandas Laura Rombot, SH. Sementara kasus yang lainnya sudah P21A,
apalah, saya tidak begitu dengar.
Setelah penjelasan tersebut, saya
kemudian diminta mengisi kertas berita acara pemeriksaan yang masih tertulis
tangan. Dimana oleh ibu Laura Rombot, SH, akan dipanggil lagi setelah BAPnya
diketik.
Namun BAP yang telah saya jawab
dengan tulisan tangan, belum ditindak lanjuti penandatanganannya karena masih
menunggu pengetikan dan informasi lebih lanjut dari ibu Laura Rombot, SH. Dan
sampai buku revisi I kembali diterbitkan selang hampir 2 tahun ini, belum ada
informasi tindak lanjut BAP oleh pihak pengawas Kejati Sulawesi Utara.
Foto : 1 kejati sulut
Bab 3
Pelimpahan Berkas Rekayasa III
Setelah P21 kasus pencemaran nama baik
Gubernur SH. Sarundajang yang tertahan selama 1 tahun 8 bulan di Kejari Manado
saya perjuangkan selama ini, untuk memperoleh kepastian hukum, akhirnya
dilimpahkan ke PN. Manado.
Pelimpahan
kasus P21 yang sempat tertahan di Kejari Manado tersebut, baru dilimpahkan pada
tanggal 22 November 2010. Atau molor sekitar 2 minggu dari penetapan dan janji
yang diberikan Jaksa Pengawasan Kejati Sulut Laura Rombot, SH.
Sebelumnya
sekitar tanggal 9 November 2010, jaksa pengawas Kejati Sulut, menyatakan paling
lama 1 minggu kasus tersebut sudah dilimpahkan, namun sebagaimana informasinya
bahwa saksi Korban baru akan diperiksa. Sehingga mungkin karena saksi korban
baru diperiksa, bisa molor selama 2 minggu.
Tepatnya
tanggal 22 November 2010 kasus tersebut, baru dilimpahkan ke PN. Manado oleh
penuntut umum Rilke Djenri Palar, SH dari Kejaksaan Negeri Manado, dengan No.
B. 335/R.1.10/Epp.1/11/2010, atas nama Terdakwa Ir. Henry John C. Peuru, Reg
PDM-122/R.1.10/Ep.2/11/2010.
Penetapan
oleh Ketua Pengadilan Negeri Manado tanggal 22 November 2010 tersebut, dengan
nomor : 451/Pid.B/2010/PN.Mdo, demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa, tentang penunjukkan Majelis Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara
Terdakwa Ir. Henry John C. Peuru, tertanggal 23 November 2010.
Penetapan
mengenai hari sidang tersebut, kemudian ditentukan hari sidang Senin tanggal 29
November 2010, dan memerintahkan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Manado
untuk menghadapkan Terdakwa, berikut saksi-saksi dengan membawa serta barang
bukti yang berkaitan dengan perkara ini.
Majelis
hakim yang akan menangani kasus pencemaran nama baik Gubernur SH. Sarundajang
ini, diketuai Hakim Ketua Majelis Armindo Pardede, SH.,MAP didampingi 2 anggota
masing-masing Efran Basuning, SH.,MH dan Wilem Rompies, SH.
Bagian Lima
;
Dakwaan
dalam Settingan
Bahwa
proses penyusunan dakwaan oleh penuntut umum, harus melalui mekanisme
penelitian jaksa peneliti sesuai pasal 110 KUHAP. Setelah melalui mekanisme
tersebut, maka surat dakwaan yang disusun tidak boleh menyimpang dari BAP
(Darwan Prints).
Maka
tibalah hari yang saya nanti-nantikan proses peradilan akan segera
dilangsungkan. Dimana dalam mencari keadilan, sebagai suatu kebutuhan pokok
rohaniah setiap orang, adalah juga merupakan perekat hubungan sosial dalam
bernegara, segera terealisir.
Sehingga
Pengadilan sebagai tiang utama dalam penegakkan hukum dan keadilan serta
penghormatan terhadap keluhuran nilai kemanusiaan menjadi prasyarat tegaknya
martabat dan integritas bangsa.
Adalah
di Pengadilan Negeri Manado pada hari Senin tanggal 29 November 2010, kemudian
dibacakanlah surat dakwaan oleh jaksa penuntut umum Rielke Djenri Palar, SH dan
Claudia Lakoy, SH.
Dimana
pada proses pembacaan dakwaan, saya sebagai terdakwa didampingi pengacara dari
LBH Manado Marcy Umboh, SH dan Neny Rachmawati, SH. Sementara hakim yang tampil
lengkap masing-masing Hakim Ketua Armindo Pardede, SH., MAP, didampingi 2 hakim
anggota Efran Basuning, SH,.MH.
Sidang
yang dihadiri sejumlah masyarakat yang penasaran ingin mengetahui kasus
rekayasa yang cukup menghebohkan Sulut tersebut, juga dipenuhi puluhan preman
berpakaian hitam-hitam yang dipimpin langsung pengacara yang juga berpakaian
hitam-hitam Juman Johanes Budiman, SH yang diduga melakukan penyuapan terhadap
aparat negara yang telah dilaporkan FAMI ke KPK dan ketua bidang Hukum dan HAM
PWI Sulut Boy Kusoy, yang telah menjadi tersangka penganiayaan terhadap saya,
namun tidak ditahan dan belum juga dilimpahkan samapi buku ini naik cetak
karena diduga dilindungi orang kuat tertentu sehingga aparat kepolisian
Poltabes Manado tidak berkutik.
Saat
mendengar pembacaan surat dakwaan yang telah dimanipulasi dan menyimpang dari
BAP, saya menjadi terkejut. Kok bisa muncul pasal
sesat 335 ayat 1 ke-1 KUHP yang tidak pernah diperiksa atau didengar
keterangan saya sebagaimana tertuang pada BAP, maupun melalui mekanisme
petunjuk yang sepatutnya dikeluarkan Penuntut Umum untuk pemeriksaan tambahan
sebagaimana diatur sesuai pasal 110 KUHP.
Surat
dakwaan tertanggal 22 November 2010 yang ditanda tangani Jaksa Penuntut Umum
Rielke Djenri Palar, SH dengan nomor Reg. Perk. : PDM-122/M.Nado/Ep.1/11/2010,
tersebut, mencantumkan perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana
pasal 335 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Demikian juga pada dakwaan
kedua, perbuatan Terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 310 ayat
(1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Keganjilan
dari surat dakwaan yang jelas telah menyalahi aturan dengan menyalahgunakan
jabatan dan kekuasaannya, teringat akan peristiwa yang pernah dipraktekkan
Jaksa Penuntut Umum Cyrus Sinaga, yang
telah mencederai fakta hukum dengan menciptakan dakwaan sesat atas kasus Gayus
Tambunan yang merubah pasal.
Kriminalisasi yang diapresiasikan Jaksa
Penuntut Umum dengan melakukan penyesatan dakwaan untuk menjerat saya terdakwa
secara lain atau secara tidak benar dan tidak sesuai hasil pemeriksaan
penyidik, menjadi fenomena menarik dari persidangan awal yang sedang saya
jalani.
Padahal
sesuai peraturan Jaksa Agung RI No : Per-067/A/JA/07/2007 tentang Kode Etik
Perilaku Jaksa Bab. III pasal 4, bahwa dalam melaksanakan tugas profesi Jaksa,
dilarang : a. menggunakan jabatan dan/ atau pihak lain; b. Merekayasa
Fakta-fakata hukum dalam penanganan perkara, f. Bertindak diskriminatif dalam
bentuk apapun, g. Membentuk opini publik yang dapat merugikan kepentingan
penegakkan hukum.
Usai
pembacaan dakwaan majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua Armindo Pardede, SH.
MAP, didampingi hakim anggota Efran Basuning, SH, MH dan Wilem Rompies, SH,
didepan persidangan saya menyempatkan meminta copian turunan berkas perkara
kepada majelis hakim, untuk kepentingan sidang, dan mempelajari apakah ada
settingan.
Selanjutnya,
melalui panitera pengganti, Joppy Singal,
SMh, copian berkas perkara diberikannya kepada saya. Kami berdua yang pergi
mengcopi disamping kantor Pengadilan Manado.
Mempelajari
seluruh berkas perkara yang saya terima melalui panitera pengganti yang
diberikan Majelis Hakim yang saya minta dipersidangan, tidak satupun BAP, mulai
dari Korban, dan 3 orang saksi lainnya yang diperiksa atau didengar
keterangannya terkait pasal 335
tersebut.
Munculnya
pasal sesat tersebut membuat saya penasaran. Apalagi, selama ini tidak ada
pemeriksaan tambahan sebagaimana diatur sesuai pasal 110 KUHAP dalam proses
penyidikan yang dikaitkan dengan essensi pasal tersebut atau didengar
keterangan sebagai tersangka terkait pasal yang didakwakan tersebut.
Foto : 1. Scane BAP Sumpah
Bab 1
RESUME Pintu Manipulasi
Berdasarkan Bab 1 pasal 1 ayat (2) ketentuan umum, penyidikan adalah
serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
Undang-Undang ini untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna ditemukan
tersangkanya.
Namun adalah aneh, menurut berkas perkara yang diberikan majelis hakim
melalui panitera pengganti Joppy Singal, SMh, ditemukan beberapa kejanggalan
munculnya pasal manipulasi 335 KUHP pada kesimpulan/RESUME penyidik. Kok bisa
terjadi kesimpulan lain dari BAP ?. Jelas ini, sebagai suatu manipulasi fakta hukum, yang tidak sesuai sebagaimana telah
dibuatkan berita acaranya (BAP) berdasarkan penyidikan (pasal 75 KUHAP).
Resume inipun ditandatangani
penyidik dengan menggunakan cap bulat lonjong yang tidak biasanya dipergunakan.
Bahkan ada dugaan tandatangan HR. WIBOWO mantan Kasatreskrim Poltabes Manado
tersebut, palsu. Demikian pula sumber saya menyatakan, cap tersebut hanya
dipergunakan untuk kebutuhan secara internal Polisi dan bukan untuk kebutuhan
eksternal, sehingga patut diduga RESUME tersebut RESUME REKAYASA yang lahir
dari konspirasi dengan Mafia Hukum.
Dari RESUME ini, mulai terbaca adanya settingan sebagai pintu masuk
penyesatan ke Surat Dakwaan yang diduga terus kedesign Peradilan Sesat. Penelusuran
berkas terus saya pelajari secara detil, mulai ditemukan satu persatu adanya
keganjilan berkas perkara, terlihat dari surat-surat yang berlepotan tip eks.
Seperti laporan polisi, tertanggal 1 Maret 2008 ditip eks menjadi 1 April
2008. Surat Perintah Penyidikan, No. Pol. : SP. Sidik/ 388/ I/ 2008/ Reskrim
berkode bulan I, anehnya tertanggal 01 April 2008.
Demikian pula, BAP, Herman Meiky Koessoy, ST, MSi tertanggal 18 April 2008,
Ir. Xandramaya Lalu, tertanggal 22 bulan April 2008, dan Drs. Oscar Wagiu pada
tanggal 22 bulan April 2008, begitu ganjil dengan LP Polisi : LP/ 541/ III/
2008/ SPK/ Poltabes Manado, tertanggal 01 April yang ditip eks tahun 2008, pun
ganjil terlihat dari kode bulan III.
Bahwa dari turunan berkas copian lebih aneh lagi, Korban SH. Sarundajang,
di BAP pada hari Sabtu tanggal 1 April 2008, kedua (2) jam 14.00 Wita, sesudah
pelapor Boy Watuseke, SH di BAP pertama jam 12.00 Wita.
Dan dari semua berkas yang saya pelajari dimana banyak memunculkan
keganjilan adanya misteri rekayasa sebagai telah
terjadi manipulasi berkas perkara. Lebih misterius lagi, adalah adanya
berkas Berita Acara Pengambilan Sumpah Janji yang dapat disimpulkan telah
direncanakan atau didesign settingan !,
untuk tidak mengikuti sidang dan atau merekayasa sidang.
Apalagi sesuai pengakuan pengawas
Kejati Sulut, Ibu Laura Rombot, SH, Korban baru diperiksa beberapa waktu lalu,
saat saya menjalani pemerikaan di Kejaksaan Tinggi pada tgl 9 November 2010.
Indikasi settingan makin menguat.
Bahwa sesuai RESUME penyidik
Poltabes, dijelaskan tidak dilakukan penangkapan dan tidak dilakukan penahanan.
Bukti sesuai keterangan Mabes Polri, sebagaimana laporan Poltabes Manado,
terkait dengan kasus ini.
Terdakwa ditangkap dan ditahan
dua (2) bulan dalam Rutan Poltabes Manado, Surat Penangguhan Penahanan, No.
Pol. : Sp. Han/ 40.a/ IV/ 2009/ Reskrim), yang ditulis berdasarkan permintaan
tersangka. Padahal tidak ada permintaan tersangka.
Bahwa RESUME, penyidik Polisi
telah terjadi secara lain, dimana hasil semua BAP korban, saksi maupun terdakwa
lewat penyidikan pasal 310 dan 315, berubah menjadi lain Pasal sesat 335 dan 310. Atau telah terjadi manipulasi fakta hukum, sebagai haram hukumnya dengan melahirkan RESUME
SESAT.
Kuat dugaan proses manipulasi
fakta hukum dilakukan saat waktu molor selama 2 minggu yang diberikan pada
Jaksa Penuntut Umum Rielke Djenry Palar, SH, kemudian pada kesempatan itu
dilakukan rekayasa ditingkat penyidik Polisi, ditahun 2010.
Bahkan dari resume tersebut,
diduga merupakan tanda tangan palsu HR. Wibowo. Hal tersebut dicermati dari
perbedaan bentuk tanda tangan antara surat lainnya dengan tanda tangan pada
Resume. Fakta ini diduga bisa terjadi karena HR. Wibowo telah dipindahtugaskan
ke daerah Sumatera.
Foto : Scane Resume dan tanda tangan palsu
Foto : Scane Resume dan tanda tangan palsu
Bab 2
Manipulasi Penuntut
Umum
Setelah kasus REKAYASA III ini saya laporkan ke Janwas Kejari RI, akhirnya
saya dipanggil oleh Ibu Laura Rombot, SH via hand phone 08124403832, bagian
Pengawas Kejati Sulut pada tgl 1 November 2010. Pihak pengawasan Kejati
Sulut, yang melakukan pemeriksaan langsung dilakukan oleh Ibu Laura Rombot, SH.
Bahwa Penuntut Umum Kejari Manado
yang menangani sebelumnya adalah Stenly Bukara, SH yang sebelumnya pernah
terjerat Narkoba, dan kemudian beralih penanganannya ke Rielke Palar, SH dan
Claudia Lakoy, SH.
Sebagaimana ketentuan dan
kepatutan azas hukum, sesuai kode etik Kejaksaan, adalah tidak dibenarkan
mengapresiasikan hukuman kepada orang yang tidak bersalah. Apalagi, kemudian
ada motivasi “pesanan” hingga melakukan manipulasi dakwaan untuk menjerat
seseorang secara tidak patut menurut hukum dengan melakukan manipulasi fakta
hukum, tidak sesuai hasil penyidikan yang dilakukan ditingkat kepolisian atau
terjadi secara lain dari BAP yang sebenarnya.
Indikator pasal sesat dari RESUME
penyidik ini, diduga lahir dari konspirasi untuk dijadikan sebagai pintu masuk
rekayasa Surat Dakwaan dengan pasal manipulatif 335 KUHP yang tidak sesuai
hasil penyidikan Polisi (BAP). Sehingga patut diduga konspirasi ini, merupakan
settingan lanjutan dari petunjuk pembuatan sumpah janji saksi korban SH.
Sarundajang ditingkat penyidik untuk
memenuhi kepentingan dan pesanan tertentu sesuai transaksi ala penuntut umum Cyrus Sinaga, SH.
Bahwa sesuai hasil BAP penyidik
terhadap Korban, Saksi-saksi maupun Terdakwa telah diperiksa dan didengar
keterangannya, adalah pasal 310 dan 315. Lantas mengapa terjadi perubahan tidak
sesuai fakta hukum Pasal 335 KUHP ?.
Jelas sekali telah terjadi penyalahgunaan jabatan dan kekuasaan hanya untuk
kepentingan pemesan : Mafia Hukum atau
untuk orang tertentu.
Berikut berkas perkara yang
dilimpahkan penyidik ke PN. Manado :
- Penetapan Nomor : 451/Pid.B/2010/PN.Mdo tertanggal
23 November 2010.
- Surat Pelimpahan Perkara Acara Pemeriksaan Biasa
bernomor : B-355/R.1.10/Ep.1/11/2010.
- Berkas perkara Reg. No. : BP/144/IV/2008/Reskrim,
tgl 26 April 2008 yang dibuat oleh penyidik atas sumpah jabatan dalam
perkara terdakwa : Ir. Henry John Ch. Peuru.
- Penuntut Umum berpendapat, dari hasil penyidikan
dapat dilakukan penuntutan dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana
dalam dakwaan Kesatu Pasal 335 ayat (1) Ke-1e KUHPidana atau dakwaan Kedua
Pasal 310 KUHPidana.
Surat pelimpahan perkara acara
pemeriksaan biasa tersebut, ditandatangani oleh Kepala Seksi Tindak Pidana Umum
selaku penuntut umum An. Kepala Kejaksaan Negeri Manado J. Panannangan, SH
Jaksa Muda NIP. 19741129 200003 1 001.
Dari novum baru ini, perlu dicari
atau dilakukan penyelidikan dan penyidikan terkait dengan adanya manipulasi
atau rekayasa fakta hukum yang tidak sesuai dengan hasil penyidikan, apakah dilakukan
oknum perseorangan atau sekelompok orang yang berkonspirasi hingga lahirnya
dakwaan dengan pasal manipulatif.
Foto : 1. Scane surat dakwaan
Bagian Enam ;
Membagi Tugas Eksepsi
Membaca dan mempelajari Surat
Dakwaan kasus Rekayasa III yang telah dilahirkan dengan tudingan manipulatif
atau telah terjadi secara lain yang tidak sesuai pemeriksaan penyidik pada 2
tahun yang lampau, saya sudah menduga settingan ini akan terus berlanjut.
Manipulasi pasal 335 KUHP yang
didakwakan kepada saya sesuai azas hukum, tidak sepatutnya dilahirkan. Ini
merupakan manipulasi fakta hukum sebagai haram hukumnya, yang telah
menyalahgunakan jabatan dan kekuasaan, baik oleh oknum penyidik Polisi maupun
Jaksa Penuntut Umum.
Disini makin terungkap, adanya
rancangan besar dan luas untuk menghindari tipuan busuk delik aduan yang telah
daluwarsa dimanipulasi fakta hukumnya kearah pasal yang tidak sesuai
pemeriksaan penyidik.
Sehingga saran sahabat-sahabat,
harus terus awas setiap kemungkinan dan tetap cermat mengikuti proses pemeriksaan
dipersidangan dan harus diungkapkan pada sidang pembacaan eksepsi.
Secara tehnis, saya membagi tugas
dengan mempercayakan pendekatan hukumnya kepada pihak pengacara LBH Manado,
sementara saya menyentil kronologisnya. Walau memang saya masih meragukan LBH
Manado, mengingat saya telah dihianati oleh pengacara-pengacara sebelumnya,
sehingga rana hukum tetap saya sentil.
Saya berharap mereka (pihak LBH)
dapat mempersiapkan tehnis sanggahan atau perlawanan hukum secara serius dan
maksimal, atas surat dakwaan yang fakta hukumnya telah dimanipulasi. Apalagi
kelihatannya sudah dimuati maksud tertentu.
Disamping menyentil
kronologisnya, saya juga menyorot pasal manipulasi dan misteri rekayasa dibalik
administrasi berkas perkara dan BAP yang acakan penuh perubahan dengan tip eks.
Dimana dari petunjuk ini, Penuntut Umum telah menyusun Surat Dakwaan tidak
cermat, tidak jelas dan tidak lengkap dari fondasi hukum manipulatif. Bahkan
yang paling saya soroti lahirnya Surat Dakwaan dengan pasal delik aduan yang
telah daluwarsa, sehingga harus batal demi hukum.
Sekaligus menegaskan dengan
permintaan agar tidak terjadi skenario adegan dagelan hukum untuk menghentikan
proses pemeriksaan sidang, dan meminta agar sidang tetap dilanjutkan.
Bab 1
Eksepsi & Misteri Mbalelo
Memasuki agenda pembacaan eksepsi
sebagai suatu syarat dalam proses persidangan, untuk menampik dakwaan Penuntut
Umum, yang pembacaannya Senin, 6 Desember 2010. Pertama dibacakan oleh saya
terdakwa berupa kronologis rentetan rekayasa yang selalu mempertanyakan ada apa
dengan S.H. Sarundajang. Bahkan adanya tindakan SH. Sarundajang yang membawa
(“sandera”) anak-anak saya kerumahnya, berulang-ulang saya pertanyakan.
Demikian pula dalam eksepsi saya,
yang menyoroti berkas perkara yang acakan dan penuh dengan tipos eks. Termasuk
menyusupnya pasal sesat 335 KUHP dalam surat dakwaan sebagai suatu manipulasi
fakta hukum.
Sementara pengacara dari LBH
Manado, saya minta menangani essensi tehnisnya terkait Surat Dakwaan Sesat jaksa
penuntut umum. Ternyata pendekatannya setengah hati, lebih kepada Daluwarsanya
Delik Aduan atas Surat Dakwaan yang mengenakan (pasal 310 KUHP) dan 335 ayat
(1) ke-1 KUHP.
Tidak begitu getol mengkritisi
dan memprotes lahirnya atau munculnya pasal sesat 335 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sepatutnya, lebih disoroti soal penyimpangan yang membuat surat dakwaan menjadi
tidak jelas dan kabur oleh pengacara LBH Manado. Nampaknya ada yang kena !.
Namun saya tetap awas dan coba bersabar, sambil terus memantau dan mengikuti
gerak geriknya.
Pentingnya konteks kronologis ini
harus saya ungkapkan dipersidangan, karena penderitaan yang kami alami
sekeluarga, sudah melewati batas rasa keadilan dan kemanusiaan seseorang yang
melakukan cengkraman sadis dan kejam.
Apalagi begitu banyak yang
janggal dan dimanipulasi, mulai dari administrasi dan RESUME yang dilencengkan
ditingkat penyidik, hingga menembus batas kepatutan melahirkan dakwaan yang
melenceng atau telah terjadi secara lain dari BAP ditingkat Penuntut Umum.
Eksepsi yang mengungkapkan
bagaimana kekejaman Mafia Hukum bermain dibalik scenario pembungkaman kepada
saya, erat kaitannya dengan kerja saya dengan TPF BULIKT’S mengendus kasus
penculikan dan pembunuhan DR. Ir. Oddie Manus, MSc.
Menjadi terkaget-kaget dengan
rentetan rekayasa serta upaya damai yang dilakukan orang-orang yang
mengatasnamakan SH. Sarundajang kepada saya makin membuat saya sadar bahwa
dalang semua kekejaman yang saya alami dilakukan oleh orang tertentu yang
sangat berkuasa.
Lantas bagaimana kemudian berbagai
tawaran damai yang dilakukannya kepada saya dapat diterima, bila kami tidak
pernah bertikai, apalagi setelah diculik dan disekap. Itulah sebabnya dalam
eksespsi saya lontarkan secara berani dan gamblang, dengan secar berulang-ulang
selalu mempertanyakan ada apa dengan
Sarundajang. Mengapa Sarundajang
gerah kepada saya ?.
Keluarga saya benar-benar dibawah
cengkramannya, bahwa pada eksespsi saya tersebut, saya meminta dengan sangat
agar proses pemeriksaan dapat dilanjutkan, sehingga ditemukan kebenaran materil
atas tudingan rekayasa yang dilakukan Mafia Hukum Sulawesi Utara.
Foto : pembacaan eksepsi
Bab 2
Duplik Jaksa
Seminggu kemudian, masuk pada
agenda mendengarkan tangkisan penuntut umum Kejari Manado yang menghadirkan
Rielke Palar, SH dan Claudia Lakoy, SH dengan membacakan duplik mereka.
Bahwa essensi tangkisan mereka,
tak menyentuh substansi materi dalam eksepsi saya maupun pihak LBH Manado atas
lahirnya pasal sesat sebagai manipulasi fakta hukum atas dakwaan yang kabur dan
tidak jelas. Namun mereka tetap bersikukuh yakin tentang surat dakwaan yang
menurut uraian PU sudah sesuai.
Sidang yang tak berlangsung lama
tersebut, cukup dipadati pengunjung serta puluhan preman yang begitu setia
menunggui proses persidangan yang dimotori oleh tim pemenangan SHS ketika
menghadapi Pemilukada.
Sementara saya didampingi oleh
segelintir sahabat-sahabat dekat saya termasuk yang terus memberikan support
atas perjuangan saya mencari dan memperjuangkan keadilan dan kebenaran di PN.
Manado.
Sahabat-sahabat saya yang walau
hanya segelintir tersebut terus mendorong untuk terus bertekat membuka aib dan
kebobrokan yang terjadi dari rekayasa para Mafia Hukum Sulut, yang saat itu
juga mulai tercium adanya permainan Makelar Kasus.
Sumber yang sempat menyebutkan
adanya pertemuan rahasia antara orang-orang yang berkompeten dengan persidangan
tersebut, telah melakukan pertemuan-pertemuan tersendiri, untuk melakukan
penyiasatan proses persidangan.
Namun selentingan informasi yang
masih berbau issue tersebut, belum diperoleh secara pasti, bahwa akan terjadi
rekayasa dan manipulasi persidangan yang akan diarahkan atau disetting
berdasarkan permintaan pemesan.
Mereka hanya meyakinkan dan
mengingatkan kepada saya agar waspada dan cermat, bahwa cobalah lihat nanti
akan ada intrik dan permainan yang akan terjadi. Bahkan bukan tidak mungkin
yang dianggap sahabat adalah lawanmu juga.
Bab 3
Putusan Sela
Tepatnya Rabu, tanggal 22
Desember 2010, sesuai agenda yang ditetapkan majelis hakim, sidang pembacaan
putusan sela berlangsung dengan dihadiri mayarakat luas dan puluhan preman
berpakaian hitam-hitam yang tentunya tidak ketinggalan.
Sama dengan hari-hari sebelumnya,
sidang berlangsung cukup menegangkan, karena kehadiran serombongan preman
berpakaian hitam-hitam yang didominasi dari Teling Atas, tetap memenuhi ruang
sidang. Apalagi sebelumnya sempat dibarengi suara-suara riuh ala supporter.
Akhirnya memasuki prosesi
persidangan yang diketuai Armindo Pardede, SH, MAP yang didampingi 2 orang hakim anggota, putusan sela
dibacakan dengan keputusan sidang tetap dilanjutkan.
Saya sempat khawatir dengan
kemungkinan sidang dihentikan, karena apa yang saya perjuangkan untuk
memperoleh semua jawaban dari misteri rekayasa tindak pidana yang saya duga
didesign Mafia Hukum tertentu, bakal pupus.
Karenanya, saya sangat berharap
semua misteri akan dapat ditemukan dan terbuka pada proses pemeriksaan sidang
selanjutnya, yang mengagendakan pemeriksaan Korban sebagai saksi untuk
diperiksa pertama.
Untuk menghadapi sidang
pemeriksaan korban SH. Sarundajang, saya telah mempersiapkan sekitar hampir 50
puluh pertanyaan, terkait dengan kasus yang saya hadapi maupun petunjuk terkait
dengan kasus lainnya.
Bagaimanapun, novum yang saya
harapkan akan terungkap dipersidangan dengan serangkaian hasil investigasi tim
kami sebelumnya, bisa terjawab pada proses persidangan pekan depan.
Usai sidang ditutup, saya juga
meminta agar pengamanan sedikit diperketat mengingat kondisi persidangan
kelihatan tidak kondusif. Tanpa mengecilkan atau membatasi sidang yang memang
terbuka untuk umum.
Kekhawatiran saya, bahwa puncak
persidangan terletak kepada kehadiran Gubernur SH. Sarundajang yang punya
gawean acara mencari keadilan. Sehingga kerusuhan pengunjung dan kemungkinan
ekses yang akan bisa muncul dapat diantisipasi.
Namun permintaan saya ditepis
oleh hakim Wilem Rompis, SH sebagai hak masyarakat dan tidak seperti yang saya
khawatirkan. Namun saya ingatkan kembali, mengingat sebelumnya telah terjadi
teriakan-teriakan ala suporter.
Bagian Tujuh ;
Kebiadaban Konspirasi Peradilan Sesat
Adanya informasi tentang
kemungkinan adanya settingan rekayasa peradilan yang akan digiring kearah
prosesi tertentu yang bakal disiasati untuk menciptakan pancingan, sehingga
terdakwa masuk dalam skenario jebakan, sudah saya antisipasi.
Jebakan yang akan diciptakan,
menurut sumber, akan dijadikan alasan dan diblow up agar kesalahan benar
terjadi dan dilakukan Terdakwa, sehingga fakta hukum dipersidangan menjadi
sesuai rencana settingan.
Atas informasi tersebut, yang
kemudian kami diskusikan, ditengarai akan digunakan orang paling dekat bahkan
sahabat yang melakukan pembelaan sekalipun akan didekati sehingga scenario
berjalan sesuai rencana.
Dalam prosesi persidangan yang
kian menegangkan tersebut, semburan rekayasa opini public lewat beberapa media
memang sudah berhamburan, menunjukkan adanya skenario tertentu yang akan
dimainkan hingga keruang persidangan.
Penyesatan lewat informasi media
yang sangat timpang telah memberikan indikasi bagaimana rekayasa sidang akan
diciptakan sedemikian rupa untuk suatu tujuan biadab, keji dan kejam ala
pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc, yang roh pembunuhnya telah merasuk
ruang emosi sidang.
Fakta adanya settingan, kuat
terbaca dari manipulasi fakta hukum yang lain dari BAP dan indikator lainnya,
dari lembaran Berkas Acara Pengambilan
Sumpah Janji Korban SH. Sarundajang oleh penyidik Poltabes Kota Manado,
sebagai lampiran berkas perkara. Sehingga opini kesibukan tugas kenegaraan
untuk pembenaran, mulai digulirkan sedemikian rupa untuk menghindari proses
pemeriksaan dipersidangan.
Tak ubahnya seorang Presiden
Sulawesi Utara yang begitu sibuk mondar mandir kunjungan kenegaraan keluar
negeri, diciptakan sedemikian rupa. Sehingga indikasi isue settingan untuk
menghindar dari persidangan sudah mulai terbaca.
Lantas bagaimana otoritas
persidangan akan dimanipulir sedemikian rupa sehingga ketentuan sesuai aturan
tertib acara yang tertuang dalam KUHAP bisa bergulir ?. Nampaknya kebiadaban
persidangan sesat telah dipersiapkan dengan matang.
Indikator penyesatan ini mulai
terbaca dari BAP Sumpah Janji, Resume dan
Dakwaan Manipilatif serta opini
public yang diciptakan lewat media “seolah-olah” dalam kesibukan “Tugas
Kenegaraan,” agar siasat interpretasi sesat pasal 162 KUHAP terbenarkan.
Berbagai berita yang bertebaran
dilontarkan dibeberapa media harian oleh Juman Johanes Budiman, SH pengacara
SH. Sarundajang, sebagai Gubernur yang keterangan kontroversinya dimulai dengan
kalimat pembuka taat hukum, dan diakhiri dengan kesibukan Tugas Kenegaraan. Apa
SH. Sarundajang Presiden ?. Sebab bahasa atau peruntukkan kalimat “Tugas
Kenegaraan,” selama ini, lebih sering hanya digunakan untuk kegiatan tugas
Presiden.
Sehingga jelas sekali essensi
kontroversi terkandung maksud untuk menghindari persidangan sudah direncanakan,
antara Mafia Hukum dengan Mafia Peradilan yang memang ditengarai lagi
mempreteli PN. Manado.
Bagaimana menciptakan prosesi
sidang menyimpang yang akan melanggar azas hukum untuk tidak pilih kasih,
persamaan hak sama dimata hukum, serta ketentuan yang mengikat lainnya sesuai
KUHAP, nampaknya akan dijadikan alternatif untuk mematahkan dan membungkam
upaya saya mencari keadilan dan kebenaran di PN. Manado.
Umbar kamuflase diberbagai media
lokal Sulut oleh Juman Johanes Budiman, SH yang diduga terlibat penyuapan
aparat negara yang telah dilaporkan FAMI ke KPK, ditengarai bagian dari
settingan pembenaran proses pemeriksaan dipersidangan.
Foto : Scane Berkas Sumpah Janji
SH. Sarundajang
Bab 1
Setting Tidak Periksa Korban
Dalam menyelesaikan perkara
melalui proses peradilan, hakim tidak hanya berfungsi dan berperan memimpin
jalannya persidangan, namun juga berkewajiban mencari dan menemukan hukum
objektif atau materiil yang akan diterapkan kepada perkara yang sedang
diperiksa (Yahya Harahap-2004).
Lantas apakah settingan yang
terlihat dari beberapa indikasi konspirasi penyidik hingga ketingkat jaksa
penuntut umum yang telah melahirkan dakwaan manipulatif, akan pupus dihadapan
pilar kode etik hakim dan pedoman hakim ?, disinilah integritas profesi dan
moralitas hakim dipertaruhkan.
Bahwa untuk membuktikan seseorang
bersalah atau tidak, haruslah diperiksa dipersidangan dengan sejumlah alat
bukti yang sah menurut undang-undang untuk ditemukan peristiwa dan siapa
pelakunya (Darwan prinst, hal 137-2002).
Dan dalam pemeriksaan disidang
pengadilan, maka untuk menemukan kebenaran materil lewat uji kwalitas alat
bukti atau cross examination melalui hakim (pasal 164 ayat 1 KUHAP) untuk
membuktikan kebenaran dan ketidak benaran dalil gugatan sebagaimana diatur
dalam undang-undang oleh penuntut umum dan terdakwa (pasal 164 ayat 2 dan 3 KUHAP).
Dimana berdasarkan azas
pembuktian melalui mekanisme pemeriksaan dipersidangan, alat bukti yang sah
sesuai amanah undang-undang pasal 184 ayat (1) KUHAP, adalah : a. Keterangan
Saksi, b. Keterangan Ahli, c. Surat, d. Petunjuk, dan E. Keterangan Terdakwa.
Dengan ketegasan dan batas
toleransi sebagaimana diatur menurut pasal 183 KUHAP, menguraikan : Hakim tidak
boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.
Maka sesuai mekanisme pemeriksaan
di pengadilan, menurut undang-undang untuk agenda pemeriksaan pertama sesuai
amanah KUHAP pasal 160 ayat (1) b, yang
pertama-tama didengar keterangannya adalah KORBAN yang menjadi saksi.
Dan sesuai pasal 159 ayat (1)
KUHAP, Hakim ketua sidang selanjutnya
meneliti apakah semua saksi yang dipanggil telah hadir dan memberi perintah
untuk mencegah jangan sampai saksi berhubungan satu dengan yang lain sebelum
memberi keterangan di sidang.
Bahwa menyangkut pemeriksaan saksi sebagaimana amanah KUHAP pasal 185 ayat
(1), keterangan saksi sebagai alat bukti
ialah apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan.
Sehingga sidang pertama adalah klimaks dari persidangan ini, menjadi
momentum yang sangat berarti dan dinantikan masyarakat Sulut, karena melibatkan
orang nomor satu Sulawesi Utara Gubernur DR. Drs. SH. Sarundajang, sesuai
amanat undang-undang harus hadir sebagai terperiksa pertama.
Maka dihari yang ditunggu-tunggu, Rabu, 12 Januari 2011, sebagaimana amanah
KUHAP pasal 160 ayat (1) b, kehadiran Korban SH. Sarundajang tidak harus tidak,
harus datang diperiksa pertama sesuai pasal 160 ayat (1)b KUHAP, 159 ayat (1)
KUHAP, dan 185 ayat (1) KUHAP.
Masyarakat yang mengetahui sidang
pemeriksaan pertama Korban SH. Sarundajang orang nomor satu Sulut, cukup banyak
yang datang mau mendengarkan proses sidang tersebut. Namun hingga sidang usai,
“katanya” Korban SH. Sarundajang tak kunjung datang.
Tak heran membuat masyarakat
kecewa dan makin bertanya-tanya, apa sih persoalan yang sebenarnya ?. Kok
Gubernur tidak hadir ?. Apalagi Gubernur hanya melayangkan surat keterangan
tentang sedang melakukan tugas kenegaraan, tanpa didukung bukti kemana perginya
sang “konon” Korban.
Namun anehnya hakim menelikung
agenda sidang, sehingga terjadilah pencederaan proses pemeriksaan pertama.
Dimana bukannya Korban sebagai saksi yang
harus diperiksa pertama, melainkan 3 orang saksi a Charge menjadi terperiksa
pertama. Pemeriksaan inipun tanpa meminta tanggapan dari terdakwa.
Disinilah awal mula rancang
settingan mulai menembus ruang sidang, yang memang mulai diduga dari setingan
berita acara sumpah janji yang tertuang dalam berkas perkara. Termasuk kemudian
lahir surat dakwaan manipulatif.
Sebagai terdakwa yang pernah
menjalani sidang sebelumnya dari kasus rekayasa yang masih terkait dengan kasus
rekayasa ke-3 ini, menjadi terheran-heran. Sementara pihak pengacara dari LBH
Manado, hanya diam dan tak melakukan protes atas perlakuan majelis hakim. Untuk
kali kedua, dari sini mulai terduga bakal ada kawan berselingkuh.
Dari persidangan ini, mulai
terlihat sikap berat sebelah (partial)
atau diskriminatif. Saya mulai membayangkan, bakal kejutan demi
kejutan akan terus tejadi, pada sidang berikutnya. Dimana layangan surat
SH. Sarundajang bisa mematahkan dominasi undang-undang, dengan tanpa dilampiri
bukti keberadaannya disuatu tempat.
Pemeriksaan Korban gagal
dihadirkan untuk diperiksa pertama, dengan alasan keluar Negeri (sesuai surat
keterangannya, sedang melakukan tugas kenegaraan ke Jepang tertanggal 11
Januari 2011, tanpa diperlihatkan atau diminta bukti SPPD, Surat Tugas Negara,
Izin Menteri Dalam Negeri, Pasport dan Visa oleh Majelis Hakim).
Keikutsertaan SH. Sarundajang
dengan Menteri Pertahanan, tak jelas kompetensinya. Sehingga alasan ini jelas
tidak beralasan hukum. Anehnya, majelis hakim tidak menanyakan bukti terkait
ikutsertaanya SH. Sarundajang dengan Menteri Pertahanan, sebagai bukti
keberadaan Korban disuatu tempat secara patut sesuai undang-undang. Keganjilan
sikap hakim ini, makin menguat dugaan akan adanya permainan lanjutan.
Padahal bila Korban tidak hadir,
sepatutnya pemeriksaan tidak dapat dilanjutkan, sebagaimana amanah KUHAP.
Anehnya, pemeriksaan bukannya ditunda sampai korban sebagai saksi diperiksa
pertama, langsung dilanjutkan ke pemeriksaan saksi a Charge. Saya mengingatkan
LBH, namun mereka diam saja.
Pemeriksaan sidang pertama oleh Majelis Hakim PN. Manado yang tidak sesuai
prosedur tertib acara, karena LBH diam, saya coba bersabar ikutin persidangan
untuk membaca adanya dugaan bakal ada skenario sesat. Setingan pertama :
Pertama dipaksa diperiksa saksi a charge (memberatkan) dipersidangan. Berikut
uraiannya :
a. Saksi Boy Watuseke
Agenda pemeriksaan pertama terhadap KORBAN sebagai saksi, bukannya ditunda
untuk memenuhi pemeriksaan sesuai ketentuan KUHAP pasal160 ayat (1) b, namun
dipaksa dilanjutkan kepemeriksaan saksi a
Charge.
Pada pemeriksaan pertama dihadirkan 3 orang saksi : Pertama, pelapor bukan
korban, Boy Watuseke, SH. Boy kemudian dicecar dengan pertanyaan tentang
kompetensi dan alasan melapor ke Polisi. Jawabannya, tanpa surat kuasa, dan
merasa Gubernur sudah malu, sehingga dia melapor.
Dijelaskan pula, posisi dia ketika itu sebagai Kepala Biro Hukum Ktr.
Gubernur sehingga berinisiatif sendiri untuk melapor. Dimana dia melaporkan
pada bulan Maret 2007. Namun bukti laporan pada bulan Maret tidak ada. Sehingga
kesaksiannya bertentangan dengan berkas perkara LP polisi tertanggal 1 April
2008 yang diberikan dipersidangan.
Usai melapor, “dia berkoordinasi dengan Gubernur,” jelasnya. Walau Gubernur
tidak menyuruhnya melapor, karena menurut perasaannya, Gubernur sudah malu,
maka dia bertindak.
Atas keterangannya menyangkut keabsahan laporan Polisi berdasarkan berkas
perkara yang dibuat penyidik LP/541/IV/2008/SPK/Poltabes – Mdo tertanggal 1
April 2008, saya terdakwa melakukan cross eximination tentang kebenaran LP
tersebut diatas.
Hakim meminta saksi Boy Watuseke maju kedepan untuk melihat dan memastikan
apa LP/541/IV/2008/SPK/Poltabes – Mdo,
adalah laporannya. Namun Boy tidak
mengakui dan menolak laporan polisi tersebut, sebagai laporannya.
Sehingga ketika itu, Majelis Hakim ketua meminta JPU untuk menghadirkan saksi
verbalism untuk mengkomfrontir kebenaran bantahan saksi Boy Watuseke.
Boy kemudian menerangkan bahwa kejadiannya, terdakwa Henry John masuk
menerobos masuk ketika gubernur sedang berbicara dan mengatakan : Program WOC
tidak benar….. dan sarat KKN …., bagaimana kalimat selanjutnya tidak dapat
diteruskan, namun disela hakim, sama dengan BAP ? ya jawabnya.
Boy mengatakan, Terdakwa mengeluarkan kata-kata sambil menuding Gubernur
yang dilakukan tanpa menggunakan alat
bantu, sehingga menyebabkan acara terhenti beberapa saat. Dan akhirnya
Terdakwa dikeluarkan oleh peserta.
Boy juga menjelaskan bahwa kejadian tersebut berlangsung di Lt 2, kantor
Bappeda yang dihadiri sekitar 100 orang,
dengan sejumlah wartawan yang turut hadiri pada acara tersebut.
Namun ketika ditanyakan, mana bukti undangan, notulen rapat serta daftar
hadir, tak dapat ditunjukkan pelapor bukan korban. Alasannya, dia hanya sebagai
undangan, yang tidak berkompeten
dengan sejumlah bukti atas acara tersebut.
Lantas bagaimana Boy berani melaporkan kejadian tersebut tanpa alat bukti,
justru mengundang pertanyaan dan misteri adanya suatu design tertentu untuk
tujuan tertentu dibalik laporan tanpa didukung alat bukti surat, sebagai rekaan
pikirannya saja.
Dari laporan Polisi yang tidak memiliki cukup bukti itu, kini mulai terkuak
dugaan adanya rekayasa. Ketika itu, hakim ketua sempat menyatakan kepada jaksa
penuntut umum menghadirkan penyidik untuk didengar keterangannya, terkait
laporan tanpa bukti.
Hakimpun, tidak aktif meminta alat bukti ditunjukkan walau saya sebagai
terdakwa sudah mendesak meminta alat bukti tersebut untuk ditunjukkan.
Maksudnya, agar wacana rekaan pikiran tidak menjadi atmosfir fakta persidangan.
b. Saksi Oscar Wagiu
Pemeriksaan kedua, saksi Drs. Oscar Wagiu. Menerangkan pada acara
sosialisasi dan rapat koordinasi WOC, dia datang sebagai undangan. Dan mengenal
terdakwa baru pada tahun 2007.
Ketika diminta untuk menunjukkan undangan maupun notulen rapat serta daftar
hadir, Oscar pun tak dapat menunjukkannya. Alasannya, dia hanya diundang melalui Hand Phone.
Oscar kemudian menceritakan bagaimana Terdakwa masuk menerobos ketika
gubernur sedang berbicara, dan langsung berteriak sambil menuding bahwa Program
WOC … merugikan rakyat Sulut, selanjutnya tidak jelas dan tidak terang kalimat
copi paste yang sama sekali satu dengan lainnya.
Menurutnya, terdakwa berteriak-teriak tanpa menggunakan alat bantu. Akibat
kejadian tersebut, menurut Oscar acara terhenti sekitar 25 atau 20 menit, dan
saat itu dia melihat Korban merasa malu.
Namun ketika ditanya majelis hakim apakah Korban menyatakan bahwa dia malu,
Oscar menyatakan tidak. Namun, dia bisa membaca dari raut wajah Gubernur.
Setelah itu kemudian Terdakwa dikeluarkan oleh peserta yang mengikuti acara
tersebut.
Oscar juga menerangkan jabatannya, ketika itu, sebagai Ka. Biro Keuangan
Pemprov. Sulut, sehingga muncul pertanyaan agar benar ada alat bukti dari buku APBD, maka ditanyakan
menyangkut alokasi anggaran WOC apakah tertata di APBD.
Pertanyaan ini untuk menemukan alat bukti lewat cacatan dalam alokasi APBD
agar diketahui acara ini benar ada dan bukan rekayasa atau rekaan pikiran.
Oscar kemudian menerangkan untuk makan minum tertata di APBD.
Ketika dicecar sehubungan dengan bukti adanya catatan kata WOC pada APBD,
untuk mengetahui adanya WOC sudah ada sejak tahun 2007 dengan maksud dapat
diperlihatkan Buku RAPBD sebagai alat bukti, namun hakim menyela ini bukan
kasus korupsi. Padahal essensi pertanyaannya, agar ditemukan kebenaran sebuah
fakta kegiatan sosialisasi WOC. Dan terbukti tidak dapat ditunjukkan. Namun
mengapa hakim mencoba mengaburkan kearah korupsi ?.
Usai saksi memberi keterangan,
Hakim ketua bertanya apakah benar ?. Saya menjawab tidak benar. Hakim kemudian menyatakan, kok tidak benar ?,
dengan nada tinggi hakim menyatakan kepada panitera, Tulis ! !. Sungguh sebuah
pernyataan memihak.
c. Saksi Meiky H. Koessoy,
ST.,MSi.
Pemeriksaan Ketiga, Saksi Herman
M. Koessoy, ST, MSi. Mengatakan mengenal Terdakwa, karena beberapa kali datang
di Kantor Bappeda. Namun tidak sering, tapi sewaktu-waktu.
Bahwa pada suatu acara
sosialisasi dan rapat koordinasi WOC, Terdakwa mengikuti acara tersebut bersama
wartawan-wartawan lainnya. Dan
semua peserta tak terkecuali wartawan, masuk tanpa diseleksi oleh panitia.
Ketika usai Gubernur memberikan
presentasi tentang WOC, terdakwa
mengajukan pertanyaan, saat ruang kesempatan bertanya dibuka. Dan menyatakan, bahwa program WOC dan
Pemda …..tidak benar …..tidak jelas dan terang, apa yang dimaksudkan Meiky.
Dan acara terhenti saat terdakwa bertanya, kemudian Tedakwa dikeluarkan
oleh bagian pengamanan Bappeda,
setelah melihat suasana sudah gaduh. Herman kemudian menjelaskan kehadiranya
sebagai panitia pada acara tersebut.
Ketika ditanya apakah sebagai panitia dia dilengkapi dengan kelengkapan
menyangkut ikatan hukum agar keabsahan sebuah kegiatan itu legal, Herman
menyatakan bahwa kepanitiaannya dilengkapi SK
panitia lokal berdasarkan turunan KEPPRESnya.
Namun ketika diminta untuk ditunjukkan bukti SK panitia lokal maupun
Keppresnya, Herman tak dapat menunjukkannya. Bahkan undangan, daftar hadir,
maupun notulen rapat, tak bisa ditunjukkan, dengan alasan telah pindah ke Dinas
Kimpraswil.
Herman juga menceritakan kejadian tersebut terjadi di Lt 3 Bappeda Prov.
Sulut. Artinya berbeda dengan keterangan Boy bahwa kejadiannya di Lt 2.
Demikian juga dijelaskan ketika itu, dihadiri sejumlah wartawan dari berbagai media.
Namun ketika diminta beritanya sehubungan dengan kejadian tersebut, saksi
tidak dapat menunjukkan berita dimaksud. Hal ini dimaksudkan untuk membuktikan
apakah acara WOC benar-benar ada pada bulan Februari 2007, karena itu tuduhan
ini, hanya merupakan rekaaan pikiran untuk suatu maksud Rekayasa yang bisa
diduga untuk membungkam saya, agar tidak terus mengendus penculikan dan
pembunuhan DR. Ir. Oddie Manus, MSc.
Dari keterangan ketiga saksi yang
tidak bersesuaian satu dengan lainnya, baik bentuk kejadian, tempat termasuk
bukti surat laporan Polisi yang tidak diakui pelapor. Bahkan tak ada satupun
bukti menunjukkan adanya kegiatan WOC
dibulan Februari 2007.
Entah itu bukti undangan, notulen
rapat, berita, cacatatan WOC dalam APBD, SK Panitia lokal maupun Keppress.
Karenanya, berbagai keterangan
yang tidak benar tersebut, telah mengundang banyak pertanyaan yang sepatutnya
perlu dicari dalam pemeriksaan selanjutnya, sehingga kebenaran materil dapat
ditemukan secara obyektif.
Usai penyampaian keterangan oleh
Herman M. Koessoy, hakim bertanya kepada saya Terdakwa, apakah benar yang
disampaikan saksi ?. saya menjawab tidak benar !. Hakim kemudian berkata, kok
semua tidak benar !. Ini orang Bappeda loh, tandas hakim ketua. Saya kemudian
mulai berpikir dan mencermati ada yang tidak benar dalam proses pemeriksaan
tersebut. Semuanya tidak benar kok hakim ingin memaksakan saya harus mengatakan
benar !. Dua (2) kali sikap yang melanggar pasal 158 KUHAP dilakukan.
Persidangan ditingkat pengadilan
dalam prosesi pemeriksaan pertama ini, nampaknya mulai tidak sehat. Pertama
menelikung sidang, kedua tidak menanyakan bukti keberadaan korban, ketiga
mengistimewakan korban, dan keempat membuat pernyataan memihak.
Foto : para saksi-saksi
Scane walk out sidang
Bab 2
Pemeriksaan Sesat Kedua
Walau pemeriksaan pertama
sebelumnya telah terjadi secara lain, atau tidak lagi sesuai tertib acara
sebagaimana diatur menurut KUHAP, namun kali ke-2, Korban masih diusahakan
untuk diperiksa dipersidangan, mungkin untuk memenuhi sarat pasal 185 ayat (1) KUHAP.
Maka diagenda pemeriksaan kali
ini, Rabu, tanggal 19 Januari 2011, memasuki panggilan ke-2, ternyata KORBAN
SH. Sarundajang mangkir lagi, dengan mengirim secarik surat keterangan
tertanggal 18 Januari 2011, tidak dapat mengikuti sidang karena alasan tugas
kenegaraan ke Pnom Phen.
Lagi-lagi kali ini, tanpa
diperlihatkan surat panggilan, tanda terima surat, Surat Tugas dari Negara,
SPPD, Izin Menteri dalam Negeri, Pasport maupun Visa, sebagaimana layaknya
orang keluar Negeri.
Bahkan Hakim tidak berupaya
menanyakan tentang bukti pendukung lainnya tentang kebenaran Korban berada
disuatu tempat. Hakim benar-benar tidak aktif meminta bukti-bukti dan
menggantungkan semua informasi dari jaksa penuntut umum.
Kembali saya mengingatkan kepada
majelis hakim tentang pernyataannya, untuk menghadirkan saksi verbalism untuk
mengkomfrontir tentang Surat Laporan Polisi yang tidak diakui saksi Boy
Watuseke.
Namun Hakim Ketua Armindo
Pardede, menyela bukan jatah kamu, nanti kami bantu. Demikian pula, saksi
Ir. Xandramaya Lalu kembali tidak dapat dihadirkan dipersidangan, tanpa
memperlihatkan atau dibacakan selembar surat keteranganpun. Sidang kemudian
ditunda.
Sehubungan dengan keterangan
surat SH. Sarundajang yang menyatakan keberangkatannya ke Pnom Phen, dari
informasi yang saya dapatkan dari Imigrasi Bandara Soekarno – Hatta, benar nama
SH. Sarundajang ditemukan ke Pnom Phen pada tanggal 19 Januari 2011 dengan
pesawat Malaisya Airlines kode MH 710 dan kembali pada tanggal 23 Januari 2011
dengan pesawat Garuda Airline kode GA 825.
Namun ketika dikonfirmasi ke
Malaysia Airlines, oleh salah seorang stafnya disana dijelaskan penumpang
bernama SH. Sarundajang tidak terdaftar pada pesawat MH 710 dimaksud. Artinya,
pihak Imigrasi sudah memberikan informasi yang tidak benar.
Sementara dengan pesawat Garuda
kembali dari Kuala Lumpur ke Indonesia pada tanggal 23 Januari 2011, benar
tercatat penumpang bernama Sinyo Harry Sarundajang dengan nomor tempat duduk 02
F didampingi Sonny Nender -mantan bandar
judi Amussement pasar ’45- pada tempat duduk 02 E.
Sehingga dari keterangan Kantor
Imigrasi Bandara Soekarno – Hatta bila disesuaikan dengan suratnya, apakah ke
Pnom phen dan atau dari Kuala Lumpur, belum dapat menguatkan surat keterangan
surat Sarundajang, dan patut diduga Keterangan Palsu.
Foto : 1. Scane Komentar Budiman Rekayasa SHS
2. Foto pegawai
MalaisyaAirlines
Bab 3
Periksa Formil Walk Out
Sidang ke-7 Rabu tanggal 26
Januari 2011, berlangsung melalui pemeriksaan formil ala PN. Manado gaya
peradilan penjajah Belanda dab Komunis, dilangsung secara otoriterian oleh
Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Armindo Pardede, SH. MAP.
Korban SH. Sarundajang tidak
hadir, dengan alasan bertemu dengan Menteri PU, sesuai surat yang dibacakan
ketua majelis hakim Armindo. Namun alasan formil sebagaimana surat sebelumnya,
tanpa selembar bukti Surat Keterangan atau yang sama sifatnya sebagai lampiran,
benar tidaknya alasan tersebut. Tiga kali
kewajiban secara negative (negative wettelijk) sesuai azas hukum, tidak pernah
dilakukan secara aktif oleh Hakim, untuk mencari bukti/ alasan mengapa Korban
tidak mengikuti sidang.
Sidang yang sudah menelikung
ketentuan tata cara yang diatur sesui pasal 160 ayat (1)b,
Kali ini sebagaimana amanah pasal
159 ayat (2) KUHAP, dalam hal saksi tidak
hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai
cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim
ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.
Juga diabaikan.
Dan dalam surat SH. Sarundajang
tertanggal 26 Januari tersebut, selain menyatakan tidak dapat hadir karena ada
pertemuan dengan Menteri PU, pada point ke-3 meminta agar BAPnya dibacakan
saja.
Atas permintaan surat Korban SH.
Sarundajang, tertanggal 26 Januari 2011 agar BAPnya dibacakan, Hakim Ketua menuruti permintaan surat
tersebut. Dengan membaca KUHAP pasal 162 ayat 1, 2, sebagai alasan
dasarnya, Hakim Ketua mempersilahkan membacakan BAP saksi KORBAN dengan
mengeksploitir sidang pemeriksaan formil yang tidak sesuai undang-undang.
Bahwa terkait dengan alasan yang
dijadikan dasar pemaksaan pembacaan BAP, nampaknya sudah disetting. Pasalnya
terlihat dari indikator adanya surat Sumpah janji dihadapan penyidik Poltabes
Manado. Namun adalah lebih fatal lagi, dan sangat bertentangan dengan pasal
yang dijadikan pijakan Majelis Hakim, pasal 162 KUHAP, tidak ada bukti selembarpun, baik berupa Surat Tugas dari Menteri
Terkait apalagi dari Presiden sebagai pemegang kekuasaan otoritas Negara, yang
membuktikan Gubernur SH. Sarundajang sedang melakukan TUGAS KENEGARAAN,
termasuk tidak menghadirkan Presiden dan Menteri untuk klarifikasi. Sehingga
penerapan pasal ini adalah tidak sesuai atau sebagai penerapan hukum yang salah
yang bertentangan dengan undang-undang.
Sehigga adalah sesuatu yang aneh
dan ganjil, kalau surat SH. Sarundajang dapat mematahkan otoritas undang-undang
pasal 159 ayat (2) KUHAP. Dan atas tindakan hakim tersebut, kami menolak
pembacaan BAP. Namun anehnya, ketua
majelis hakim yang memiliki “kekuasaan” tetap bersikeras dan meminta jaksa
segera membacakan BAP saksi korban. Kami-pun bertahan dengan sikap kami meminta
tetap menghadirkan saksi korban untuk diperiksa dipersidangan, sebagaimana
diamanat undang-undang pasal 185 ayat (1) KUHAP, untuk pemeriksaan langsung.
Atas sikap Hakim ketua yang tidak
adil, diskriminatif dan otoriter tersebut, sempat terjadi ketegangan yang patut
dicurigai bahwa agenda sidang ini telah disetting. Telah ada yang mengatur.
Mempertimbangkan tidak akan ditemukan kebenaran
materil dalam sidang formil macam
ini. Kami memutuskan keluar. Walk out.
Pilihan kami keluar, karena hakim
Armindo memaksakan kehendaknya. Apalagi jelas sekali diatur dalam undang-undang
yang dimaksudkan pemeriksaan dilakukan dipersidangan untuk menemukan kebenaran materil sesuai KUHAP pasal 185 ayat (1), keterangan saksi sebagai alat bukti ialah
apa yang saksi nyatakan disidang pengadilan, dan bukan dibacakan. Lantas
mengapa sebagai saksi korban tidak mau dihadirkan di Pengadilan ? ada maksud
apa ?.
Kami menjadi bingung, ternyata
intervensi surat keterangan Gubernur Sulut SH. Sarundajang lebih kuat dari
Undang-Undang (KUHAP Pasal 159 ayat 2, pasal 185 ayat 1). KORBAN benar-benar
diistimewakan ! . Dimana tidak sesuai pedoman Hakim yang harus melakukan fairness.
Proses persidangan berjalan tidak
sesuai tata tertib acara sidang, dengan melakukan perubahan undang-undang ala
PN. Manado menjadi acara sidang pemeriksaan secara formil dengan hanya
membacakan BAP korban untuk kebutuhan formil majelis hakim PN. Manado.
Betapa majelis hakim PN. Manado,
tidak lagi berpegang teguh pada kemurnian pelaksanaan tugas dan tanggungjawab
sebagai penegak dan penjaga hukum dan keadilan yang memberi kepuasan pada
pencari keadilan dan masyarakat. Sehingga jelas sekali telah melanggar kode
etik sebagaimana sepatutnya Hakim Berperilaku Adil.
Padahal dengan menggebu-gebu,
Hakim Ketua selalu menyatakan tidak ada yang dapat mengintervensi dan
mempengaruhi jalannya sidang, “termasuk Sarundajang,” tegasnya.
Fakta berbalik, perintah surat
bisa mengalahkan otoritas Hakim ketua dan Undang-Undang.
HAKIM TAKUT ? entahlah. Padahal, sesuai amanah KUHAP
pasal 159 ayat (2), menegaskan, Dalam hal
saksi tidak hadir, meskipun telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang
mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir,
maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke
persidangan.
Artinya, jelas sekali, pada pasal
ini, ada HAK atau WEWENANG Hakim Ketua, harus menghadirkan, setelah peran Jaksa
Penuntut Umum (3 kali) gagal. Sehingga, ruang pesan atau amanah wewenang hak
Hakim Ketua tidak boleh diabaikan.
Bahwa KORBAN tidak berhasil
didatangkan pada panggilan ke-3, tidak semestinya batas upaya ke-3 Jaksa
Penuntut Umum menjadi akhir dari pemeriksaan KORBAN. Artinya, masih ada
wewenang Hakim. Lantas dimana peran dan hak hakim sesuai amanah KUHAP pasal 159
ayat (2). Apalagi kompetensi KORBAN menjadi
petaruh utama wibawa hukum Negara, agar tidak membangun kesan hukum telah
terjadi pilih kasih dan dipermainkan yang “ mengaku” sebagai saksi KORBAN.
ROH SETIAP WARGA SAMA DIMATA
HUKUM, rontok di PN. Manado.
Bahwa fakta persidangan selama
ini yang melibatkan pejabat Negara setingkat Menteri dibawahnya, tidak ada dan
belum pernah terjadi adanya alasan tugas Negara menjadikan mereka mengabaikan
persidangan dan undang-undang. Di Kota Manado lain. Apa sudah ada Negara Manado
?.
Menteri Menkopolhukam, Menteri
Olaraga dan Pemuda, Sekneg Patta Radjasa pada persidangan Aktivis Bendera, toh
dapat hadir, walau hanya dengan kapasitas sebagai saksi bukan KORBAN.
Sehingga penjabaran KUHAP pasal
160 ayat 1,2 ini, belum pernah diinterpretasikan secara lain untuk kepentingan
dan alasan yang tidak jelas, apalagi untuk tidak patuh atas perintah
undang-undang.
Kualitas KORBAN Gubernur hanya
perpanjangan pemerintah pusat didaerah. Bertugas didaerah, bukan mengurus
persoalan Negara. Sehingga bisa diduga Gubernur Sulut hanya beralasan
menghindari persidangan ?. Rasanya kita
butuh fatwa MA untuk problem mangkirnya Gubernur Sulut. Agar wibawa Hukum
ditangan Hakim jelas !.
Perdebatan Rekayasa
Mengenai informasi ketidak
benaran atas pertemuan dengan menteri PU, sempat terjadi perdebatan dengan
ketua majelis hakim, Armindo Pardede, atas pernyataan saya bahwa surat tersebut
hanya merupakan rekayasa, namun anehnya Hakim mengatakan tidak ada rekayasa.
Atas pembelaanya tersebut yang
semakin kuat betapa sikap hakim begitu berat sebelah, dan mengistimewakan
Korban, maka saya bertekat untuk membuktikan keyakinan saya atas informasi yang
saya peroleh bahwa SH. Sarundajang tidak pernah bertemu dengan Menteri PU pada
tgl 26 Januari 2010.
Untuk membuktikan rekayasa yang
menjadi perdebatan saya dengan ketua majelis hakim, dari konfirmasi saya ke
Departemen PU, oleh pihak Humas, tidak ditemukan adanya agenda pertemuan resmi
antara Menteri PU dengan Gubernur SH. Sarundajang.
Namun saya bersikeras untuk
meminta keterangan tertulis dari pihak Humas dan meminta bertemu dengan Ka.
Biro Humas Departemen PU. Saya pun bertemu dan dijelaskan tidak ada pertemuan
pada tanggal 26 Januari.
Hanya saja nanti pada tgl 27
Januari 2011, ada pertemuan tidak resmi sehingga tidak ada yang mengikuti
pertemuan tersebut, dimana hanya Menteri dan wakil Menteri dan didampingi, oleh
Humas. Jadi tidak ada wartawan ketika itu.
Kali ini pun pada panggilan ke-3,
usai pembacaan BAP Korban, dijelaskan saksi Ir. Xandramaya Lalu tidak dapat
hadir karena sakit oleh JPU, namun tidak ada selembar surat yang diperlihatkan
bahkan dibacakan oleh majelis hakim. Jelas tidak fair.
Untuk pemanggilan kali ketiga
menjadi klimaks diskriminasi hakim Armindo Pardede Cs, mempertontonkan secara
telanjang mata dan berani mematahkan amanah undang-undang, saksi korban tidak diperiksa dipersidangan. Hingga melahirkan walk
out.
Foto : 1. Scane koran (SHS dan Xandra batal bersaksi
2. SH. Sarundajang
Bab 4
Settingan Sesat
Keempat
Setelah pemeriksaan Korban SH. Sarundajang sebagai saksi pada panggilan
ke-3 gagal, dimana klimaks prosesi persidangannya hanya berupa pembacaan BAP,
kali ini terhadap saksi fakta yang sangat penting pada panggilan keempat
diagendakan lagi.
Agenda pemeriksaan saksi ke-empat Rabu, 2 Februari 2011, Ir. Xandramaya
Lalu, lagi-lagi mangkir dengan alasan keluar daerah, tanpa memperlihatkan dan
membacakan surat keterangannya, termasuk bukti Surat Tugas dan SPPD.
Hakim pun kali ini berlaku tidak adil, tidak menanyakan adanya bukti-bukti
tentang keberadaan saksi, sama seperti sebelumnya, tak pernah surat maupun
bukti-bukti itu ditanyakan, sebagai hakim pidana yang seharusnya secara aktif
menemukan kebenarannya. Sikap hakim betul-betul berat sebelah, tidak sesuai kode
etik dan pedoman Hakim.
Lantas mengapa hingga terjadi
pemanggilan keempat ?. Ada apa kemudian bila memasuki pemanggilan ke-empat
tidak dilakukan perintah penahanan oleh hakim, karena sebagai saksi BAP, jelas
telah mempersulit pemeriksaan dipersidangan.
Pada kesempatan itu, saya terdakwa
meminta memeriksa kembali surat keterangan untuk menemukan kepastian dan
kebenaran keterangan yang dikirimkan KORBAN Drs. SH. Sarundajang.
Hal tersebut saya lakukan, karena saya
dan teman memperoleh informasi tidak ada agenda pertemuan Menteri PU dengan
Gubernur pada Rabu 26 Januari 2011 di Manado maupun Jakarta. Namun hakim ketua
menyatakan kan sudah dibacakan minggu lalu.
Tapi saya bersikeras meminta meneliti
kembali, karena ada kebohongan, hakim akhirnya memberikan kesempatan memeriksa
surat-surat tersebut.
Usai memeriksa, saya mengkomplein
keterangan palsu tersebut, dan
meminta pertimbangan, agar KORBAN harus dihadirkan kembali, karena telah
melakukan pembohongan/ dusta. Dan penting didengar keterangan Korban sesuai
azas hukum.
Sebagaimana adanya hak hakim
ketua yang belum dipergunakan untuk persidangan. Namun anehnya, tidak diterima
Hakim Ketua, dengan alasan BAP sudah dibacakan.
Atas sikap tersebut, kembali saya
nyatakan kepada majelis hakim :
a. Meminta, Ir. Xandramaya Lalu
saksi BAP harus dihadirkan, karena merupakan salah satu panitia local (saksi
penting ) yang harus bisa menunjukkan bukti-bukti berupa SK atau Keppres atau
surat-surat terkait dengan kegiatan WOC dibulan Februari 2007, sehingga kita
tidak bermain dalam wacana persidangan rekaan pikiran orang.
Adapun maksud permintaan saya, agar
misteri REKAYASA tersebut, bisa terungkap. Dan menemukan siapa dalang dan
motifasi persekongkolan dari tuduhan yang tidak benar.
b. Kali kedua (2), saya meminta
menghadirkan saksi verbalism, atas dasar janji haklim ketua dan sesuai
keterangan saksi Boy Watuseke, yang tidak mengakui Laporan Polisi No. Pol. :
LP/541/IV/2008/SPK/Poltabes-Mdo, tertanggal 01 April 2008, sebagai
laporannya.
Maksudnya, agar misteri LP harus dikonfrontir, untuk
mengetahui siapa pelapor sebenarnya, dan siapa perekayasa peristiwa atas
tuduhan tindak pidana tersebut. Apakah melibatkan penyidik atau konspirator
lainnya.
Anehnya, sikap Hakim ketua
berubah, tidak menggubris permintaan saya, sesuai pernyataan Hakim ketua
sendiri pada sidang ke-6 akan membantu
menghadirkan saksi verbalism. Tiba-tiba berubah, tidak menggubris
permintaan saya untuk menghadirkan saksi verbalism. Terkesan bukti adanya
Laporan palsu hendak ditutup-tutupi dan melindungi oknum yang telah melakukan
rekayas laporan.
Malah Hakim Ketua memerintahkan
JPU Claudia Lakoy, SH segera membacakan BAP saksi Ir. Xandramaya Lalu. Karena
sikap Hakim Ketua yang misterius, berat sebelah dan tidak adil tersebut,
kembali kami memilih walk out. Menolak dan tidak menerima pembacaan saksi BAP
Ir. Xandramaya Lalu.
Sidang ditangan JPU & Hakim,
benar-benar sangat otoriter dan mengistimewakan pihak Korban, sehingga kami
tidak dianggap lagi dalam persidangan. Padahal, sudah pada panggilan ke-4 namun
masih saja tidak dilakukan upaya hukum paksa, atau penahanan malah BAP
dibacakan.
Tujuan mencari kebenaran dan
keadilan di PN. Manado, menghadapi tirani. Benar-benar menghadapi tembok.
Padahal dasar permintaan kami berpedoman sesuai KUHAP. Sebagaimana amanat
KUHAP pasal 160 ayat (1) point c, menegaskan, Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan
terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta
oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya
sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, Hakim Ketua sidang WAJIB mendengar
keterangan saksi tersebut.
Foto : 1. Scane Koran Komentar Walk out
2. scane koran jemput paksa tergantung hakim
Bab 5
Saksi
Verbalism Tidak Diperiksa
Berdasarkan keterangan saksi Boy Watuseke yang diperiksa pertama atau
bertentangan dengan pasal 160 ayat (1) b, dalam pemeriksaan dipersidangan yang
menolak laporan polisi No. Pol.: LP/ 541/ IV/ 2008/ SPK/ Poltabes-Mdo,
tertanggal 1 April 2008, telah sempat dinyatakan oleh hakim ketua agar Jaksa
menghadirkan saksi verbalism.
Dan atas fakta hukum tersebut, berulang kali kami mintakan dipersidangan,
hakim ketua menyatakan kepada jaksa penuntut umum agar menghadirkan saksi
verbalism, pada sidang berikutnya.
Hingga kemudian memasuki sidang kelima (5) Rabu tanggal 19 Januari 2011,
kembali kami meminta untuk menghadirkan saksi verbalism, namun oleh ketua hakim
majelis Armindo Pardede, SH,. MAP, mengatakan, sabar ini bukan jatah kamu,
nanti kami bantu.
Selanjutnya sidang pemeriksaan keempat, kembali kami meminta menghadirkan
saksi verbalism, namun permintaan ini tidak digubris. Bahkan terkesan hakim
ketua mulai berubah pikiran. Entah settingan sudah termakan skenario Makelar
Kasus.
Bahkan hakim ketua memaksakan pembacaan BAP saksi Ir. Xandramaya Lalu.
Namun saya terdakwa melakukan interupsi untuk meminta agar saksi Xandramaya
Lalu harus dihadirkan dipersidangan dan menolak pembacaan BAP.
Demikian pula, saya kembali menyatakan meminta menghadirkan Korban SH.
Sarundajang yang tidak pernah diperiksa. Dan yang ketiga, saya meminta agar
saksi verbalism dapat dihadirkan untuk diperiksa dipersidangan, guna dari
ketiganya dapat diperoleh kebenaran materil.
Namun semua permintaan saya terdakwa tidak digubris hakim ketua. Bahkan
hakim dengan kerasnya meminta agar jaksa penuntut umum segera membaca BAP
Xandramaya Lalu. Atas tindakan tidak adil dan berat sebelah yang kesekian
kalinya, kembali saya melakukan walk out. Hakim sudah benar-benar kena!, duga
saya.
Foto : Scane hanry peuru tinggalkan sidang lagi
Bagian
Delapan ;
Telikungan Ala Peradilan Sesat
Pada tgl 4 Februari 2011, saya
terkejut dengan membaca berita di harian Komentar, tentang telah dilangsungkan
agenda pemeriksaan TERDAKWA Rabu 2 Februari 2011. Dimana dalam pemberitaan
tersebut, pada agenda pemeriksaan saksi Ir. Xandramaya Lalu, Hakim Ketua juga
telah memerintahkan pembacaan BAP
terdakwa. Padahal disamping itu, masih belum dilaksanakan agenda sidang
pemeriksaan saksi verbalism, saksi meringankan dan baru ke agenda sidang
Terdakwa. Apa bisa 1 hari sidang langsung 4 agenda sidang ?. Apa ada selama ini
sidang borongan ala hakim Armindo ?.
Bahwa hari Rabu, 2 Februari 2011
itu, merupakan agenda pemeriksaan saksi BAP Ir. Xandramaya dari pihak KORBAN,
sebagaimana juga dijelaskan oleh Humas PN. Manado (Tribun Manado Selasa 1/2).
Karena peradilan sesat yang terus
berlangsung, dimana pemeriksaan Ir. Xandramaya Lalu hanya dibacakan BAPnya,
kami walk out. Dan saat itu, Rabu (2/2) saya langsung mengadakan konferensi
pers di kantin PN. Manado, mengenai prosesi sidang yang menyimpang dan sikap
hakim yang terus berat sebelah, yang menunjukkan sikapnya bertentangan dengan
ketentuan 1. Berperilaku Adil dalam penerapan poin (4), tentang Kode dan
Pedoman Perilaku Hakim tahun 2009.
Dan selama ini, terkait dengan
agenda sidang pemeriksaan terdakwa, saya tidak pernah dipanggil secara resmi
dalam bentuk apapun baik lisan apalagi tulisan oleh penuntut umum untuk
pemeriksaan Terdakwa, ataupun diberitahukan lewat persidangan sebelumnya.
Sehingga saya menjadi kaget
mendengar kabar lewat media, telah diagendakan sidang pembacaan tuntutan pada
sidang berikutnya. Padahal belum ada sidang yang melakukan pemeriksaan
Terdakwa. Termasuk agenda sidang saksi verbalism yang akan dikonfrontir atas
keterangan Boy Watuseke, SH saksi A Charge yang menyatakan tidak melapor dan
menolak mengakui surat laporan yang ditunjukkan dipersidangan. Juga belum
dilakukan pemeriksaan saksi meringankan yang telah dipersiapkan.
Kalaupun tanpa melalui surat
panggilan, maka menurut tertib acara sesuai KUHAP, sidang ditutup dulu, baru
kemudian ditetapkan sidang untuk agenda sidang selanjutnya pada hari yang lain,
dan bukan pada hari yang sama.
Dari sini semakin jelas
telikungan penyesatan Hakim Ketua atas kepatutan penetapan agenda pemeriksaan
Terdakwa, yang sepatutnya tidak boleh disamakan harinya saat itu juga dengan
agenda pemeriksaan saksi dari pihak Korban.
Pun kalau Terdakwa tidak datang,
maka perlu dilakukan pemanggilan secara sah untuk didengarkan keterangan
Terdakwa dimuka persidangan. Saya menduga, hakim sengaja berbuat demikian agar
tidak terbongkar borok-borok rekayasa para Mafia Hukum didepan persidangan.
Sehingga patut diduga telah terjadi konspirasi dengan melakukan rekayasa
pemeriksaan menyimpang dari tata cara persidangan.
Apalagi, belum melalui mekanisme
pengajuan saksi verbalism maupun saksi meringankan. Sehingga jelas arogansi
yang patut diduga, telah dimuati scenario Rekayasa, untuk menciptakan PERADILAN
SESAT dan target hasil sidang sesuai pesanan kepentingan.
Kini jelas sudah, dugaan sebelumnya ada REKAYASA, terbukti, REKAYASA
TELAH MERAYAP KE RUANG SIDANG. Hakim telah melakukan persidangan sesat. Tidak
memeriksa Korban. Lebih sesat lagi, tidak melakukan pemeriksaan Terdakwa.
Sehingga tertib acara sidang menjadi semakin tidak jelas, bahkan menuju ke
PERADILAN SESAT ternyata bukan bualan ada juga di PN. MANADO.
Betul-betul spektakuler, tidak memeriksa saksi verbalism, saksi
meringankan dan Terdakwa langsung menyimpang/ by pass kesidang Tuntutan.
Artinya, dalam sehari Majelis hakim telah menelikung 3 agenda sidang yang di by
pass.
Bahkan bukti-bukti yang diminta Terdakwa dalam persidangan berupa
daftar hadir, notulen rapat, SK Panitia local, Keppres No 23 tentang
pembentukan panitia Nasional WOC tahun 2007 dan berita tentang WOC, tidak
pernah digubris Hakim. Ada apa hakim tidak mau meminta bukti-bukti tersebut.
Apakah hakim sengaja ingin menutupi kebohongan ini ?.
Namun proses peradilan sesat ala Armindo Pardede, SH,.MAP
di PN. Manado, sebenarnya bukan barang baru. Bahwa Armindo juga sempat
melaksanakan proses peradilan masal. Artinya, bukan hanya ada kawin masal,
namun peradilan masalpun pernah dilaksanakannya yang kurun hampir 3 tahun ini,
belum juga ada putusan. Bahkan vonisnyapun mandek ditangan Armindo Cs.
Peradilan massal tersebut
dilakukan terhadap 15 orang yang didakwa sebagai koruptor. Dan baru empat (4)
koruptor asal kabupaten Talaud : Wilson Tine, ST, ME (5 thn), Toni Assalui,
Oscar Lindo, dan Nimatula Birahi masing divonis 2,5 tahun pada tahun 2010 dan
kini meringkuk dipenjara Malendeng dan penjara Talaud.
Sementara yang sisanya sekitar 11
orang : Abson Maengga, Corry Tumimbang, Jackmond Amisi, Tjandra Bayang, Donald
Palar, Hendry Palar, Wenny Palit, Ferry Larinda, Muhamad Rusdi, Denny Tongkeles
dan PPK Bapak Mandiri, sudah 2 tahun lebih berjalan ini senyap di PN. Manado.
Ditengarai proses sidang ini
sengaja dihentikan dan didiamkan. Menurut sumber, diduga para terdakwa telah
diperas miliaran rupiah, hingga sidang 2 tahun lebih ini, sengaja dihentikan.
Foto : Scane koran
Sidang
Bab 1
Terdakwa Tidak Diperiksa
Bila sebelumnya sidang sudah berjalan menyimpang tidak memeriksa
Korban SH. Sarundajang sehingga tercipta peradilan sesat, maka kalau Terdakwa
tidak periksa, sudah menjadi patut dimaklumi. Mungkin sidang seperti ini
menjadi trend Hakim Armindo sebagai terobosan sidang modern di Indonesia.
Bahwa kontroversi tidak dilakukan
pemeriksaan terhadap Korban dan Terdakwa, adalah bertentangan dengan Audio
Alterampartem (proses persidangan harus mendengarkan dua (2) belah pihak.
Demikian pula azas pemeriksaan secara langsung tidak dilakukan. Namun kuasa
ditangan Hakim peradilan sesat, menjadi sangat menentukan.
Hal tersebut tak dapat dibantah,
karena fakta sidang sebelumnya, telah terjadi empat kali sidang tanpa dihadiri
terperiksa. Apalagi hanya soal tidak memeriksa Terdakwa, gampanglah disiasati.
Pertama tanpa memeriksa Korban,
SH. Sarundajang, kedua tanpa memeriksa saksi sesuai berkas Ir. Xandra maya
Lalu, ketiga tanpa memeriksa saksi Verbalism, dan keempat tanpa memeriksa saksi
meringankan.
Dimana upaya pemanggilan untuk
pemeriksaan korban SH. Sarundajang sebagai saksi yang “konon” mempunyai gawean
mencari keadilan di PN. Manado, sebanyak 3 (tiga) kali akhirnya kandas.
Sementara saksi Xandramaya Lalu 4 (empat) kali gagal juga.
Kalau yang lainnya yaitu saksi
verbalism dan saksi meringankan, termasuk terdakwa, anggaplah hanya kucing
garong kali, jadi tidak dipanggil dan tidak juga diperiksa tak apalah. Mungkin
menurut hakim ketua Armindo Pardede, Efran Basuning dan Willem Rompis, merekalah
yang menentukan kepatutan sidang di negeri ini.
Entah negeri ini dipandang
sebagai negeri anata beranta, sehingga hakim mengabaikan sidang-sidang
tersebut, walau bertentangan dengan tata cara sidang yang telah diatur menurut
undang-undang. Entah karena suap menghadang. Wallahualam ? !.
Dengan proses sidang yang terus
ditelikung kearah jalan sesat, terakrobati lagi oleh Mafia Peradilan secara
telanjang mata melakukan langkah zig-zag dengan melakukan by pass proses
persidangan rekayasa ke-agenda sidang Pembacaan Tuntutan, tanpa melakukan
pemeriksaan kepada Terdakwa, atau telah bertentangan dengan pasal 189 ayat (1)
KUHAP, kini menjadi preseden buruk bagi peradilan di Manado khususnya,
Indonesia umumnya.
Jadi jelas ini merupakan
peradilan diskriminatif. Dimana menurut ketentuan umum Bab 1 pasal 1 butir 9,
menegaskan, mengadili adalah
merupakan serangkaian tindakan hakim untuk menerima memeriksa dan memutus
perkara pidana berdasarkan asas bebas jujur dan tidak memihak disidang
pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Lantas, ada apa dibalik langkah
misterius majelis hakim hingga harus mengabaikan tata cara dengan tanpa
melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa, saksi verbalism dan saksi
meringankan ?. Lalu mengapa melakukan tindakan mengistimewakan korban
SH. Sarundajang, hingga menunjukkan sikap memihak dan tidak dilakukan pemeriksaan
korban ?. Ada maksud dan tujuan apa majelis hakim menciptakan peradilan
sesat macam ini ?. Apakah majelis hakim sudah disuap ?.
Apalagi, pada episode sidang by
pass pembacaan BAP saksi Ir. Xandramaya Lalu, sidang berlangsung secara
otoriter. Padahal sebagaimana asas hukum
butir h pada poin 1. Penjelasan Umum KUHAP, dijelaskan Pengadilan memeriksa
perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
Demikian pula, saat terdakwa ke Jakarta menjenguk anak sakit
yang telah dilakukan pemberitahuan secara patut, lagi-lagi dilakukan siasat
sidang penetapan penahanan tanpa dihadiri terdakwa.
Bab 2
Rentetan Peradilan Sesat
Klimaks rekayasa persidangan yang penuh dengan intrik dan trik
penyesatan ala Ketua Majelis Hakim Armindo Pardede, SH, MAP Cs ini, terus
melahirkan kontroversi penyesatan demi penyesatan dengan agenda sidang
rekayasa/ inprosedural atau bertentangan dengan KUHAP.
Dimana dilahirkan proses sidang
menyimpang berupa sidang baca BAP ke baca BAP. Yaitu mulai dari baca BAP saksi
Korban, SH. Sarundajang, baca BAP Saksi fakta Ir. Xandramaya Lalu dan baca BAP
Terdakwa Ir. Henry John Ch. Peuru, dan terus bermuara keagenda by pass/ telikungan
sidang pembacaan Tuntutan.
Mencermati fenomena rekayasa
sidang baca BAP ala Ketua Majelis Hakim Armindo Pardede, SH,.MAP, yang dimuati
dengan serial kisah pemaksaan kehendak demi pemaksaan, saya tidak akan patah
arang untuk berjuang.
Saya kemudian mengkalkulasi
rentetan kejahatan hukum yang dilakukan oleh Armindo Cs, antara lain sejak
proses sidang yang berjalan tidak sesuai dan penuh dengan rekayasa dan
penyimpangan, yaitu pertama, pada sidang pertama, bukannya memeriksa saksi
Korban, namun sidang pertama memeriksa saksi a charge atau bertentangan dengan
KUHAP pasal 160 ayat (1) b.
Kedua, pada pemeriksaaan pertama,
bukan saksi korban, Ketua Majelis Hakim Armindo Pardede, SH,. MAP dua (2) kali
memberikan pernyataan sepihak : “Kok semua Tidak benar ! dengan nada geram,
Tulis,” tegasnya dengan nada keras
kepada Panitera ! yang jelas telah melanggar tertib acara tentang kepatutan
independensi hakim yang diatur sesuai pasal 158 KUHAP.
Ketiga, tiga (3) kali saksi
korban tidak hadir untuk pemeriksaan dipersidangan, tanpa memberikan bukti
alasan ketidak hadiran saksi korban, yang selalu mengaku keluar negeri untuk
tugas kenegaraan, apakah berupa surat tugas dari Presiden, Menteri Dalam
Negeri, SPPD, Menteri Terkait, visa maupun pasport. Sehingga perlakuan istimewa
hakim Armindo Pardede, jelas bertentangan dengan Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Hakim C. 1. Berperilaku Adil poin 4.
Keempat, tidak pernah dilakukan
pemeriksaan, sehingga kami harus menolak pembacaan BAP, termasuk melakukan walk
out untuk pemaksaan pembacaan BAP dengan berdalih sesuai aturan pasal 162 ayat
(1 dan 2) KUHAP.
Kelima, tidak pernah memeriksa
atau menunjukkan bukti alasan sakit (surat sakit) saksi fakta Ir. Xandramaya
Lalu yang walau telah dipanggil sebanyak empat kali, namun tetap inkar hingga
dilakukan pembacaan BAPnya, sehingga kami walk out lagi.
Keenam, telah tiga (3) kali kami
meminta pemeriksaan saksi verbalism yang telah dijanjikan akan dihadirkan untuk
dilakukan konfrontir atas surat laporan polisi yang tidak diakui/ ditolak oleh
pelapor bukan korban, sebagai bukan laporannya, sebagaimana diatur pada pasal
160 ayat (1) c KUHAP. Akhirnya tidak diperiksa.
Ketujuh, demikian pula tidak
dilakukan pemeriksaan saksi meringankan yang telah kami persiapkan dari Tim
Pencari Fakta Korban Pembunuhan Penculikan Kekerasan dan Teror (TPF BULIKT’S),
sebagaimana diatur pula pada pasal 160 ayat (1) c KUHAP.
Kedelapan, tidak pernah dilakukan
pemeriksaan kepada Terdakwa atau menghilangkan alat bukti yang sah sebagaimana
amanah undang-undang KUHAP pasal 184 ayat (d) dan (e). Anehnya disimpangkan
ke-agenda pembacaan Tuntutan. Dimana akhirnya tertunda-tunda, karena atas
proses persidangan sesat ini, saya laporkan kepada ketua PN. Manado.
Atas delapan akumulasi rekayasa
penyesatan di PN. Manado ala Armindo Pardede, SH,.MAP, setelah melaporkan
kepada Ketua PN. Manado, yang belum ditanggapi, saya langsung melapor dan
meminta pemeriksaan pihak Pengadilan Tinggi Manado, atas sikap hakim yang berat
sebelah, berpihak tidak adil dan tidak jujur.
Buntutnya, sekalipun telah
menyimpang, peradilan sesat kembali terjadi dengan melahirkan sidang penetapan
penahanan tanpa kehadiran terdakwa. Apa Armindo sudah menerima Suap ? ? . Walahualam.
Bab 3
Melapor Ke PT. Manado
Merasakan adanya rancangan rekayasa
sidang yang sangat tidak jujur dan berat sebelah serta sangat diskriminatif
tersebut, maka saya kemudian melakukan protes dan membahasnya dengan pihak LBH
Manado.
Kami memutuskan untuk tidak akan
mengikuti sidang yang ditetapkan secara sepihak pada minggu depan. Sambil akan
mempelajari dan melihat reaksi atas putusan kedepannya yang perlu kami ambil.
Dari keputusan tersebut, saya
kemudian memutuskan menindaklanjuti dengan membuat surat protes dan meminta
pihak Pengadilan Tinggi Manado untuk melakukan penelitian dan pemeriksaan atas
jalannya sidang yang bersifat berat sebelah dan menyimpang tersebut.
Pada hari pertama memasukkan laporan pengaduan mengenai penyimpangan proses
peradilan di PT. Manado dengan judul surat : Melawan Peradilan Sesat di PN. Manado,
setelah diterima bagian pengawasan, saya kemudian diterima dan dimintai
keterangan oleh salah seorang Hakim Tinggi.
Kemudian saya susulkan surat yang
sama ditambah surat permintaan pergantian Ketua Majelis Hakim Armindo Pardede.
Surat-surat ini berkali-kali saya kirimkan, agar laporan saya diperhatikan baik
oleh ketua PN. Manado maupun pihak PT. Manado.
Dimana selama itu, sidang tidak
lagi berjalan sebagaimana mestinya. Dimana kemudian mencuat polemik surat
panggilan sidang, yang tidak pernah saya terima dan atau dilayangkan kepada
saya secara patut sebagaimana prosedur tata cara pemanggilan yang diatur sesuai
KUHAP pasal 145. Padahal ketika itu saya pun mengikuti sidang perdata rekayasa
II.
Dalam perjuangan saya untuk
mencari keadilan baik di PN. Manado maupun di PT. Manado, total surat yang saya
layangkan, 3 lembar surat, barulah respon atas laporan saya dijawab pihak PT.
Manado. Sementara ketua PN. Manado, hanya mengatakan akan melakukan konsultasi
dengan pihak PT. Manado.
Setelah hampir sebulan laporan
tersebut saya layangkan, barulah saya dipanggil via SMS oleh pihak PT. Manado,
bahwa akan dilakukan pemeriksaan oleh 3 orang Majelis Hakim Tinggi PT. Manado.
Kemudian saya mendatangi PT.
Manado, dan saya diperiksa oleh 3 orang Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Manado,
masing : Hakim Tinggi Andreas Don Rade, SH.,MH, sebagai ketua didampingi
anggotanya Guntur P.J. Lelono, SH,.MH, dan Susanto, SH didampingi Panitera
Pengganti Hj. Marie Ismail.
Bab 4
Minta Penggantian Hakim
Merasa adanya peradilan sesat
yang mengarah adanya upaya rekayasa proses peradilan di PN. Manado. Apalagi
sumber informan saya, menyebutkan adanya suatu pertemuan orang-orang tertentu
yang telah mengatur jalannya sidang.
Namun kebenaran informasi
tersebut masih belum dapat dipastikan keabsahannya. Informasi tersebut
disampaikan di ruang makan Hotel Kawanua, pada saya bersama sahabat-sahabat
wartawan lainnya.
Mendengar adanya scenario
tersebut, maka saya pun memutuskan untuk mengambil langkah tertentu, berupa
permohonan penggantian ketua majelis hakim. Apalagi, setelah adanya ancaman,
saya merasa sudah tidak aman dan tidak kondusif lagi.
Dan saya anggap ini begitu
penting, didalam mencari keadilan di Pengadilan sebagai tiang utama dalam
penegakkan hukum dan keadilan, agar berjalan secara obyektif, adil dan jujur
serta tidak berat sebelah dapat dicapai.
Belum ada jawaban atas surat
pertama, saya menyusulkan surat berikutnya sebanyak 2 kali, kepada ketua PN.
Manado dan ditembuskan ke PT. Manado, dibarengi pula dengan menanyakan langsung
kepada ketua PN. Manado.
Konfirmasi kali kedua, ketua PN. Manado tidak berada di PN. Manado, karena
sedang mengambil cuti. Pertanyaan berikutnya, saat ketua PN. Manado Edy
Sudharmono kembali hadir, menyatakan akan dikonsultasikan dengan pihak PT. Manado.
Foto : Scane Koran tuntut ganti
hakim
Bab 5
Ancaman
Mafia
Sejak laporan tersebut saya
masukkan ke PT. Manado, saya diancam oleh sekelompok orang baik berupa sms
maupun telepon. Bahkan SMS tersebut bukan saja diarahkan kepada saya, namun
juga diarahkan kepada istri saya di Jakarta. Rupanya teror sengaja ditebar
keseluruh keluarga.
Kepada istri saya di Jakarta, SMS
dari nomor tidak dikenal, berbunyi rencana pembunuhan. Atas ancaman SMS
tersebut, kemudian istri saya menginformasikan kepada saya, dan saya sarankan
segera sampaikan ke LPSK. Istri sayapun langsung melaporkan ke LPSK tentang
adanya ancaman tersebut.
Sementara anak saya Risa Christie
mahasiswi Fakultas Hukum UNSRAT, pun didatangi oleh orang yang tidak dikenal di
Bitung ketika sedang berlibur pada temannya disana. Dia ditanyai beberapa hal
yang sifatnya menekan. Berbau ancaman.
Atas ancaman yang menimpa
keluarga kami, keluarga temannya yang kebetulan keluarga teman saya juga,
kemudian mewanti-wanti agar anak saya tidak keluar sembarangan. Dan mereka
melakukan pengawasan yang cukup ketat.
Sambil menunggu pemeriksaan di
PT. Manado, bukan saja dirongrong
ancaman via SMS, namun tekanan fisik pun mulai dirancang. Di Tomohon,
ketika saya sedang bersama-sama teman-teman, usai di SMS, kami didatangi oleh
sekelompok orang berkendaraan sebuah mobil kijang dan 2 kendaraan bermotor,
namun kami dapat menghindar lari lewat belakang toko.
Mereka memburu saya hingga ke
Kota Tomohon sekitar jam 23.00 wita malam. Perburuan tersebut, bukan hanya ke
Tomohon, namun hingga ke Kelurahan Tara-tara Kota Tomohon. Mereka mengira saya
menginap dirumah kepala Perwakilan Tabloid Buser Sulut Bertje Rotikan.
Gelagat ancaman yang membuat
suasana keamanan saya menjadi tidak kondusif lagi, saat pemeriksaan juga saya
beritahukan kepihak pemeriksa Majelis Hakim Tinggi PT. Manado, dan dicatat baik
SMS maupun nomor HP asal SMS ancaman tersebut.
Sumber saya menyebutkan bahwa
ancaman tersebut diduga terkait dengan laporan saya ke PT. Manado, serta adanya
informasi saya akan segera ke Jakarta untuk melaporkan kasus penyimpang sidang
tersebut, termasuk adanya agenda aksi yang akan saya lakukan di Jakarta, yang
menurut info tersebut bisa mengganggu agenda ujian Doktor SH. Sarundajang di
UGM. Entah siapa yang menghembus isu-isu buruk tersebut, tak jelas sumbernya.
Atau memang munculnya ketakutan tersebut karena perbuatan mereka sendiri.
Foto : PT. Manado.
Bab 6
Berhenti Sekolah Karena Ancaman
Melihat dan merasakan adanya
ancaman yang terus memprovokasi proses persidangan, saya kemudian melakukan
tindakan ekstra hati-hati, apalagi sebelumnya, saya telah mengalami renteten
rekayasa yang selalu dijadikan alasan dipolisikan, bila saya salah melangkah
sedikitpun.
Sayangnya rasa was-was yang saya
alami, bukan hanya mengitari semua kegiatan saya, namun lebih dari pada itu,
telah menohok hingga mengganggu ketenangan kehidupan keluarga saya. Istri-pun
walau tinggal di Jakarta, mengalami teror SMS, akan dibunuh.
Atas ancaman SMS tersebut telah
dilaporkan ke LPSK dan Majelis Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Manado. Kami
memberikan lengkap dengan materi sms dan nomor hand phone sumber sms.
Demikian pula, ancaman ini telah
diterima anak wanita saya mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangie
Manado. Dia diancam berupa investigasi tertentu yang mengaku dari wartawan,
saat liburan bersama temannya di Bitung.
Akibatnya, keluarga yang juga
kebetulan teman saya dimana dia berlibur, menjadi was-was dan selalu melakukan
pengawasan ekstra hati-hati. Mereka dicegah untuk keluar terlalu jauh atau
keluar tanpa rombongan atau tanpa orang tua.
Saya-pun dalam kesibukan dalam
meghadapi sidang yang sedemikian berat dan harus penuh awas dan ekstra
hati-hati baik dipersidangan maupun diluar sidang, rasanya terlalu sulit
melindungi dan mengawasi anak wanita saya : Risa Christie.
Melaporkan kepada Polisi atas
berbagai ancaman yang ada, kami sudah pesimis, soalnya, sudah lumayan banyak
laporan yang kami sampaikan atas ancaman teror hingga ketindakan kekerasan
sekalipun, tak satupun yang ditindaklanjuti. Jadi kami harus mencari jalan
keluar sendiri, untuk sementara waktu. Entah apakah Polisinya bagaimana, kami
tidak tahu.
Apalagi menyangkut keamanan anak
wanita saya yang sedang kuliah di Fakultas Hukum UNSRAT Manado. Kami tidak mau
lagi kecolongan atas peristiwa yang dilakukan kaki tangan Sarundajang yang
membawa dan mengancam ketiga anak kami kerumah dinasnya.
Sebagai anak wanita, tentunya
kami begitu khawatir, sehingga harus memutuskan dengan berat hati akan
keselamatannya, walau harus menghentikan kuliahnya sekalipun. Hal tersebut,
kemudian saya konsultasikan tentang kekhawatiran saya dengan istri dan oma
opanya.
Mencermati kondisi yang demikian
buruk dan menegangkan, saya kemudian juga harus
bijak membicarakan dengannya untuk menunda kali kedua kuliahnya, apakah
dia rela atau tidak karena menyangkut masa depannya.
Hasil pembicaraan saya dengannya,
pilihan terbaik akan berhenti kuliah, untuk menghindari resiko ancaman, yang
bukan tidak mungkin bisa terjadi, mengingat apa yang dialami sebelumnya, dimana
mereka bertiga sempat dibawah (“sandera”) dan diancam dirumah Gubernur, walau
dengan berat hati mengingat masa kuliahnya yang duduk ditingkat akhir.
Dia juga memang merasa takut atas
kemungkinan yang lebih buruk terjadi dan tak diingini. Dimana Risa tidak mau
menerima resiko yang sama atau lebih berat dengan adiknya Prasetyo yang saat
ini karena ancaman dirumah Gubernur, menjadi sakit : Tekanan Mental !. Yang
saat ini harus berhenti sekolah. Sehingga dengan berbagai pertimbangan atas
kemungkinan serta resiko yang bisa saja
terjadi, kami harus memutuskan kuliahnya dihentikan.
Memang ada pemikiran untuk
memilih pindah kuliah, namun soal pembiayaan yang besar, menjadi persoalan baru
yang cukup berat bagi kami. Apalagi terus dilindas dan ditindas serta
dikriminalisasikan oleh Mafia Hukum dan Mafia Peradilan Sulut.
Dari berbagai pertimbangan dan
alternatif yang telah kami pikirkan bersama, maka pilihan penundaan kuliah
sementara waktu menjadi pilihan kami. Dan tempat yang paling aman adalah keluarga. Jadi dia harus diberangkatkan ke Kota
Tangerang Selatan berkumpul bersama adik-adiknya.
Dengan terpaksa dia harus menunda
kuliahnya. Berat rasanya harus meninggalkan dunia kampus dan rekan-rekan
kuliahnya, namun apa boleh buat, semua harus dijalani sebagai bagian dari
perjuangan bersama. Risa yang menjadi takut karena ancaman yang juga menyadari
kondisi kami yang mulai terseok-seok baik dari kondisi ekonomi keluarga maupun
ketenangan keluarga, akhirnya mengambil pilihan berat : Meninggalkan bangku
kuliahnya, berangkat dan berkumpul bersama adik-adiknya di Serua Ciputat Kota
Tangerang Selatan.
Sayapun mengurusnya berangkat ke
Jakarta, meninggalkan dunia mudanya di Kampus. Yah, bagi saya, ini bagian dari
pengorbanan keluarga untuk sebuah perjuangan besar yang kian mendorong agar
saya terus berjuang dan berjuang.
Merekapun merasa bisa memaklumi
apa yang saya yakini dan apa yang saya perjuangkan demi keadilan dan kebenaran
yang menimpa keluarga kami. Walau begitu berat berbagai tekanan dan resiko yang
harus kami pikul.
Bahwa semua yang menimpa keluarga
saya, bukan sesuatu yang harus disesali, tetapi menjadi bagian dari perjuangan
bersama yang makin memotivasi saya dan keluarga untuk terus berjuang dan
berjuang sampai kapanpun dan dimanapun. Walau karena ancaman tersebut, sekolah
anak harus dihentikan.
Kini, sampai buku edisi revisi
ini diluncurkan, dua anak saya : Risa dan Prasetyo, pendidikannya menjadi
berantakan. Keduanya harus berhenti sekolah. Risa berhenti karena ancaman,
sementara adiknya berhenti sekolah karena mengalami sakit : Tekanan Mental yang
sedang dalam penyembuhan. Tinggalah adik bungsu mereka yang sekolah dan baru
lulus sekolah dasar di SDN Serua Neg. 1. Kota Tangerang Selatan.
Sebagai anak tertua, Risa bahkan
selama saya dipenjara, juga menjadi tulang punggung keluarga. Dia berbisnis
lewat BB, setelah memperoleh hasil penjualan buku edisi pertama yang cetakannya
dibuat tergesa-gesa.
Foto Risa
Bab 7
Diperiksa Hakim Tinggi
Selama menunggu jawaban
penggantian ketua majelis hakim, saya juga terus melakukan konfirmasi atas
surat laporan saya ke PT. Manado, menyangkut prosesi peradilan yang tidak benar
dan menyimpang.
Sampai suatu waktu dihari Kamis
April 2011, saya di SMS oleh seorang staf PT. Manado dibagian pengawasan untuk
mengambil surat panggilan pemeriksaan atas laporan saya, dengan judul Melawan
Peradilan Sesat di PN. Manado.
Disampaikan pula, surat tersebut
terkait dengan pemeriksaan yang akan dilangsungkan pada hari Senin. Apakah akan
diantar atau dikirim langsung.
Melalui SMS saya katakan nanti
saya ambil besok. Tepatnya usai makan siang saya pergi mengambil surat
panggilan tersebut. Dimana surat tersebut ditandatangani ketua Majelis Hakim
Tinggi yang akan memeriksa adalah Andreas Don Rade, SH., MH.
Hari Senin, saya mendatangani PT. Manado, pada jam 8.00 wita, dibagian
pengawasan, kemudian diantar kelantai 2 tempat diadakan pemeriksaan.
Disana telah lebih dulu sampai hakim Armindo Pardede, SH., MAP, sebagai
ketua majelis hakim yang saya lapori. Saat saya sampai, beliau baru keluar dari
ruangan salah seorang hakim, bersama Hakim Tinggi Susanto, SH.
Setelah itu saya dipanggil masuk
untuk didengar keterangan saya. Dihadapan Majelis Hakim Tinggi Andreas Don Rade, SH., MHum,
sebagai ketua didampingi anggotanya Guntur P.J. Lelono, SH,. MH, dan Susanto,
SH didampingi Panitera Pengganti Hj. Marie Ismail.
Pada pemeriksaan tersebut,
ditanyakan seputar kronologis hingga terjadinya rekayasa tindak pidana
tersebut. Demikian pula menyangkut komplein adanya pasal sesat 335 yang didakwakan tidak sesuai BAP ditingkat
penyidik.
Bahkan soal ketidakhadiran Korban
SH. Sarundajang, yang selama mengirim surat keterangannya, selalu tidak
dimintai bukti SPPD, Surat Tugas Negara, Surat Izin Mendagri, Paspor maupun
Visa, sebagai bukti dimana keberadaan korban.
Juga dimintai tanggapan soal apa
yang dimaksud diskriminatif yang tertuang dalam surat laporan saya, yang
dijelaskan bahwa setiap warga sama dimata hukum menjadi tidak berlaku karena
Korban tidak dihadirkan dalam persidangan dan diperlakukan sangat istimewa.
Pemeriksaan tersebut, ditanyakan
pula soal siapa pelapor dan Korban di BAP keberapa dan darimana berkas perkara
diperoleh. Saya kemudian menjelaskan berkas perkara saya peroleh dari majelis
hakim yang saya minta dipersidangan.
Sementara soal BAP korban sesuai
berkas perkara Korban SH. Sarundajang, diperiksa kedua pada jam 14.00 wita,
setelah pelapor bukan korban Boy Watuseke diperiksa pertama pada jam 12.00
wita.
Juga saya jelaskan berkas
penyidik yang berlepotan tip eks termasuk keberadaan cap bulat lonjong pada
RESUME yang biasa dipakai secara internal oleh Polisi. Termasuk seluruh BAP
yang menerangkan Korban Saksi-saksi maupun Tedakwa yang didengar keterangannya
sesuai pasal 310 dan 315 menjadi lain pasal 335.
Sementara dalam persidangan
Korban tidak diperiksa pertama sesuai pasal 160 KUHAP, demikian juga pernyataan
hakim : kok semua tidak benar !, sebagai suatu pernyataan berbau keberpihakan
atau bersifat berat sebelah.
Dijelaskan pula ketidak hadiran
seorang saksi BAP Ir. Xandramaya Lalu sebanyak 4 kali, tidak pernah
diperlihatkan dan dibacakan surat keteranganya termasuk surat sakit atau izin
lainnya. Adalah aneh langsung dibacakan BAPnya dipersidangan, sehingga kami
memilih walk out untuk kali kedua.
Bagian Sembilan ;
Sakit Anak Kambuh
Masih dalam proses pengaduan di
PT. Manado, tiba-tiba saya dikejutkan dengan informasi dari Jakarta, tentang
kambuhnya sakit mental anak saya. Dia telah bertindak diluar control
kesadarannya.
Bahkan suatu waktu pernah
dikeroyok sekelompok pemuda yang tidak tahu kondisi mentalnya. Tindakan lain
yang juga telah sangat membahayakan dirinya, pernah melompat dari lantai 3
gedung sekolahnya.
Cerita melompat dari lantai 3
gedung sekolahnya, pun baru saya ketahui saat menemui Guru pembinaan Siswa Ibu
Ika Kusumastuti, Skom, ketika membicarakan keinginan sekolah anak saya, yang
selalu ditanyakan kepada saya sejak dia berhenti sekolah. Dimana Ibu Ika
menyatakan peristiwa itu didengar dari teman-temannya yang menyebabkan
hidungnya berdarah, namun tak diketahuinya apakah terbentur sesuatu dia tidak
tahu persis. Karena Prasetyo menyatakan tidak apa-apa, sehingga dia tidak
begitu khawatir.
Karena tindakannya sudah sangat
membahayakan dirinya, keputusan dokter dari RSCM, untuk dilakukan rawat inap.
Apalagi, dia sering keluar rumah tanpa batas baik pagi, siang, malam bahkan
subuh dini hari.
Sebelumnya juga mengalami hal
yang sama. Sakit anak saya, merupakan dampak dari tekanan dan ancaman yang
dilakukan SH. Sarundajang dan kaki tangannya beberapa waktu lalu di Rumah
Dinasnya kompleks Bumi Beringin, termasuk dampak beberapa tekanan lainnya yang
berhubungan dengan serentetan rekayasa oleh Mafia Hukum.
Bermula dari upaya damai yang
saya tolak terus, ke-3 anak saya ternyata diincer untuk dipengaruhi agar bisa
meluluhkan hati saya untuk berdamai dengan SH. Sarundajang. Melalui Jefry
Tampomalu, kaki tangannya menemukan keberadaan anak saya.
Jefry sendiri mengakui kepada
saya, bahwa dia tidak mengetahui maksud dari Steven Liow, SSos untuk mendekati
anak-anak saya, yang akhirnya diketahui sempat dibawah oleh Steven dan Novel
kerumah Dinas Gubernur Sulut SH. Sarundajang.
Disana ketiga anak saya dibujuk
rayu, bahkan diminta secara tidak etis untuk memisahkan kami. Merekapun sempat
diancam, dan dikatakan akan terjadi sesuatu terhadap ayah mereka apabila ayah
mereka tidak mau berdamai.
Dampaknya, salah seorang anak
saya yang cukup pendiam, mengalami sakit : Tekanan Mental. Ada sekitar 3 kali
tekanan yang terjadi padanya, pertama saat pengepungan dan menyeret saya di
rumah didesa Boyong Atas, kedua dipindahkan dari SMA Neg. Amurang ke SMU Neg I
Manado, ketiga dibawah dan diancam di Rumah Dinas Gub. Sulut Bumi Beringin.
Maka pilihan saya, harus ke
Jakarta menyelamatkan anak saya atas dampak rekayasa tindak pidana yang
dilakukan Mafia Hukum Sulawesi Utara, yang telah 2 kali dialami anak saya.
Kejadian tersebut, juga telah saya konsultasikan dengan Ketua Majelis Hakim Pengadilan
Tinggi Manado yang telah memeriksa saya.
Dari saran Ketua majelis Hakim
Tinggi Andreas Don Rade, SH., MH, dipersilahkan untuk melihat anak saya dulu.
Demikian juga diminta untuk membuat surat ke PN. Manado, atau kalau kamu tidak
sungkan temui ketua majelis hakim dan atau memberitahukan kepada pengacara
mengenai keberangkatannya ke Jakarta.
Pilihannya, saya menuruti saran
pak Andreas dan langsung membuat surat dan menyerahkan kepada panitera
Pengganti Joppy Singal, tembusan ketua PN. Manado, Majelis Hakim Tinggi dan ketua PT. Manado.
Sekaligus memberitahukan ke Ketua Majelis Hakim Armindo Pardede, SH., MH.
Joppy sendiri tidak mau menerima
surat tersebut, entah mengapa. Dari sini, saya makin melihat dan merasakan
sikap berat sebelah. Saya juga menemui dan melapor langsung ke ketua majelis
hakim Armindo Pardede, SH., MAP. Sama
seperti sikap panitera pengganti, Hakim Armindo nampak acuh ta acuh.
Sambil mengatakan sesuatu yang tak begitu kedengaran, dia terus
meninggalkan saya begitu saja. Entah mungkin dia marah karena saya melaporkan
perbuatannya hingga menciptakan persidangan yang penuh keganjilan ke PT. Manado,
entahlah.
foto : Steven Liow, Novel,
Gubernur dan rumah Gubernur.
Bab 1
Konsultasi Anak Sakit
Mendengar kabar dari istri saya
bahwa anak saya sakit mentalnya kambuh lagi, yang meminta agar saya segera
datang ke Jakarta sesuai hasil konsultasinya dengan dokter, saya katakan akan
melakukan konsultasi dengan Majelis Hakim Tinggi yang sedang memeriksa saya.
Istri saya juga menceritakan
bagaimana tingkah lakunya yang tidak dapat dikontol, karena selalu keluar
setiap hari tanpa pemberitahuan tanpa memandang waktu, mulai pagi, siang, sore,
malam bahkan hingga waktu dini hari.
Sudah begitu barang yang dibawah
keluar selalu hilang atau diberi orang. Bahkan karena ulahnya yang tidak
terkontrol, dia sempat dikeroyok oleh beberapa pemuda dan telah dilaporkan ke
Polsek Ciputat.
Karena situasi yang telah
membahayakan dirinya dan orang lain, anak saya dimasukkan ke RSCM bagian
psykiatri Remaja dan Anak. Untuk itu, istri saya meminta agar saya harus segera
datang, sesuai permintaan dokter.
Semua kejadian ini saya sampaikan
dan konsultasikan dengan Ketua Majelis Hakim Tinggi Andreas Don Rade, SH., MH.
Dimana saya juga menerangkan sakit yang menimpa anak saya, sejak dia dibawah
kerumah Dinas Gubernur SH. Sarundajang.
Dari konsultasi tersebut,
kemudian disarankan untuk membuat surat resmi dan diberikan kepada Ketua
Majelis Hakim PN. Manado, atau kalau kamu sungkan, beritahu ke pangacara kamu.
Sayapun memilih membuat surat
yang ditujukan kepada Majelis Hakim tembusan ketua PN. Manado, Ketua PT. Manado
dan Majelis Hakim Tinggi Manado, termasuk melaporkan secara langsung kepada
ketua majelis hakim Armindo Pardede, namun diacuhkan.
Bab 2
Koreksi BAP PT. Manado
Setelah beberapa hari sebelumnya
saya berkonsultasi dengan Hakim Ketua Majelis Tinggi PT. Manado, untuk
permohonan penundaan sidang karena sakit anak saya kambuh lagi, disamping dia
menyetujui permintaan saya, pak Andreas juga meminta untuk melakukan koreksi
ulang atas hasil pemeriksaan oleh 3 orang Majelis Hakim Tinggi PT. Manado.
Sebab menurut pak Andreas, akan
segera dikirim ke Jakarta. Jadi, harus dilakukan koreksi ulang. Pengoreksiannya
dilakukan pada hari Jumat, dimana pada hari Jumat itu juga saya masukkan surat
pemberitahuan penundaan sidang ke majelis hakim PN. Manado, ditembuskan kepada
ketua PN. Manado, ketua Majelis Hakim Tinggi PT. Manado dan ketua PT. Manado.
Saya melakukan koreksi kepada
panitera Hj. Marie Ismail hingga sore hari, karena ada beberapa yang tidak
sesuai pemeriksaan. Setelah dikoreksi, baru kemudian saya menanda tangani
BAPnya, dihadapan Majelis Hakim Tinggi PT. Manado. Berikut hasil koreksinya atas
cacatan lain yang salah :
- Perubahan kalimat : Korban diperiksa pertama sebagaimana ditulis Panitera Pengganti,
tidak sesuai pemeriksaan yang benar diganti : Korban diperiksa kedua Sabtu Jam 14.00 Wita setelah pelapor
diperiksa pertama jam 12.00.
- Perubahan kalimat : Penyerahan berkas perkara oleh pengacara tidak sesuai pemeriksaan,
tidak sesuai pemeriksaan yang benar diganti : Diserahkan oleh Majelis Hakim melalui Panitera Pengganti.
- Atas jawaban tidak benar menjawab pertanyaan hakim
: Dimasukkan tanggapan hakim, Kok tidak benar, sebanyak 2 kali atas saksi
Oscar dan Meiky.
Setelah ketiga keterangan
tersebut dicantumkan dalam BAP, baru kemudian saya tanda tangani BAP didepan
Majelis Hakim Tinggi PT. Manado, Bapak Andreas Don Rade, SH., MH, sebagai ketua
didampingi anggotanya Susanto, SH didampingi Panitera Pengganti Hj. Marie
Ismail.
Dalam lembaran Berita Acara
Pemeriksaan, disetiap lembaran kertas BAP tersebut tidak dilakukan pemarafan.
Bab 3
Menjenguk Anak Sakit
Pada hari sabtu, tepatnya pukut
14.00 wita, siang saya kemudian berangkat ke Jakarta, menumpang pesawat Lion
Airlines untuk melihat kondisi kesehatan anak saya, setelah memperoleh izin
dari Ketua Majelis Hakim Tinggi Pengadilan Tinggi Manado.
Sarannya, agar segera memasukkan
surat pemberitahuan penundaan kepada Ketua Majelis Hakim Pengadilan Manado.
Surat pemberitahuan penundaan tersebut, kemudian saya sampaikan pada hari Jumat
kepada panitera pengganti Joppy Singal, SMh dan Ketua Majelis Hakim Armindo
Pardede, SH,. MAP.
Saya harus berangkat, karena
menurut istri saya, berdasarkan konsultasi dengan dokter psykiatri di RSCM
Prasetyo sangat cemas dan membutuhkan kehadiran saya.
Tiba sore hari menjelang malam di
Jakarta, saya kemudian menelepon istri yang saat itu sedang menjenguk anak saya
di RSCM. Pasalnya, anak saya hanya bisa dijenguk sore hari sekitar jam 17.00
hingga jam 19.00 Wita.
Setelah berbincang beberapa saat,
dia memberikan hand phone kepada anak saya, dan memberitahu ini dari papa. Saya
pun berbicara banyak dengan dia walau sedikit ngelantur, dan saya juga
menyampaikan kepadanya bahwa saya sudah di Jakarta.
Saya menanyakan perkembangannya,
dan dia mengatakan baik walau agak kurang terarah. Dia bahkan meminta saya agar
segera melihatnya, namun oleh ibunya, papa belum bisa datang, karena jam besuk
sudah habis, jadi tidak mungkin datang.
Ibunya pun menyampaikan kepadanya
kalau besok baru bisa. Akhirnya dia menyatakan, “papa kan besok datang mau keluarkan Tyo
kan ?,” tandasnya. Saya kemudian menyampaikan kepadanya besok papa pasti
datang, tapi soal keluar harus bicara dan konsultasi dulu dengan dokter.
Besok siangnya, saya datang ke
RSCM, untuk mengunjungi dia sambil mampir dulu ke Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban. Disana disamping istri saya juga sudah janjian dengan mereka, saya
juga ingin menyampaikan dan berkonsultasi soal proses persidangan yang berat
sebelah dan menyimpang.
Di LPSK, kami menemui Ibu Lili
Siregar, pak Basuki dan Bambang, mereka kemudian menanyakan perkembangan anak
kami Prasetyo, serta bagaimana kondisi yang sebenarnya sehingga bisa masuk
rumah sakit.
Istri saya kemudian menceritakan
bagaimana dia masuk, karena ulahnya yang sudah tak dapat dikontrol, sehingga
dokter menyarankan untuk rawat inap. Alasannya, tindakan Tyo sudah mengarah
kepada tindakan yang membahayakan dirinya dan orang lain.
Dimana sering keluar rumah tanpa
waktu, mulai pagi siang, malam bahkan tengah malam dini hari. Akibatnya dia
pernah dikeroyok sekelompok pemuda. Bahkan pernah melompat dari lantai 3
disekolahnya, walau itu diatas pasir.
Sementara mengenai keluhan saya
atas proses persidangan, mereka menanggapinya dengan membuat rencana untuk
mengunjungi Manado dalam beberapa hari untuk melakukan peninjauan sesuai agenda
kerja mereka terkait dengan rentetatan rekayasa kasus yang saya hadapi.
Sorenya saya menemui anak saya,
dan berbicara banyak dengan dia. Tyo kelihatan begitu bahagia atas kedatangan
saya. Istri saya menceritakan, bahwa menurut dokter Tyo sangat membutuhkan saya
dan selalu merasa khawatir soal saya di Manado.
Kami pun membuat janjian dengan
dokter untuk pertemuan konsultasi dengan dokter terkait sakit anak saya. Dalam
perjanjian pertemuan, disepakati kami akan bertemu besok sekitar jam 11.00
siang di RSCM.
Keesokannya, kami melakukan
konsultasi sekitar jam 11 siang. Dokterpun menceritakan pemicunya terkait
dengan kasus yang saya hadapi, serta bagaimana Tyo yang benar-benar membutuhkan
kehadiran saya.
Tyo nampak gembira dan sangat
bahagia atas kedatangan saya, bahkan setelah beberapa hari saya kunjungi,
perkembangan kesembuhan nampak begitu cepat. Seolah kedatangan saya adalah obat
yang ampuh. Dia benar-benar kembali bergairah.
Kami benar-benar tidak
menyinggung soal persidangan yang saya jalani agar tidak menimbulkan
kekhawatiran terhadap situasi perkembangan mentalnya. Saya benar-benar memilih
berbicara disekitar kegiatannya, kami benar-benar focus dan berkonsentrasi
sepenuhnya untuk penyembuhan sakitnya.
Hari-hari berikutnya, saya lebih
banyak berkonsentarasi menemuinya, sehingga beberapa kali ajakan pertemuan
dengan beberapa teman, tidak dapat saya penuhi, karena anak menjadi focus
perhatian saya.
Foto : RSCM
Bab 4
Tekanan Pemicu
Sebagaimana pemeriksaan terdahulu
yang pemeriksaannya dilakukan oleh Dr. Lena, dijelaskan masih terkait dengan
peritiwa yang saya hadapi. Demikian juga pemeriksaan sebelumnya oleh Dokter
Windarto di BSD, menerangkan dan bahkan menegaskan, bahwa sepatutnya anak-anak
tidak boleh dilibatkan.
Dan karena kami ingin mengetahui
persis penyebab sakit mental yang anak kami hadapi, apalagi ketika itu saya
didesak dengan adanya situasi yang sangat memerlukan rekam medis anak saya,
kami meminta tolong dokter untuk memberikan rekam medisnya.
Bahkan dorongan tersebut,
dilakukan oleh pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Maka adalah
kebijakan Dokter Lena, kemudian dikonsultasikan dengan beberapa dokter terkait
pemeriksaan anak saya.
Hingga tibalah suatu waktu, kami
dipanggil sekeluarga oleh Dokter Lena dan tim yang berjumlah sekitar enam orang
untuk dimintai keterangan dan dilakukan pemeriksaan secara tim dari RSCM.
Tim dokter dipimpin oleh Dr.
Surilena, SpKJ didampingi Dr. Ika W.
SpKJ (K) Ka. Divisi Psikiatri Anak & Remaja Departemen Psikiatri FKUI/
RSCM, Dr. Wahjadi, SpKJ (K) Staff Departemen Psikiatri Divisi Forensik FKUI/
RSCM didampingi 3 dokter anggota lainnya, yang kemudian mengeluarkan Rekam
Medis.
Demikian pula berdasarkan konsultasi dengan Dokter Surilena dan Dokter
Imelda dijelaskan sebagai pemicunya adalah peristiwa yang menimpa mereka, yang
mengalami interogasi dan tekanan lainnya.
Foto : SHS dan Bumi beringin
Bab 5
Mendampingi Anak Sakit
Setelah berkonsultasi dengan
dokter Imelda, dijelaskan bahwa anak saya membutuhkan pendampingan saya,
apalagi dia terlihat sangat dekat ayahnya walau kadang jumpa karena sering
ditinggali saya berlama-lama.
Kahadiran saya dinilainya sangat
membantu dan memberikan reaksi yang cukup cepat untuk proses penyembuhan sakit
Tyo. Diceritakan pula, bahwa Tyo sering menyebutkan tentang kekhawatiran
terhadap saya di Manado.
Hal tersebut diceritakan pula
oleh istri saya, bahwa kekhawatirannya terhadap keberaadaan saya di Manado yang
mungkin akan dipenjarakan lagi oleh SH. Sarundajang, sangat membekas dari
ingatannya ketika mereka diancam dirumahnya.
Pertemuan dengan Sarundajang
dirumah dinasnya yang dibawa (“sandera”) oleh Mafia Hukum Sulut tersebut,
merupakan salah satu pemicu yang mengakibatkan anak saya mengalami sakit
tekanan mental.
Demikian pula penangkapan yang
dilakukan di desa kami Boyong Atas Kec. Tenga Kab. Minahasa Selatan beberapa
waktu lalu, diketahuinya dilakukan oleh Gubernur sebagaimana pengakuan sebagian
masyarakat disana.
Bahkan kemudian ketika Prasetyo
masih sekolah di SMU Negeri Amurang, dia dipindahkan lagi oleh Mafia Hukum tersebut
ke SMU negeri 1 Manado, walau faktanya Tyo lulus ketiga terbaik di SMU Neg 1.
Manado.
Sehingga karena 3 kali tekanan
dan ancaman yang lebih menonjol diterima dibanding adik dan kakaknya, sementara
dia cukup pendiam dibanding saudara lainnya, intensitas tekanan lebih terhadap
Tyo hingga harus menerima akibat buruk tersebut.
Apalagi dia tahu persis semua
rancangan yang terjadi kepada saya ayahnya, makanya dia menjadi sangat khawatir
dengan posisi saya yang berada dan menghadapi persidangan di Manado karena
berhadapan langsung dengan Gubernur, orang yang pernah mengancam mereka.
Atas dasar kekhawatiran tersebut,
kondisi psykologisnya, sangat membutuhkan pendampingan saya, sampai dia yakin
tidak ada yang perlu dikhawatirkannya. Bahkan pemulihannya, diarahkan kepada
kesiapan mental untuk menghadapi situasi jelek sekalipun.
Hal ini yang menjadi target
pengobatan oleh dokter Imelda, terkait dengan sakit anak kami. Karena itu, saya
juga mengganggap penting kehadiran saya, apapun resikonya, demi menyelamatkan sakit
anak saya akibat kekejaman dan kebiadaban Mafia Hukum, termasuk peradilan sesat
di PN. Manado.
Bagian Sepuluh ;
Klimaks Kebiadaban Penahanan
Memasuki minggu kedua mendampingi
anak saya di Jakarta, saya dikagetkan dengan adanya keputusan majelis hakim
tentang penetapan penahanan terhadap saya, Kamis 24 Maret 2011 sebagaimana
diberitakan Koran Metro (25/3) yang menurut saya sebagai skenario kebiadaban
rekayasa penahanan tanpa alasan hukum.
Apalagi bila dibandingkan dengan
peradilan korupsi kontroversi ala Armindo Pardede, SH,.MAP terhadap sekitar 11
terdakwa korupsi proyek bencana alam Kab. Talaud, yang bersidang selam 2 tahun
lebih baru di vonis 1 tahun penjara, yang tidak ditahan selama persidangan.
Kuat dugaan, kasus korupsi Kab.
Talaud sudah didiamkan, karena telah menyedot dana suap sekitar miliaran
rupiah. Tentunya, hakim yang demikian ini akan sangat dan telah memperburuk
citra hakim di Indonesia, bila dugaan itu benar.
Soal penetapan penahanan saya,
nampaknya sudah disetting. Karena alasan Jaksa telah memanggil hingga 4 kali,
yaitu tanggal 17, 24 Februari, 3 dan 24 Maret 2011, adalah tidak benar,
sebagaimana diberitakan dibeberapa media lokal di Manado, karena hanya
merupakan kamuflase pesanan. Dimana dasar penuh kebohongan itu, merupakan
konspirasi tipu daya yang sudah terbaca dari beberapa indikator sebelumnya.
Kontradiktif sekali dibandingkan
dengan saksi Ir. Xandramaya Lalu yang juga dipanggil 4 kali tidak datang
termasuk Korban SH. Sarundajang yang sudah 3 kali dipanggil tidak mau datang,
bahkan tidak diperiksa dipersidangan, malah tidak dilakukan penahanan ?.
Padahal mereka dengan sangat jelas telah mempersulit pemeriksaan. Ada apa ?.
Jelas ini diskriminatif dan merupakan rekayasa dari majelis hakim yang diketuai
Armindo Pardede, SH,.MAP.
Apalagi fakta persidangan
peristiwa WOC bulan Februari 2007 tidak ada (null void) dan memiliki bukti
selembarpun. Termasuk keterangan saksi yang tidak bersesuaian keterangan saksi
dengan keterangan saksi lainnya. Dimana hanya merupakan rekayasa yang sengaja
didesign untuk membungkam saya.
Sehingga atas tindakan majelis
hakim tanpa dasar dan alasan hukum sesuai undang-undang, jelas merupakan
tindakan biadab yang tidak patut dan bertentangan sesuai KUHAP pasal 158.
Sehingga patut diduga telah terjadi penyuapan. Karena sudah melanggar Kode Etik
dan Pedoman Hakim yang sepatutnya berlaku adil dan jujur dan tidak
mengistimewakan salah satu pihak.
Bahwa ketentuan yang telah
dilanggar, sesuai pasal 21 ayat 4b, penahanan hanya dapat dikenakan terhadap
tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun
pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : tindak pidana itu
diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
Dasar lain yang menjadi dasar
perintah penahanan atau penahanan lanjutan terhadap tersangka atau terdakwa,
bila diduga keras melakukan tindak pidana
berdasarkan bukti yang cukup. Sementara sangkaan ini adalah sangkaan
rekayasa yang dilakukan Mafia Hukum. Apalagi, alasan pasal 335 ayat (1) ke-1
KUHP, hanyalah produk manipulasi fakta hukum yang tidak ada sesuai pemeriksaan
penyidik Polisi (tidak ada dalam BAP).
Sementara, saya telah memberikan
surat pemberitahuan penundaan sidang secara resmi dan sah diketahui dan seizin
Ketua Majelis Hakim Tinggi Andreas Don Rade,SH,.MAP, termasuk dengan pihak
pengacara LBH Manado, yang juga telah mengizinkan saya berangkat ke Jakarta.
Tidak melarikan diri menurut manipulasi Penuntut Umum.
Apalagi, tidak ada petunjuk
adanya kegiatan Rapat dan kegiatan WOC dibulan Februari tahun 2007. Dimana tidak satupun alat pembuktian
maupun unsur menurut hukum pembuktian yang dapat dihadirkan oleh saksi-saksi. Lantas syarat melakukan tindak pidana maupun
bukti yang cukup tidak ada, apa yang menjadi dasar untuk menahan seseorang ?.
Apa hakim sudah buta ?. Apakah karena penyuapan ?.
Sementara pasal 335 ayat 1 ke-1
KUHAP yang dijadikan alasan penahanan oleh penuntut umum Rielke Palar, SH,
kepada beberapa wartawan (berita Manado.com), merupakan pasal hasil manipulasi
fakta hukum yang diduga telah terjadi transaksi surat dakwaan ala Cyrus Sinaga.
Dimana Rielke Palar, SH, juga terkait dugaan pemerasan kebeberapa terpidana
antara 2 juta, 5 juta hingga 25 juta rupiah kepada terpidana Narkoba.
Kemudian pasal sesat 335 yang tidak sesuai BAP/penyidikan sebagai manipulasi
fakta hukum atau tidak sesuai tindakan yang dituduhkan, anehnya dijadikan dasar
penahanan, maka patut diduga telah
terbangun rekayasa atau didesign konspirasi sesat ala Cyrus Sinaga untuk
suatu maksud “misterius” tertentu.
Mengapa hakim mengambil alasan
dengan menggunakan pasal MANIPULASI ?. Padahal tidak sesuai berkas perkara dari
BAP penyidik, yang merupakan satu kesatuan dari alat bukti untuk diperiksa
dipersidangan sesuai undang-undang. Apakah telah terjadi penyuapan ?. Sehingga
dapat diduga, majelis hakim telah main sabun.
Bahwa Hakim pengadilan negeri
dapat melakukan penahanan sesuai pasal 26 ayat (1) guna kepentingan
pemeriksaan, sudah tidak tepat. Karena proses pemeriksaan dipersidangan telah
dilakukan secara menyimpang tidak sesuai tata cara sebagaimana menurut KUHAP.
Bahkan tentunya menjadi termalukan lagi, bukan saya proses pemeriksaan
tidak sesuai tertib acara KUHAP, tanpa memeriksa saksi Korban, saksi verbalism,
saksi meringankan dan juga Terdakwa, dan langsung by pass ke sidang Penuntutan,
namun dasar penahanan pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP, tidak sesuai BAP, atau
telah dimanipulasi fakta hukumnya. Butakah mata hakim tanpa melihat dan membaca
BAP berkas perkara yang berkali-kali saya sentil saat pembacaan eksepsi
saya ?. Ataukah pura-pura buta karena SUAP ?
Merasakan prosesi persidangan yang menyimpang, manipulatif dan telah dibawa
kejalan yang salah dengan melahirkan penahanan secara sewenang-wenang tidak
sesuai undang-undang, jelas merupakan prosesi mafia KEBIADABAN PERADILAN SESAT.
Sehingga bukti ketaatan hukum
melalui konsultasi dengan ketua Majelis Hakim Tinggi PT. Manado, dan sesuai
anjuran memberi pemberitahuan melalui surat untuk melakukan penundaan sidang
dengan alasan yang jelas ke PN. Manado, tidak dianggap.
Padahal surat penundaan dilampiri
surat keterangan doker RSCM, sudah dilayangkan ke PN. Manado, termasuk
pemberitahuan secara lisan via hand phone ke LBH Manado, sesuai anjuran Hakim
Tinggi PT. Manado.
Saya juga telah menyampaikan
kepada Ketua LBH Manado, bahwa saya akan kembali sekitar 1-2 minggu kedepan,
namun berdasarkan konsultasi dokter maka saya memutuskan harus mendampingi anak
saya hingga dia benar-benar baik.
Dan atas dasar itu pula saya
kemudian menyurat lagi untuk menunda persidangan beberapa waktu kedepan. Bersamaan dengan itu
pula, pemberitahuan dari pihak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pun
telah dilayangkan ke PN. Manado, ditembuskan kepada saya sebagai klien LPSK.
Sehingga alasan penahanan patut
disamakan dengan tindakan biadab, selain tanpa alasan dan dasar hukum, juga
telah dilakukan sidang rekayasa secara berulang-ulang (mencincang). Atas
informasi penetapan penahanan tersebut, saya mencoba mengecek kebenaran atas
informasi tersebut ke pihak LBH Manado. Dan kontak pun saya lakukan dengan
ketua LBH. Manado Maharani Carolina Salindeho, SH, Mercy Umboh, SH maupun Neni Rachmawati, namun hand phone mereka
tak dapat dihubungi.
Penetapan penahanan oleh majelis
hakim PN. Manado yang menangani perkara tersebut, dibacakan pada hari Kamis, 24
Maret 2011, tanpa pemberitahuan kepada saya. Bahkan pihak LBH. Manado tak
menyampaikan kepada saya, dimana telah menghadirkan Neny Rachmawati, SH, pada
persidangan yang menetapkan penahanan saya.
Hal tersebut, saya ketahui
setelah mendapat kabar dari teman-teman wartawan maupun teman dekat saya
tentang adanya penetapan penahanan tersebut. Namun lebih misterius, informasi
yang diberikan Herman Manua lewat kontak hp 085240723322, orang dekat SH.
Sarundajang, bahwa saya sudah diputuskan untuk perintah penangkapan.
Sebelumnya, seumur-umur Herman
yang dulu paling aktif melobi perdamaian atas nama Gub. Sulut ini, tidak pernah
lagi kontak dengan saya sejak saya menolak upaya damai yang dibawahnya.
Namun kagetnya, tiba-tiba
menelepon menanyakan tentang keberadaan saya dimana, serta menanyakan sidang
dimulai kapan. Herman ini bahkan selama ini tidak pernah mengikuti sidang.
Anehnya, tiba-tiba mengontak saya ingin melihat sidang saya.
Beberapa jam kemudian, Herman menelepon
lagi, namun tidak bisa saya layani karena sedang wawancara. Beberapa kali terus
saja dia menelepon. Tak lama kemudian dia SMS saya ada informasi penting.
Lantas dia telepon lagi, bahwa saya diperintahkan ditangkap.
Herman yang pernah meringkuk di
Rumah Tahanan Polsek Tikala karena perbuatan cabul anak dibawah umur ini,
dijerat dengan pasal 81 undang-undang perlindungan anak, begitu getol menelepon
saya akan ditangkap.
Entah apa maksudnya, Herman yang
bisa lolos dari jeratan hukum, karena diduga telah menyuap aparat kepolisian
Tikala tersebut, terpaksa kembali saya tegaskan padanya, diculik saja saya
tidak takut apalagi hanya ditangkap. “Trims informasinya,” tandas saya, yang
kemudian menutup pembicaraan.
Foto : Scane Manado. Com
Foto dalam tahanan
Bab 1
Konfirmasi Surat Sarundajang
Karena sikap berat sebelah Hakim yang
cenderung memberikan perlakuan khusus kepada “katanya” saksi korban SH.
Sarundajang, saya bertekat membuktikan keterangan palsu dengan melakukan
konfirmasi Surat Sarundajang ke Jakarta, baik menyangkut Surat keterangan ke
Jepang, SPPD, Surat Tugas Negara. Izin Mendagri, Paspor maupun Visa, yang tidak
pernah ditunjukkan dipersidangan.
Pertama, saya mendatangi beberapa
instansi dibandara Internasional Internasional Sukarno Hatta, antara lain :
Imigrasi, Malaisya Airlines dan Garuda Airlines. Berikut hasil konfirmasi saya
:
1.
Surat keterangan ke Pnom Phen, ketika dilakukan
konfirmasi kepihak Imigrasi Bandara Soekarno – Hatta, dinyatakan nama SH.
Sarundajang ditemukan ke Kuala Lumpur dengan maskapai Malaysia Airlines dengan
pesawat Kode MH 710 pada tgl 19 Januari 2011, dan kembali dari Kuala Lumpur tgl
23 Januari 2011 dengan pesawat Garuda GA 825.
2.
Hasil konfirmasi ke pihak Malaysia Airlines, oleh
stafnya dikatakan bahwa pada tgl 19 Januari 2011 di pesawat MH 710, tidak ada
penumpang bernama Sinyo Harry Sarundajang sebagaimana isi surat pihak Imigrasi
(rekaman konfirmasi).
3.
Saya pun melakukan konfirmasi tentang surat SH.
Sarundajang tentang pertemuan dengan Menteri PU pada tgl 26 Januari 2011. Oleh
pihak Humas PU, dinyatakan tidak ada pertemuan tersebut.
4.
Bertemu dengan pihak Sekneg Biro Hukum dan
Perundang-undangan yang memberikan surat Keppres mengenai dimulainya dan
terbentuknya panitia Nasional kegiatan WOC pada tanggal 15 November tahun 2007.
Karena fakta diskriminatif, berat
sebelah, tidak adil dan menyimpang ini, usaha saya walau belum sepenuhnya
terlengkapi –keburu ditangkap- akhirnya bisa menemukan beberapa penyimpangan
dan kebusukan.
Bab 2
Menepis Penundaan Sidang
Setelah mendengar adanya putusan
sidang penetapan penahanan dari Herman Manua yang menelepon saya usai sidang
dilangsungkan di PN. Manado, tak percaya mengontak pengacara dari LBH. Manado,
masing-masing Carolina Salindeho, Mercy Umboh dan Nenny Rachmawati, namun
ketiga hand phone mati alias tak dapat dihubungi.
Demikian pun sampai beberapa hari
pun tak ada jawaban. Saya kemudian memperoleh informasi dari Opa Liong Kawatak,
bahwa benar saya sudah ditetapkan penahanannya oleh PN. Manado, didengar dari
anak-anak Mahakeret.
“Jangan dulu pulang, berjuang
trus di Jakarta,” tandasnya mengingatkan saya. Demikian lewat FB-pun heboh saya
telah ditetapkan penahanan sebagai DPO, menjadi pemberitaan dibeberapa media
harian lokal di Sulut.
Saya pun mendapat berita-berita
dari beberapa media On line yang antara lain dari Pasific.com. Dan kemudian
saya mencoba mengontak ketua LBH, setelah seminggu baru hand phone dapat
dihubungi. Dan dia memberi saran agar dibicarakan dengan Rilke Palar. Namun
saran tersebut saya tolak. Dan bertekat akan melawan atas putusan tanpa alasan
dasar hukum yang jelas tersebut.
Soalnya, alasan tidak mengikuti
sidang, adalah alasan yang dicari-cari dan telah disetting sebagai suatu
rekayasa besar dan luas yang telah melibatkan banyak pihak, hanya karena
kepentingan “Misterius”.
Disamping itu, dasar penahanannya
dengan menggunakan pasal sesat 335 ayat (1) ke-1 KUHP yang tidak pernah saya
diperiksa dan didengar keterangannya terkait pasal tersebut baik atas BAP saya
maupun BAP kelima saksi lainnya.
Dan adapun keberadaan di Jakarta,
sudah disampaikan secara resmi lewat surat pemberitahuan penundaan terkait
sakit anak saya. Bahkan dilampiri surat lainnya yang sah tentang keberadaan
saya di Jakarta. Baik Surat dari Dokter yang mengobati sakit anak saya di RS
Cipto Mangunkusumo, maupun Surat dari LPSK yang menerangkan keberadaan saya
yang sangat dibutuhkan untuk mendampingi anak saya terkait dengan dibutuhkan
perhatian pemohon (Henry Peuru) yang anaknya mengalami stress dan kondisi mental
menurun yang dalam perawatan khusus di RSCM.
Dalam penjelasan surat tersebut,
juga diterangkan posisi keluarga kami yang dalam perlindungan LPSK, terkait
dengan rekayasa hukum dan beruntunnya ancaman yang dilakukan oleh Mafia Hukum
Sulut.
Sehingga alasan bahwa telah
dilakukan pemanggilan oleh pihak jaksa penuntut umum yang menyatakan keberadaan
saya tidak jelas, adalah tidak benar dan sama sekali sebagai pembohongan yang
manipulatif. Apalagi, telah tiga kali surat saya layangkan untuk menunda persidangan.
Lantas alasan dan dasar apa yang
dipakai majelis Hakim, hingga harus menahan saya. Dibanding dengan saksi korban
SH. Sarundajang yang hanya mengirim surat tanpa bukti dimana keberadaannya,
yang terjadi sampai 3 kali. SApalagi tidak pernah menghadiri sidang. Demikian
pula saksi Ir. Xabdramaya Lalu yang telah dipanggil hingga 4 kali malah tidak
mau hadir dengan alasan sakit tanpa surat sakit.
Dari sini jelas peradilan sesat
PN. Manado jelas telah diatur dan disetting oleh Mafia Kasus yang berkonspirasi
dengan Mafia Peradilan. Sudah begitu, ditindaklanjuti dengan penangkapan ala
Teroris oleh Polda Sulut dan Polres Jakarta Pusat, tanpa surat penangkapan yang
sepatutnya diberikan kepada keluarga.
Maka penetapan penahanan lewat
suatu sidang yang penuh rekayasa tersebut, menjadi patut dipertanyakan
peradilan macam seperti ini, selain dapat disimpulkan sebagai kebiadaban
peradilan sesat yang penuh rekayasa dan manipulatif, juga sangat merusak dan
telah menciptakan preseden yang buruk atas penegakan hukum di Indonesia.
Bab 3
Melapor
Ke-MARI & KYRI
Karena putusan penetapan penahanan misterius yang sangat diskriminatif
tidak fair dan berat sebelah serta tidak mempunyai alasan hukum yang sah, saya
memutuskan untuk melakukan langkah perlawanan untuk keadilan atas sikap majelis
hakim yang selama ini memang sudah menyimpang dan penuh rekayasa.
Sementara sahabat-sahabat saya
yang bersimpati dengan perjuangan saya,
ketika mendengar keputusan penahanan
sesat tersebut, kemudian menyarankan, agar pantang surut dan lakukan
perlawanan terhadap kelaliman dan kediktatoran konspirasi Mafia hukum, Makelar
kasus dan Mafia peradilan.
Maka langkah pertama yang saya
tempuh, langsung mengambil keputusan untuk segera melaporkan ke pihak Mahkamah
Agung RI dan Komisi Yudisial RI.
Tak terkecuali ke-Sekertariat Negara untuk melaporkan ke Presiden, saya
datangani. Dimana tujuan perjuangan saya, agar ketimpangan dan kriminalisasi
hukum yang dilakukan kepada saya sebagai rakyat kecil, memperoleh perhatian
mereka.
Beberapa surat tersebut telah saya layangkan, sambil menunggu jawaban untuk
tindak lanjut peradilan sesat yang terjadi tidak sesuai undang-undang tertib
acara yang telah diatur dalam KUHAP termasuk potensi tindakan Mafia Hukum dan
Makelar kasus disekitar rekayasa kasus saya.
Bahkan untuk lebih memahami dan mendalami kepatutan tindakan hakim yang
sedemikian ini, saya sempat menceritakan secara serius dengan pihak Humas
Mahkamah Agung RI. Dimana tanggapannya, “masa sich ada peristiwa seperti
itu sekarang ini ?,” cetusnya, sambil menyatakan tak yakin.
“Emang masih ada yang bisa
melakukan seperti itu ?,” tanyanya. Saya kemudian menjelaskan, fakta ini saya
alami sendiri dan bukan dari cerita orang atau tentang orang lain yang bisa
saja fitnah. “Ini fakta saya. Bung Indonesia itu bukan Jakarta doang,” tandas
saya.
Saya kemudian menjelaskan
kepadanya, jangan melihat Indonesia dari Jakarta, dimana orang bisa begitu
bebas menyuarakan pendapatnya. Indonesia itu luas, terdiri dari berbagai daerah
yang terletak nun jauh, dimana karena letaknya yang jauh seperti tak terjangkau
hukum. Tak heran didaerah, banyak ketimpangan dan penyelewengan.
Hampir 5 tahun saya berjalan
bolak balik mencari keadilan dari Sulawesi Utara hingga ke Jakarta, semua
abu-abu. Dimana upaya hukum ini, saya lakukan secara bertingkat sesuai tahapan
pelaporan secara prosedural. Maksudnya, agar saya tidak dituding main lapor
sembarangan. Hal ini juga untuk menguji prosedur sistem di Negara kita, apakah
sudah berjalan secara patut dan bertanggungjawab atau tidak.
Dan upaya mencari keadilan di
Indonesia ini, saya lakukan dengan memanfaatkan berbagai Media Cetak dan
Elektronik yaitu Radio dan TV, serat media alternatif Internet maupun dunia
maya lainnya, termasuk organisasi profesi : PWI-Reformasi, Komite Wartawan
Reformasi Indonesia, tak terkecuali Dewan Pers dan LBH Pers.
Maksudnya, agar seluruh
perjuangan dan suara hati atas pelanggaran HAM yang terjadi pada saya dan
keluarga, akan bisa didengar oleh Pemerintah Pusat dan Lembaga Pengawas hukum
terkait lainnya, termasuk organisasi profesi dimana saya bergelut berlindung
dan membangun solidaritas.
Pun telah saya laporkan
keberbagai Lembaga Negara seperti Presiden, DPR RI, Komisi III, Makamah Agung,
Komisi Judisial, Kejaksaan Agung RI, Komisi Kejaksaan RI, Mabes POLRI,
KOMPOLNAS, Satgas Mafia Hukum, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK),
KOMNAS HAM, Komisi Perempuan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),
termasuk Lembaga Non Pemerintah, seperti LBHI, LBH Manado dan Kontras.
Namun semua upaya saya hampir tak
berarti. Kenyataannya dunia hukum kita dan organisasi terkait lainnya, mudah
dibeli. Orang berkuasa dan punya duit hampir tak tersentuh hukum. Institusi
yang kita laporkan, akan menjadi dan atau lebih percaya, kepada orang berduit
dan punya kekuasaan. Mereka bisa memanipulasi fakta sesuai permintaan pemesan.
Tak patah arang walau mereka
sebejad dan sekejam itu, justru makin membuat tekat saya menggebu-gebu berjuang
bagi keadilan rakyat kecil untuk memperlihatkan kepada jurnalis Indonesai dan dunia,
kehormatan dan harga diri orang kecil tak bisa dibeli dan dibungkam.
Bahwa dari perjalanan perjuangan
ini, membuat saya semakin mengerti betapa kerusakan struktur manajemen hukum
dan peradilan kita sudah sedemikian buruknya. Namun, panggilan pengabdian
nurani inilah yang terus memberikan semangat untuk terus berjuang menyuarakan
keadilan bagi rakyat tertindas dan dimangsa hukum.
Dari peristiwa yang saya rasakan
dan alami ini, semangat itu bergelut gemuruh menyulut semangat melawan ketidak
adilan yang telah dirusak mafia hingga memperdayai sistem dan menindas rakyat
kecil.
Rona pesona perjuangan para
aktivis di Jakarta yang berbicara lantang tentang idealisme untuk memberikan
tempat bagi rakyat kecil kaum duafa serta orang tertindas, membuat tingkat perjuangan
saya hingga Jakarta, ternyata hanyalah bualan kosong.
Bagaimana peran dan amanah moral
Lembaga Swadaya Masyarakat dibangun, ternyata ujungnya, hanya memanfaatkan
penderitaan orang. Ketika laporan datang, yang terjadi akan senyap dan membisa.
Keluh kesahnya hanya bisa diam dan terpaku. Mereka hanya memanfaatkan
penderitaan orang. Kena !. Perjuangan yang hanya dimanfaatkan, akhirnya
menggiring saya harus berjuang sendiri dengan mereka yang tersisa.
Foto : Dewan Pers
Kontras
LBH Jakarta
Bab 4
Reaksi
Sahabat dan Lawan
Persidangan yang dilakukan pada
Kamis tanggal 24 April 2011, tak ada komunikasi bahkan konfirmasi dari pihak
LBH Manado, apakah akan dilangsung persidangan tanpa kehadiran saya. Padahal
Ketua LBH Manado, seminggu lalu baru menanyakan kedatangan saya ke Manado.
Namun saya sampaikan tunggu 1
atau 2 minggu ini, karena anak saya masih membutuhkan kehadiran saya. Hal ini
menurut dokter, kondisinya terkait dengan kekhawatiran anak saya terhadap
keberadaan saya di Manado.
Sidang sesat yang akan melahirkan
kejutan dan misterius ini, tertangkap dari munculnya telepon misterius Herman
Manua dipagi hari, yang menanyakan soal persidangan saya. Serta menanyakan
keberadaan saya untuk melihat persidangan saya.
Herman yang tak pernah hadir
dipersidangan dan tak pernah kontak dengan saya, tentunya mengundang tanya.
Belum berapa lama, Herman mengontak lagi, namun saya katakan maaf saya masih
wawancara. Tapi hpnya terus berbunyi.
Tak sabar menunggu jawaban saya,
SMSnya masuk lagi, ada informasi penting. Lalu dia kontak lagi, dan langsung
menyatakan bahwa sudah ada keputusan pengadilan akan menangkap saya. Saya jawab
trima kasih informasinya, sambil menutup pembicaraan.
Orang Sarundajang ini nampaknya,
begitu senang mendengar saya akan ditangkap lagi. Tak puas dia menelepon lagi.
Mengatakan hal yang sama. Saya jawab, jangankan
ditangkap diculik saya tidak takut. Dari getolnya Herman, mulai jelas analisa saya bahwa ada scenario dibalik keputusan
penetapan penahanan.
Lain Herman, lain pula Sutojo, Hen jangan pulang, kamu akan ditangkap,
termasuk opa Kawatak. Dia menyatakan dari orang Kampung Mahakeret, katanya
sudah mendengar akan ditangkap. Demikian beberapa sahabat yang lainnya, menyatakan
tidak usah pulang.
Namun Billy Johanes, menyatakan kamu harus lawan, jangan dulu pulang kalau
tanda-tanda perjuangan belum ada jawaban. Jadi kamu harus berjuang. Sementara
Baroleh menyatakan via FB, hanya satu kata LAWAN !. Demikian juga teman-teman
FB lainnya, hanya satu kata, LAWAN !.
Bahkan sampai ada yang menyatakan bahwa ini permainan Mafia Hukum dan
Markus, jadi harus terus dilawan untuk membuka sepak terjang Mafia Hukum dan
Makelar Kasus ini. Jangan ada kata mundur selain satu kata, Lawan !.
Cuman ada seorang sahabat saya, lewat FB juga menyatakan, Hen saya baca
dikoran sudah ramai tentang kamu akan ditangkap. Jadi kalau kamu pulang
langsung ke Malendeng (penjara disana).
Jadi dia minta pulang jo iko sidang bae-bae. Tapi saya bilang sidangnya, sidang
penuh intrik dan rekayasa. Bahkan pengacara saya bilang pulang jo kong bicara
dengan Rilke bae-bae. Tapi saya tegaskan, tidak. Karena saya akan buat
perlawanan !.
Mendengar pendapat mereka, saya katakan saya akan lawan mereka !, dan tidak
akan pernah mundur atas kekejaman dan kebiadaban Mafia Hukum dan Makelar Kasus
di PN. Manado. Hen kamu lawan tembok kata Arthur Antonius, berdamai jo. Saya
jawab, damai dengan Tuhan ya. Tapi kalau damai dengan iblis dan kejahatan maaf
banyak jo.
Bagian Sebelas ;
Kebusukan Konspirasi Mafia Peradilan
Ketika terjadi proses sidang sesat penetapan penahanan saat saya
masih mendampingi sakit anak saya yang kambuh karena kriminalisasi penyanderaan
dan pengancaman yang dilakukan terhadap anak saya hingga sakitnya dan kambuh
lagi, saya hanya bisa tabah dan tetap bersabar. Padahal saya berfikir,
peraturan dibuat dengan maksud untuk tidak saling memangsa. Faktanya, saya
terus terusan dimangsa oleh Mafia Hukum Sulut yang bengis, biadab dan kejam di
Sulut dan PN. Manado.
Penetapan penahanan yang diduga
berbau penyuapan tersebut, kemudian melahirkan reaksi perlawanan dalam bentuk
pelaporan keberbagai lembaga hukum yang terkait dengan pengawasan hukum bagi
hakim-hakim nakal.
Sementara menyadari putusan
penetapan penahanan sesat yang akan sulit dihadapi secara patut karena
berhadapan dengan Mafia Hukum Sulut yang berkuasa dan punya banyak duit, maka
buku sebagai alternatif perjuangan,
harus saya realisasikan untuk perjuangan.
Maka materi nota pembelaan
persiapan pembelaan dipersidangan, kemudian dibedah menjadi beberapa bab dengan
menambahkan beberapa kejadian yang berhubungan dengan peristiwa yang kami
alami, dan disusun secara sistemik apa adanya.
Dengan hanya memiliki kesempatan
sekitar seminggu lebih, akhirnya buku tersebut dapat saya selesaikan. Sampai
tengah malam saya menyelesaikan lay out buku, subuhnya saya ditangkap dirumah
Jl. Aria Putra No. 23 E Serua Ciputat, oleh sekitar 6 orang Polisi berpakaian
preman, yang dikomandani oleh Kasat cybercrime Polda Sulut : Sudjarwoko, tanpa
didahului dengan surat pemberitahuan dan atau surat panggilan, termasuk tanpa
diberikan surat perintah penangkapan.
Anehnya, kejadian itu, diplintir
oleh beberapa media lokal Sulut bahwa saya ditangkap ditempat persembunyian di
Bogor. Salah satu wartawan yang meliput di PN. Manado, menyatakan pada saya,
bahwa informasi tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum Rilke Palar, SH, yang
begitu hebat melakukan keterangan palsu.
Penangkapan tanpa menyerahkan
surat perintah penangkapan kepada keluarga, lagi-lagi diaktori oleh Polda Sulut
dibantu pihak Polisi Poltabes Jakarta Pusat dari unit IV yang dikomandani
Kompol Sutrisno. Alot proses permintaan surat penangkapan, karena tidak
dicantumkan alasan penangkapan.
Padahal alasan penundaan sidang
oleh saya, telah diberikan secara patut dengan melampiri surat dari Cipto
Mangunkusumo dan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun
permintaan surat penangkapan, tak juga diberikan kepada saya dan istri sebagai
pemberitahuan secara patut kepada keluarga. Mungkin karena pihak Polres Jakarta
Pusat tak mau terlibat dan cuci tangan.
Penangkapan ini dilakukan secara
tidak patut karena bertentangan dengan KUHAP.
Apalagi tanpa didahului dengan mekanisme surat panggilan secara resmi
sesuai aturan menurut undang-undang.
Selanjutnya, setelah saya ditahan
di Rutan Malendeng, saya dikriminalisasikan dengan 1 pernyataan dusta/
keterangan palsu tidak mengikuti sidang, padahal saya berada dalam tahanan.
Entah maksudnya apa. Bahkan lebih dramatis dan kejam sidang berikutnya, saya
dipaksa mengikuti sidang dengan hanya berpakaian celana pendek dan baju kaus.
Upaya ini, diduga sengaja
diciptakan untuk membuat agar saya tidak dapat membuat Nota Pembelaan, karena
pengacara dari LBH Manado telah saya berhentikan. Keputusan saya karena mereka
tidak melakukan pembelaan secara benar dan tidak patut.
Indikasi penyiasatan, agar bukti
surat-surat tak dapat ditunjukkan dipersidangan. Namun untungnya ibu mertua
saya yang siap sedia terus dapat membawa bukti surat-surat dan Nota Pembelaan
yang saya titipkan kepada ibu. Sehingga saya dapat membacakan Nota Pembelaan
dengan menyodori bukti-bukti surat adanya rekayasa. Sehingga skenario busuk,
bengis dan kejam mereka gagal.
Namun Mafia Peradilan nekat
menciptakan kebusukan demi kebusukan termasuk melahirkan surat putusan
manipulatif dengan segerobak pertimbangan hukum manipulatif. Bahkan kebusukan
bujuk rayu selama sidang berlangsung, berkali-kali dilakukan kepada saya di
Rutan.
Seorang yang ditemani temannya
dan mengatasnamakan Gubernur SH. Sarundajang : ibu bernama Carla Tambunan,
mendatangi saya dengan tawaran yang tak tanggung-tanggung akan memberi sejumlah
dana milliayaran asal damai. “Bilang saja berapa yang bapak minta,” tandasnya
kepada saya. Namun tawaran tersebut tetap saya tolak. Kok menawarkan damai saya
malah diminta berapa yang saya mau !.
Bab 1
Dugaan Konpirasi Rekayasa Penahanan
Bahwa selama proses pemeriksaan dipengadilan, jaksa penuntut umum tidak
mampu menghadirkan alat bukti secara sah sebagaimana diatur sesuai
undang-undang. Sehingga patut diduga adanya upaya Jaksa untuk melakukan siasat
atau rekayasa dipengadilan sebagaimana awal dilakukan melalui rekayasa
manipulasi fakta hukum ditingkat Surat Dakwaan.
Demikian pula kemudian pada pemeriksaan lanjutan, adanya kemungkinan
keraguan hakim yang akhirnya berkonspirasi melahirkan berbagai rangkaian
rekayasa agar manipulasi fakta hukum dengan sejumlah alat bukti yang sah
menurut undang-undang dapat dimanipulasi.
Bahwa kemudian terjadi rekayasa keterangan saksi melalui saksi a charge
didepan pengadilan, yang tidak mampu dibuktikan oleh jaksa penuntut umum apakah
benar ada korban yang telah dicemarkan nama baiknya atau telah dilakukan suatu
perbuatan tidak menyenangkan kepada korban dimaksud, sebagaimana keterangan
saksi a charge.
Bahwa kemudian adanya pengakuan saksi a charge Boy Watuseke dan Oscar Wagiu
mengakui ada undangan dalam bentuk SMS, maupun pengakuan saksi Melky Koessoy
adanya SK panitia lokal dan Keppres, namun tidak dapat ditunjukkan didepan pengadilan,
sehingga patut dipandang sebagai hanya merupakan kesaksian yang dilahirkan dari
pendapat atau rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, sebagaimana
sesuai pasal 185 ayat (5) KUHAP, bukanlah keterangan saksi. Atau patut diduga
sebagai Testimonium De Auditu yang diperoleh dari aktor intelektual dader.
Bahwa demikian pula sebagaimana dijelaskan pada berita acara pemeriksaan
(BAP) bahwa ada acara rapat WOC
dibulan Februari tahun 2007, tidak mampu atau tidak dapat ditunjukkan oleh
jaksa penuntut umum atau saksi a charge bahwa benar ada peristiwa RAPAT
sosialisasi WOC berskala nasional, melalui petunjuk
berupa surat undangan, notulen rapat, daftar hadir, materi rapat dan pimpinan
rapat. brosur terkait dengan kegiatan nasional sebagai petunjuk adanya rapat di
Kantor Bappeda pada bulan Februari tahun 2007.
Bahwa demikian pula sebagaimana dijelaskan pada berita acara pemeriksaan
(BAP) bahwa ada acara rapat WOC
dibulan Februari tahun 2007, tidak mampu ditunjukkan oleh jaksa penuntut umum
atau saksi a charge kebenaran adanya kegiatan rapat WOC dibulan Februari tahun
2007, berupa SK panitia lokal, Keppres, sebagai petunjuk bahwa benar ada
kegiatan WOC.
Sehingga keterangan saksi patut dipandang sebagai bukan keterangan saksi
sebagaimana pasal 185 ayat (5) KUHAP sebagai kesaksian yang dilahirkan dari
pendapat atau rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, atau patut
diduga sebagai testimonium de auditu dari actor intelectual dader sebagai
atasannya.
Bahwa demikian pula saksi a charge Boy Watuseke, Oscar Wagiu dan Melky
Koessoy yang menyatakan dihadiri oleh puluhan wartawan, namun tidak dapat
ditunjukkan bukti adanya peristiwa rapat acara WOC, apalagi peristiwa
terjadinya perbuatan tindak pidana pencemaran nama baik dan atau perbuatan
tidak menyenangkan, berupa berita-berita dari media cetak lokal dan nasional
dan media lektronik TV, radio maupun media online/ internet. Sehingga dapat
dipandang sebagai keterangan sesuai pasal 185 ayat (5) KUHAP.
Dan atas keterangan saksi tersebut diatas, saya Terdakwa kemudian
menunjukkan sebagai keterangan palsu atau telah terjadi rekayasa, dengan
sejumlah alat bukti Surat. Uraiannya : 1. Berita-berita dari print out media
internet, yang membuktikan tidak adanya
WOC dibulan Februari 2007 melainkan acara WOS. 2. Berita persentasi WOS dibulan
April 2007 yang ditolak dan digantikan menjadi WOS. 3. Adanya brosur WOS bulan
februari tahun 2007. 4. Keppres No. 23 tentang pembentukan paniytia Nasional
tahun 2009 yang diterbitkan pada tanggal 15 November tahun 2007.
Bahwa demikian pula penangkapan
yang dilakukan POLDA Sulut didampingi Polres Jakarta pusat tanpa alasan, dan
kemudian baru saya ketahui saat ditahan di Rutan kelas IIA Manado, bahwa alasan
penetapan penahanan dengan pasal manipulasi/ rekayasa 335. Serta alasan
melarikan diri, sebagai suatu siasat rekayasa.
Bahwa atas tudingan dan alasan
yang sangat manipulatif tersebut, sebenarnya penundaan sidang telah saya
lakukan berdasarkan hasil konsultasi dan anjuran izin dari ketua Majelis Hakim
Tinggi Andreas Don Rade, SH,.Mhum, yang juga dibuktikan dengan surat dari LPSK
yang menjelaskan sedang mendampingi anak yang sakit terkait dengan ancaman yang
dilakukan dirumah Gubernur SH. Sarundajng, termasuk saya pun melampirkan surat
keterangan saksit dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Bab 2
Penangkapan Ala Teroris III
Sebagaimana dalam penjelasan
Undang-Undang Repoblik Indonesia No. 8 tahun 1981, Pembangunan hukum dibidang
acara pidana, bertujuan agar masyarakat dapat menghayati hak dan kewajiban
hukumnya.
Sementara dipihak aparat penegak
hukum, agar pelaksanaan hukumnya sesuai fungsi dan wewenang masing-masing
kearah tegak mantapnya hukum, keadilan dan perlindungan yang merupakan
pengayoman terhadap keluhuran harkat serta martabat manusia, ketertiban dan
kepastian hukum demi tegaknya Repoblik Indonesia sebagai negara hukum sesuai
dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sehingga asas yang mengatur
perlindungan keluhuran harkat dan martabat manusia antara lain : penangkapan,
penahanan penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah
tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang dan hanya dalam
hal dan dengan cara yang diatur dengan undang-undang.
Namun penangkapan yang dilakukan
kepada saya Ir. Henry John Ch. Peuru pada hari Selasa, tanggal 25 April 2011
pada jam 04.00 Wita subuh selagi kami sekeluarga sedang tidur, oleh delapan (8)
oknum Polisi 5 oknum berpakaian preman dari Polres Jakarat Pusat yang sempat
saya ketahui namanya bernama Eddy dan Agung didampingi 1 oknum dari Polda Sulut
dan 2 orang dari Polsek Serua.
Penangkapan benar-benar dilakukan
ala Teroris yang 8 oknum Buser Polres Jakarta Pusat yang didampingi Polsek
Ciputat dan dikomandani oknum Kompol Sudjarwoko dari Polda Sulut, yang beberapa
tahun silam pernah terkait pemerasan tersangka Narkoba, bukan kali pertama
ditangkap ala Teroris, namun telah dilakukan untuk yang ketiga kalinya.
Tak jelas standar operasional
prosedur dan kepatutan penangkapan sebagaimana diatur sesuai tata cara hukum
acara pidana yang harus dipatuhi oleh aparat negara sebagaimana yang
diamanahkan Undang-Undang pasal 18 ayat (1) dan (3) KUHAP, dimana kami keluarga
tidak diberikan surat perintah penangkapan.
Padahal, saya telah meminta surat
penangkapan dan alasan penangkapan. Sebab saya ke Jakarta melihat anak sakit, telah
dilakukan secara patut melalui surat pemberitahuan penundaan sidang dan atas
saran dan izin ketua majelis hakim tinggi Andreas Don Rade, SH,. MHum. Namun
surat yang saya minta tak diberikan pihak Polres Jakarta Pusat dan Polda Sulut.
Selanjutnya, saya dipaksa naik
mobil avanza dan dibawa ke Polres Jakarta Pusat dan dibawa diunit IV Reskrim
Polres Jakarta Pusat yang dikomandani Sutrisno. Entah memang Polisi tak
mempunyai standar etiket dan sopan santun dalam melakukan penangkapan,
entahlah.
Atas perbuatan penangkapan secara
sewenang-wenang dan tidak patut tersebut, istri saya kemudian melaporkan ke
Propam Mabes Polri untuk kali yang ke- 19. Hingga buku ini dicetak, belum ada
tanggapan atas tindakan Polisi yang telah berkali-kali melakukan kriminalisasi
kepada saya dan keluarga.
Esoknya, Rabu tanggal 26 April
saya masih tetap ditahan Polres Jakarta Pusat atau telah melewati 1 hari
sepatutnya seseorang ditahan sebagaiaman diatur sesuai undang-undang pasal 19
ayat (1) KUHAP. Kemudian pada tgl 27 April 2011, saya dibawah ke Manado sekitar
jam 5 subuh dan tiba di Manado sekitar jam 12 siang dan dijemput oleh beberapa
perwira yang satunya saya kenal pernah menculiksaya bernama : Rewur.
Selanjutnya dari bandara Sam
Ratulangie, saya dibawa ke Polda Sulut. Sekitar jam I siang, kemudian saya
dibawa ke Kejaksaan Negeri Manado. Disana setelah menandatangani berkas yang
saya sudah malas baca, kemudian dibawah ke Rutan Kelas II A Manado.
Foto : 1. Polsek Serua
2. Polres Jakarta Pusat
Bab 3
Penahanan & Kekerasan
Baru seminggu saya ditahan di
Rutan kelas II A Manado, saya dipukul oleh kepala urusan dapur Henry Tintingon.
Pemukulan yang dilakukan Henry Tintingon dengan alasan saya memakai celana
pendek mengikuti ibadah di Gereja.
Alasan yang tidak jelas tersebut,
tentunya tidak dapat saya terima, karena beberapa tahanan yang lain memakai
celana pendek ikut beribadah ke Gereja, namun tidak diperlakukan seperti yang
dilakukannya kepada saya.
Atas tindakan pemukulan tersebut,
kemudian keesokan harinya, ibu saya melaporkan ke Polda Sulut. Namun laporan
atas tindakan kekerasan tersebut tidak digubris pihak Polda Sulut.
Dari sini saya mulai memahami,
bahwa saya berhadapan dengan jaringan Mafia Hukum Sulut yang telah melakukan konspirasi secara luas
dan bukan tidak mungkin bagian dari design untuk menekan saya dalam Rutan Kelas
II A Manado.
Setelah beberapa waktu kemudian,
kejadian pemukulan terjadi lagi pada beberapa tahanan yang dilakukan oleh Henry
Tintingon, yang juga adalah pengurus Gereja di Rutan Malendeng. Akibatnya,
sempat menimbulkan gejolak yang mengarah kepada tindakan balasan dari tahanan.
Namun kejadian keresahan tindakan
kekerasan yang sangat dominan dilakukan Henry Tintingon kepada para tahanan,
sempat mereda karena cepat dilakukan pencegahan. Namun sebab lain yang membuat
meredahnya suasana tegang, karena adanya penggantian ka. Rutan.
Setelah sebulan kemudian, saya
mulai memperoleh data dan informasi adanya penyimpangan yang terjadi dalam
Rutan. Dimana salah satunya, kekerasan yang dilakukan oleh Henry Tintingon,
adalah upaya menutup-nutupi adanya perlakuan istimewa terhadap seorang tahanan korupsi
yang bukannya menghuni ruang tahanan, namun tinggal diruang Pastori Gereja.
Diduga ruang Gereja telah dibisniskan.
Dan apabila dilakukan sidak oleh
Kanwil ataupun dari pusat, buru-buru dilakukan pemindahan semua barang milik
tahanan ke ruang tahanan. Dan perlakuan istimewa inilah yang menyebabkan sering
terjadi kekerasan dalam Rutan, karena tahanan tidak diperbolehkan berkunjung ke
Gereja pada jam-jam tertentu saat tidak adanya ibadah. Namun anehnya, dijadikan
pertemuan khusus oleh pihak-pihak tertentu, walau bukan pada jam besuk.
Bahkan bukan saja bisnis ruang
Gereja saja, yang terjadi, namun bisnis puluhan ribu bibit rica dan tomat ikut
menghiasi Rutan yang menjadi semakin penuh masalah, konspirasi, kekerasan,
pemerasan dan penipuan.
Bab 4
Sidang Pembacaan Tuntutan
Bahwa 3 hari sebelum sidang
dilangsungkan - sebulan lebih dalam penahanan di Rutan Kelas II Manado, saya
baru disampaikan surat panggilan sidang yang ditandatangani oleh Jaksa Penuntut
Umum Rilke Palar, SH untuk mengikuti sidang pembacaan Tuntutan pada tanggal 6
Juni 2011.
Bahwa dipersidangan setelah
sidang dibuka ketua majelis hakim, jaksa penuntut umum kemudian membacakan
Surat Tuntutannya yang diawali dengan nama dan alamat Terdakwa Ir. Henry John
Ch. Peuru. Dimana terdengar adanya manipulasi bukan hanya pada surat dakwaan,
namun pada surat tuntutan dari alamat sebenarnya di Serua Ciputat, dimanipulir
menjadi alamat tetap Boyong Atas.
Selanjutnya dimulai dengan
penjelasan sesuai fakta-fakta yang terungkap dipersidangan secara
berturut-turut berupa keterangan saksi, petunjuk, surat, barang bukti dan
keterangan terdakwa.
Keterangan saksi, dimulai dengan
mencantumkan keterangan saksi korban SH. Sarundajang yang BAPnya dibacakan.
Kemudian saksi Boy Watuseke yang diterangkan setelah disumpah, selanjutnya saksi
menjawab pertanyaan-pertanyaan majelis hakim sebagai berikut :
Uraian ini sama seperti yang
dijelaskan atas keterangan saksi Herman M. Koessoy dan Oscar Wagiu dan saksi
Xandramaya Lalu yang BAPnya dibacakan. Setelah itu saksi menjawab
pertanyaan-pertanyaan majelis hakim sebagai berikut : Bahwa benar di BAP, bahwa
benar telah terjadi tindakan pencemaran
nama baik, bahwa benar sedang diadakan rapat
dinas mengenai sosialisasi pencanangan pelaksanaan WOC, bahwa benar sedang rapat Henry berteriak, bahwa benar dihadiri
jajaran pemprov dan dinas-dinas beserta dengan para wartawan, bahwa benar saksi tidak tahu apakah terdakwa berselisih
paham, bahwa terakhir terdakwa tidak membenarkan keterangan saksi.
Dan kelima keterangan saksi dari
surat tuntutan jaksa penuntut umum, tidak jauh berbeda sebagai copi paste satu
sama lain. Selanjut alat bukti petunjuk,
dijelaskan antara keterangan saksi Drs. Sinyo H. Sarundajang, Boy Watuseke,
Drs. Oscar Wagiu, Herman M. Koessoy dan Ir. Xandramaya Lalu terdapat
persesuaian yang satu dengan saksi lainnya dan saling berhubungan, sehingga
diperoleh petunjuk telah terjadi suatu peristiwa dan siapa pelakunya. Dan alat
bukti Surat : Berkas perkara No. Pol.: Bp
144/IV/2008/Reskrim dari Poltabes Manado. Sementara barang bukti,
dijelaskan tidak terdapat barang bukti (nihil).
Selanjutnya pada surat tuntutan
terlihat keterangan manipulatif yang menguraikan keterangan Terdakwa dibacakan
BAPnya, dengan penjelasan Terdakwa tidak mau memberikan keterangan secara
langsung didepan majelis hakim, dan langsung terdakwa keluar ruangan sidang
diikuti oleh penasehat hukum terdakwa.
Kemudian penuntut umum pada
halaman menguraikan pembuktian unsur-unsur. Dijelaskan pula, adalah hal yang
memberatkan : Terdakwa tidak bersikap sopan, bertingkah laku yang tidak patut
sehingga mengganggu ketertiban sidang, serta melahirkan kembali rekayasa berupa
keterangan palsu : melarikan diri dari persidangan, dan hal meringankan tidak
ada. Dan selanjutnya memberikan tuntutan antara lain, pada point menjatuhkan
pidana terhadap terdakwa 8 (delapan) bulan penjara.
Sayangnya, uraian ini sangat
manipulatif dan sangat berbeda dengan fakta persidangan yang sesungguhnya.
Dimana alamat tetap saya di Serua Ciputat, diganti menjadi alamat tetap di
rumah mertua desa Boyong Atas. Apakah didesa kecil nun jauh dari kota dengan
jumlah 300 KK, ada atau bisa membuat
usaha penerbitan pers tabloid Jejak dan media elektronik Jejakbulikts.com.
Mencermati surat tuntutan
penuntut umum tersebut, menunjukkan bahwa sidang bersifat pasif, dimana komunkasi
sidang hanya terjadi antara hakim dan para saksi. Sehingga jelas sekali tidak
terjadi kroschek atau pendalaman keterangan saksi oleh penuntut umum, pengacara
maupun terdakwa.
Bahwa sesuai fakta persidangan
dipengadilan, baik penuntut umum, pengacara dan terdakwamengajukan pertanyaan.
Lantas dimana jawaban pertanyaan penuntut umum, pengacara dan terdakwa yang
terurai dalam surat tuntutan ?
Apakah dalam sidang saya terdakwa
dan penasehat hukum diam saja, sehingga hasil cross examination tidak terungkap
dipersidangan ?. Namun manipulasi hukum dan fakta persidangan oleh jaksa Rilke
Palar, SH bukan barang baru, karena ternyata, Rilke diduga kuat bukan hanya
melakukan rekayasa, melainkan sering melakukan pemerasan kepada beberapa
tahanan.
Dimana yang menentukan untuk
menemukan peristiwa dan siapa pelakunya haruslah melalui pemeriksaan
dipersidangan, dengan sejumlah alat bukti yang ditentukan undang-undang pasal
184 ayat 1 KUHAP yaitu : a. Keterangan Saksi, b. Keterangan Ahli, c. Surat, d.
Petunjuk, dan E. Keterangan Terdakwa.
Atau sekurang-kurangnya minimal 2 alat bukti sebagaimana diamanahkan
pasal 183 KUHAP.
Bahwa sebagaimana telah
didakwakan Jaksa Penuntut Umum dengan pasal spektakulernya yang tidak sesuai
BAP dengan telah melakukan manipulasi fakta hukum yaitu pasal 335 KUHP dan 310
KUHP, didalam pemeriksaan dipersidangan, hanya dapat mengajukan 1 alat bukti
yaitu Keterangan Saksi. Itupun tidak utuh atau hanya saksi a charge, tanpa
menghadirkan saksi korban SH. Sarundajang.
Demikian pula, adanya alat bukti
Petunjuk yang tidak memenuhi syarat sebagai alat bukti, sebagaimana diamanahkan
pasal 188 ayat (2) KUHAP yang hanya diperoleh dari Keterangan saksi.
Sementara dengan syarat 2 alat
bukti minimal pun tidak dapat dipenuhi Jaksa Penuntut Umum. Dimana rambu alat
bukti agar bisa ditemukan peristiwa dan siapa pelakunya, atau sebagaimana
dimaksud sesuai pasal 197 ayat (1) huruf d, dengan “fakta dan keadaan disini”
ialah segala apa yang ada dan apa yang ditemukan disidang oleh pihak dalam
proses, antara lain penuntut umum, saksi, ahli, terdakwa, penasehat hukum, dan
saksi korban.
Merujuk pada pasal 197 ayat (1)
huruf d, dimana Jaksa Penuntut Umum hanya menghadirkan saksi a charge settingan
versi penyidik Polisi. Demikian pula tidak menghadirkan saksi ahli, terdakwa
dan saksi korban. Jaksa penuntut umum
yang diduga hanya merupakan rekayasa.
Dimana berdasarkan copian turunan
berkas perkara yang diberikan majelis hakim atas permintaan saya dipersidangan,
BAP penyidik atas semua saksi a charge yaitu pasal 310 dan 315 KUHP, BAP
terdakwa pasal 310 dan 315 KUHP, sementara SH. Sarundajang di BAP dengan pasal
310 KUHP.
Namun sejak memasuki sidang mulai
ditingkat surat dakwaan yang terus diakrobati hingga ke-surat tuntutan, pasal
manipulatif menjadi semakin spektakuler mencuat pasla 335 ayat (1) ke-1 KUHP.
Hinga jelaslah bagi saya bagaimana rekayasa dan manipulasi baik atas peristiwa
maupun siapa pelakunya.
Bab 5
Pencabutan Kuasa LBH Manado
Memasuki agenda sidang pembacaan
Nota Pembelaan pada tanggal 20 Juni ahun 2011, disamping menunggu Nota
Pembelaan yang akan dibuat oleh LBH Manado, saya kemudian mencoba membuat
sendiri pembelaan apa adanya secara perlahan-lahan, dengan menggunakan 2
referensi yaitu KUHP & KUHAP dan buku Hukum Acara Pidana dalam praktik karangan
Darwan Prinst, SH tahun 2002.
Upaya saya membuat Nota Pembelaan
sendiri, karena saya mulai curiga dan tidak percaya lagi atas tindak tanduk
pengacara dari LBH Manado, yang tidak jelas dan maksimal membantu saya, dari
pertimbangan atas beberapa kejadian sebelumnya.
Atas sepak terjang mereka,
kemudian saya awas dan meminta agar Nota Pembelaannya dimasukkan kepada saya 3
hari sebelum sidang dimulai untuk dilakukan koreksi dan pemeriksaan. Hal
tersebut saya lakukan untuk evaluasi akhir dan menilai apakah saya dapat
memperoleh keyakinan, LBH yang katanya kumpulan aktivis yang sukarela membantu
masyarakat kecil benar dan maksimal akan membantu saya, yang pernah
bersama-sama perjuang untuk Reformasi di tahun 1998.
Setelah 3 hari mendekati waktu
pembacaan Nota Pembelaan, pihak LBH Manado kemudian memasukkan draft Nota
Pembelaannya. Dan dari hasil pemeriksaan saya, didapati fakta persidangan tidak
sesuai hasil rekaman yang saya berikan kepada LBH Manado. Bahkan cenderung
ke-versi penuntut umum yang tidak sesuai fakta persidangan.
Cacatan saya dalam pertimbangan
pencabutan kuasa kepada LBH Manado, antara lain : 1. Saat eksepsi, tidak
melakukan protes atas pasal manipulatif yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum
mengenai paasal 335 KUHP yang tidak sesuai BAP. 2. Pada pemeriksaan dipersidang
selalu berlaku pasif dan sesekali mengajukan pertanyaan ringan yang tidak
prinsip, 3. Tidak mengajukan pertanyaan terhadap hal-hal yang tidak sesuai
menurut undang-undang, 4. Tidak memberi tahu atau konfirmasi adanya agenda sidang
penetapan penahanan, 5. Mengikuti sidang penetapan penahanan tanpa
berkoordinasi dengan saya padahal saya sudah memberitahukan alasan penundaan
yang telah diiyakan oleh LBH Manado, 6. Pada BAP yang mereka buat setelah saya
koreksi, tidak memasukkan bukti-bukti berita dan surat lainnya yang telah saya
berikan, 7. Fakta persidang tidak sesuai dengan hasil rekaman yang saya berikan
berdasarkan permintaan LBH setiap selesai sidang, sebagaimana permintaan
mereka.
Atas dasar dan alasan tersebut
diatas, agar tidak masuk dalam settingan jebakan mafia peradilan berikutnya,
maka saya tidak melibatkan LBH Manado dan mencabut kuasa yang telah saya
berikan kepada LBH Manado. Biarlah saya berjuang sendiri.
Bahwa memasuki sidang pembacaan
Nota Pembelaan, maka persiapan penyusunan pembelaan Nota Pembelaan telah saya
susun sedemikian rupa apa adanya walau agak tergesa-gesa, namun itulah yang
menjadi harapan saya dengan mengandalkan belajar otodidak secara kilat.
Ketika memasuki sidang yang telah
ditetapkan dan sesuai surat panggilan kepada saya untuk persidangan pada
tanggal 20 Juni tahun 2011, pagi harinya, saya memberikan surat pencabutan
kuasa kepada LBH Manado. Mereka sibuk menanyakan mengapa sikap saya tiba-tiba
berubah, namun saya tidak mau menjelaskan dan tetap memutuskan akan membela
sendiri.
Sampai sore menjelang malam
menunggu hingga kami akan kembali dan telah naik kemobil, sidang tak juga
dilaksanakan. Entah mereka bingung tiba-tiba saya berubah sikap. Namun, ketika
kami akan kembali ke-Rutan kelas II A Manado, saya dipanggil untuk mengikuti
sidang.
Sidang dipimpin dan dibuka Hakim
Tunggal Hakim Anggota Efran Basuning, SH,.LLM didampingi panitera pengganti
Yoppy Singal, SMh. Walau jelas telah menyalahi undang-undang pasal 153 ayat
(2)a KUHAP.
Dalam sidang tersebut, dijelaskan
sidang tidak bisa berlangsung karena ada tamu dari Mahkamah Agung RI. Dan
selanjutnya, dimintakan agar saya mempertimbangkan kembali keberadaan pengacara
dari LBH Manado. Namun atas permintaan tersebut, saya menolak dan menegaskan
akan melakukan pembelaan sendiri. Setelah itu sidang ditutup.
Bab 6
Pemaksaan Sidang Pembelaan
Memasuki hari kedua dari sidang
pada tanggal 20 Juni 2011 yang dipimpin hakim tunggal hakim anggota Efran
Basuning, SH, LLM, atau tepatnya pada tanggal 22 Juni 2011, saya diberikan
surat panggilan untuk mengikuti sidang pada tanggal 23 Juni 20011, atau sehari
menjelang sidang tidak sesuai ketentuan pasal dimana dijelaskan agar
menyampaikan surat pemberitahuan 3 hari sebelum sidang.
Pada agenda sidang pembelaan
terdakwa, saya menolak hadir karena surat panggilan diberikan sehari
pelaksanaan sidang akan dilangsungkan, karena jelas telah melanggar sebagaimana
diatur pada pasal 146 KUHAP.
Disamping saya ingin membuktikan
bahwa rekayasa surat panggilan selama ini terjadi merupakan rekayasa jaksa
penuntut umum, saya juga menjelaskan belum menyediakan Nota Pembelaan
disebabkan tidak ada pemberitahuan sesuai ketentuan KUHAP, sehingga belum
dibawa oleh Ibu mertua yang membawa Nota Pembelaan.
Namun keterangan saya, atas
pelanggaran hukum dan tidak adanya Nota Pembelaan, tidak digubris, malah mereka
tetap bersikeras membawa saya untuk sidang pembelaan. Nampaknya design mereka
akan berhasil. Mereka senang karena saya tidak mempunyai Nota Pembelaan.
Alasan saya juga menolak,
disamping tidak sesuai ketentuan, juga karena surat pembelaan saya berada
ditangan ibu mertua saya yang berada didesa Boyong Atas berjarak hampir 100 km
dari Kota Manado, yang tidak saya sampaikan akan ada sidang, karena sampai
melewati batas 3 hari penyampaian surat panggilan untuk sidang dihari H, tidak
adanya pemberitahuan dari jaksa penuntut umum akan rencana adanya sidang.
Sehingga memasuki sidang tanggal
23 Juni 2011, saya menolak untuk menghadiri sidang. Disamping tidak sesuai
ketentuan pemanggilan secara sah, saya juga memberi tahu bahwa Nota Pembelaan
masih berada pada ibu dan tidak mengetahui adanya sidang. Maklum ibu saya
berada sekitar hampir 100 Km dari Kota Manado.
Namun penjelasan saya tidak
digubris dan tetap memaksa saya agar mengikuti sidang. Saya pun bersikukuh
menolak mengikuti sidang karena tidak sesuai dengan tata cara sidang yang telah
diatur undang-undang. Namun saya dipaksa, walau tidak mandi dengan memakai
celana pendek dan pakaian kaus serta rambut yang tidak tersisir dan
acak-acakan.
Mungkin mereka berbuat demikian
dengan harapan memperoleh kesempatan design rekayasa lebih leluasa, karena saya
tidak mempunyai Nota Pembelaan, sehingga dapat membuat putusan sesuai dengan
settingan yang telah dipesan aktor intelektualnya.
Nampak tersirat dari wajah mereka
scenario agar saya tak dapat membaca nota pembelaan berhasil. Dari indikasi
siasat dan rekayasa bukti surat panggilan ini, kemudian saya mulai menemukan
keganjilan atas manipulasi dan siasat dengan menggunakan surat panggilan
sebagai rekayasa alasan penetapan penahanan pada sidang beberapa waktu lalu.
Sehingga untuk yang kesekian
kalinya, sidang rekayasa yang penuh intrik dan manipulatif dilakukan lagi.
Dimana saya dipaksa hadir tidak sebagaimana aturan yang telah ditentukan
undang-undang. Saya dipaksa mengikuti sidang dengan celana pendek berkaus
oblong dengan tangan kosong tanpa membawa Nota Pembelaan.
Bab 7
Nota Pembelaan
Dalam kondisi dipaksa mengikuti
sidang yang tidak sesuai aturan dan tanpa Nota Pembelaan, di PN. Manado, saya
tidak bisa berbuat banyak. Untung tak berapa lama kemudian, rasa was-was adanya
rekayasa para Mafia bisa pupus, karena ibu mertua tiba-tiba muncul membawa
surat-surat dan Nota Pembelaan.
Sidang dibawa tekanan dan
ancaman, bisa berlangsung dengan pembacaan Nota Pembelaan yang akhirnya baru
saya tanda tangani didepan majelisa hakim PN. Manado. Selama sekitar satu jam
lebih tersebut berhalaman sekitar 34 halaman.
Pada Nota Pembelaan tersebut,
pertama yang saya soroti adalah penangkapan ala teroris tanpa memberikan surat
penangkapan kepada keluarga, yang berbau konspirasi otoriter dan tidak sesuai
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Demikian alasan penahanan dengan
menggunakan pasal manipulatif penuntut umum, 335 ayat (1) ke-1 KUHP yang tidak
sesuai BAP. Dimana hakim tidak mempertimbangkan berkas perkara pasal 310 KUHP
dan pasal 315 KUHP. Namun lebih kepada pasal manipulasi yang tidak sesuai fakta
hukumnya yang tidak sesuai tata cara perundang-undangan yang berlaku. Sehingga
memberikan petunjuk bahwa proses sidang telah berlangsung melalui suatu
settingan konspiratif.
Bahwa demikian pula alasan tidak
mengikuti sidang, adalah tidak benar atau sebagai suatu pernyataan manipulatif,
yang diduga kuat telah dipengaruhi penyuapan. Sebab saya ke Jakarta telah
dilakukan pemberitahuan penundaan untuk melihat anak yang sedang sakit.
Dan pemberitahuan tersebut telah
diizinkan sesuai konsultasi dengan ketua Majelis hakim Tinggi Andreas Don Rade,
SH,.Mhu, yang memeriksa proses sidang rekayasa yang saya laporkan dipengadilan
Tinggi Manado.
Demikian pula, alasan penundaan
sidang dilampiri secara patut dan jelas dengan surat keterangan sakit dari
dokter psykologis DR. Elena dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Termasuk surat
dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK.
sidangan hal tersebut telah sehingga Padahal penundaan persidanga telah dilakukan
secara patut dan sah dengan memberikan bukti surat sakit dan surat dari LPSK
yang menyatakan soal dibutuhkan kehadiran saya terhadap anak saya yang
berkaitan dengan kasus rekayasa III ini.
Saya juga menjelaskan kasus
rekayasa ini bermula dari rasa kepedulian saya untuk mengungkap kasus
penculikan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc yang kemudian melahirkan rentetatan
rekayasa yang didahului dengan penculikan penyekapan dan pemenjaraan.
Bahkan kemudian melahirkan
tawaran damai berkali-kali. Sehingga mengundang pertayaan ada apa dibalik
penculikan dan pembunuhan sadis Oddie Manus, hingga berbuntut ke pe nyanderaan
anak saya ?. dan berulang-ulang saya
uraikan ada apa denga Sarundajang ?.
Selanjutnya saya menyoroti soal
penyimpangan dan rekayasa, antara lain 1. BAP yang cacat adaministrasi yang
menjadi tidak patut dan tidak sah. 2. Pemeriksaan korban yang tidak patut
setelah pelapor, 3. Surat dakwaan dengan pasal sesat 335 ayat 1 ke-1 KUHP, 4.
Klaim pemanggilan yang tidak benar sebanyak 7 kali, 5. Klaim melarikan diri
sebagai tuduhan yang tidak benar, karena justru telah dilaporkan penundaan
secara sah.
Bahwa demikian pula saya
menyoroti soal prosesi sidang yang berjalan tidak sesuai tata cara yang diatur
menurut undang-undang yang merupakan persidangan sesat, karena didominasi
dengan prosesi sidang pemeriksaan formil berupa pembacaan BAP Korban, SH.
Sarundajang, pembacaan BAP Xandramaya Lalu dan pembacaan BAP Terdakwa. Sebagai
sidang paling aneh yang ada di Indonesia.
Dimana sidang pemeriksaan formil
ala PN. Manado tanpa dihadiri terdakwa selama 4 kali dengan sidang penetapan
penahanan ala PN. Manado dengan menggunakan pasal sesat. Sehinggga tidak
terjadi proses menemukan kebenaran mataril sebagaimana sepaptutnya untuk azas
pemeriksaan secara langsung oleh pengadilan tindak pidana.
Kemudian keterangan saksi &
pemeriksaan tidak lengkap. Dimana sidang berlangsung tidak sesuai azas
pemeriksaan secara langsung, untuk menemukan kebenaran materil, namun lebih
kepada prosesi sidang pemeriksaan formil ala PN. Manado yang tidak diatur tata
caranya sesuai undang-undang,
Korban walau tiga kali tidak
hadir dengan alasan tugas kenegaraan. Anehnya dipaksakan pembacaan BAP, dengan
alasan dilayakkan sesuai pasal 162 KUHAP. Padahal kami telah menolak pembacaan
BPsehingga karena hakim memaksakannya kami walk out. Juga menyinggung ketidak
hadiran tanpa dasar dan alasan bukti yang jelas, berupa surat SPPD, Surat tugas
Mendagri, Surat tugas Menteri pertahanan dan surat tugas dari presiden, serta
bukti pasport dan visa. Dimana kewajiban hakim secara negative (negative
wettelijk) sesuai azas hukum, tidak dilakukan secara aktif oleh hakim. Sehingga dasar pasal 162 KUHAP tidak dapat
digunakan karena tidak adanya bukti yang menunjukkan adanya peran Korban telah
melakukan tugas kenegaraan.
Sementara 3 saksi lainnya
memberikan keteranga yang tidak bersesuaia satau dengan lainnya, anatara lain
Boy menyatakan acara rapat di lt 2 Bappeda sementara Herman di lt 3 Bappeda,
Boy dan menyetakan Henry berteriak tanpa alat bantu, sedagkan Herma menyatakan
bertanya dengan melakukan alat bantu mic. Boy menyatakan diamankan peserta,
sementara Hrerman menyatakan diamankan penagaman Bappeda. Oscar menyatakan
dihadir 100 undangan, Herman menyatakan 50 s/d 60 peserta. Oscar menyatakan
diundang lewat hand phne, sementara Herman menyatakan sebagai panitia dia punya
SK Panitia lokal dan berdasarkan Kepperes. Juga dihadiri wartwan.
Demikian pula selama proses
sidang dipengadilan berlangsung, tidak pernah dilakukan pemeriksaan Terdakwa
dan Korban. Sehingga bertentangan dengan
Audio Alterampartem (proses persidangan harus mendengar kedua belah pihak).
Juga selama proses persidangan
tidak dilakukan pemeriksaan terhadap Terdakwa. Sehingga azas pemeriksaan secara
langsung tidak dilakukan. Artinya sepatutnya, dalam pemeriksaan perkara pidana,
Hakim seberapa boleh harus boleh berhubungan langsung dengan terdakwa, yang
berarti Hakim harus mendengar sendiri terdakwa. Tidak cukup dengan adanya
surat-surat pencacacatan yang memuat keterangan-keterangan terdakwa dimuka
penyidik. Azas ini juga berlaku bagi saksi-saksi dan saksi ahli dan dari siapa
akan diperoleh keterangan-keterangan yang perlu yang memberikan gambaran apa
yang benar-benar terjadi.
lahirnya pasal sesat dalam surat
dakwaan atau telah menjadi kabur karena tidak sesuai BAP penyidik Polisi, yang
berulang-ulang kali saya tegaskan adanya pasal sesat 335 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jadi Yudex Factie telah salah
memeutuskan, karena tidak ada petunjuk alat-alat bukti terkait dengan adanya
rapat dan adanya woc di bulan Februari tahun 2007. Hal 367 Mah Agung
Bagian Empat
Kwalitas Alat Bukti & Rekayasa
Bahwa sebagaimana ditentukan menurut udang-undang, untuk pemeriksaan
dipersidangan, maka asas pembuktian yang harus dipenuhi adalah dengan
mengajukan sejumlah alat bukti yang sah telah ditentukan sesuai pasal 184 ayat
(1) KUHAP : a. Keterangan Saksi, b. Keterangan Ahli, c. Surat, d. Petunjuk, dan
e. Keterangan Terdakwa.
Sementara dipersidangan yang diajukan jaksa penuntut umum, hanyalah
Keterangan saksi yang tidak lengkap atau tidak utuh. Sementara sebagaimana
diuraikan pada surat tuntutannya, telah diajukan tiga ( 3 ) alat bukti:
Keterangan Saksi, Surat dan Petunjuk.
1. Keterangan Saksi
Bahwa sesuai fakta persidangan, selama proses pemeriksaan dipersidangan,
yang diajukan dan diperiksa, hanyalah saksi a charge (saksi memberatkan) : Boy
Watuseke, SH, Drs. Oscar Wagiu dan Melky Koesoy, ST. Sementara “KONON” korban
SH. Sarundajang sebagai saksi tidak pernah diperiksa.
Sesuai fakta persidangan, keterangan saksi berdiri sendiri, demikian pula
keterangan saksi satu dengan saksi lainnya. Uraiannya : 1. Menurut Boy Watuseke
acara tersebut berlangsung di Lt 2 Bappeda. Sementara Melky Koesoy di Lt 3.
Bappeda. 2. Menurut Boy Terdakwa berteriak tanpa alat bantu, lain dengan Melky
yang menyatakan Terdakwa bertanya dengan alat bantu mic. 3. Boy dan Oscar
menyatakan peserta sekitar 100 orang, sementara Melky menyatakan peserta antara
50 sampai 60 orang. Atau tidak memenuhi
pasal 185 ayat (5) dan (6) huruf a.
Demikian pula, keterangan saksi tidak bersesuaian dengan alat bukti
lainnya. Uraiannya : 1. Boy, Oscar dan Melky menyatakan dihadiri berbagai
wartawan, namun tidak ada bukti berita, bahwa pernah ada peristiwa WOC dan
kejadian yang disangkakan. 2. Boy, Oscar dan Melky menyatakan ada acara rapat
WOC, namun tidak dapat ditunjukkan adanya undangan, daftar hadir, notulen
rapat. 3. Boy, Oscar dan Melky menyatakan acara rapat WOC dibulan Februari 2007
dan ada SK dan Keppresnya, namun tidak dapat ditunjukkan SK Panitia lokal tahun
2007 dan Keppres tahun 2007 sebelum atau sekitar bulan Februari 2007, tidak
memenuhi pasal 185 ayat (6) huruf b.
Artinya, keterangan saksi tidak bersesuaian dengan alat bukti Surat yang
sepatutnya dapat ditunjukkan terait benar tidaknya ada peristiwa atau acara WOC
dibulan Februari tahun 2007.
2. Surat
Bahwa surat sebagai alat bukti yang diajukan jaksa, sesuai pasal 187 huruf
a, tidak berkualitas sebagai alat bukti Surat, yaitu : 1. Karena cacat secara
administratif telah mengindikasikan telah terjadi rekayasa. 2. Pengenaan
dakwaan pasal 335 KUHP yang tidak sesuai BAP, mengindikasikan telah terjadi
manipulasi fakta hukum. Uraiannya :
Bahwa berkas perkara yang dilimpahkan ke PN. Manado, Nomor : B-355/ R.1.10/
Ep.1/ 11/ 2010, oleh Kejari Manado yang ditandatangani Panannangan, SH, telah
memberikan pertimbangan pada huruf a. Bahwa penuntut umum berpendapat dari
hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan dengan dakwaan telah melakukan
tindakan pidana dalam dakwaan kesatu pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP atau dakwaan
kedua pasal 310 KUHP.
Dari pertimbangan tersebut diatas, jelas telah terjadi manipulasi fakta
hukum. Soalnya, ketika dilakukan penyidikan pada dua (2) tahun lampau, BAP
terkait dengan sangkaan tindak pidana pasal 310 KUHP dan pasal 315 KUHP.
Selanjutnya ketika memeriksa
copian turunan berkas perkara, saya dapatkan adanya keganjilan atau telah
terjadi manipulasi ditingkat Resume, yang ditandatangani penyidik pembantu
dengan menggunakan cap bulat lonjong yang tidak biasanya dipergunakan. Dimana
sumber saya menyatakan, cap tersebut hanya dipergunakan untuk kebutuhan secara
internal Polisi dan bukan untuk kebutuhan eksternal, sehingga patut diduga
RESUME tersebut RESUME REKAYASA, yang mencantumkan pasal 335 KUHP atau telah
terjadi lain dari BAP atas semua saksi-saksi yang disidik.
Dari RESUME ini, mulai terbaca adanya dugaan rekayasa ditingkat penyidikan.
Penelusuran berkas terus saya pelajari secara detil. Ditemukanlah,
adanya keganjilan berkas perkara, terlihat dari surat-surat yang saya periksa
satu persatu, berlepotan tip eks.
Seperti Laporan Polisi, tertanggal 1 Maret 2008 ditip eks menjadi 1 April
2008. Surat Perintah Penyidikan, No.
Pol. : SP. Sidik/ 388/ I/ 2008/ Reskrim berkode bulan I, anehnya tertanggal 01
April 2008, yang kemudian dalam pemeriksaan dipersidangan, tidak diakui oleh
saksi Boy Watuseke sebagai laporannya.
Demikian pula, BAP, Herman Meiky Koessoy, ST, MSi tertanggal 18 April 2008,
Ir. Xandramaya Lalu, tertanggal 22 bulan April 2008, dan Drs. Oscar Wagiu pada
tanggal 22 bulan April 2008, begitu ganjil dengan LP Polisi : LP/ 541/ III/
2008/ SPK/ Poltabes Manado, tertanggal 01 April yang ditip eks tahun 2008, pun
ganjil terlihat dari kode bulan III.
Bahwa dari turunan berkas copian lebih aneh lagi, Korban SH. Sarundajang,
di BAP pada hari Sabtu tanggal 1 April 2008, kedua (2) jam 14.00 Wita, sesudah pelapor Boy Watuseke, SH di
BAP pertama jam 12.00 Wita.
Bahkan sesuai pengakuan pengawas
Kejati Sulut, Ibu Laura Rombot, SH, Korban baru diperiksa beberapa waktu lalu,
saat saya menjalani pemerikaan di Kejaksaan Tinggi pada tgl 9 November 2010.
Bahwa sesuai RESUME penyidik
Poltabes, dijelaskan tidak dilakukan penangkapan dan tidak dilakukan penahanan.
Bukti sesuai keterangan Mabes Polri, sebagaimana laporan Poltabes Manado,
terkait dengan kasus ini.
Terdakwa ditangkap dan ditahan
dua (2) bulan dalam Rutan Poltabes Manado, Surat Penangguhan Penahanan, No.
Pol. : Sp. Han/ 40.a/ IV/ 2009/ Reskrim), yang ditulis berdasarkan permintaan
tersangka. Padahal tidak ada permintaan tersangka.
3. Petunjuk
Sesuai proses pemeriksaan
dipersidangan yang penuh intrik dan rekayasa, dimana TERDAKWA tidak diperiksa,
termasuk saksi verbalism dan saksi meringankan yang tidak diperiksa, dan oleh
Ketua Majelis Hakim langsung menetapkan agenda sidang pembacaan Tuntutan.
Sehingga berbuntut permintaan penggantian hakim dan pelaporan ke Pengadilan
Tinggi Manado oleh TERDAKWA.
Dari fakta persidangan yang atas
kisruh tersebut diatas yang kemudian dilahirkan lagi rekayasa jebakan dan
melahirkan penetapan penahanan, dengan alasan manipulatif : melarikan diri
sesuai surat tuntutan.
Bahwa alat bukti Petunjuk yang
diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum, adalah tidak dapat dijadikan alat bukti,
karena tidak sesuai amanah dimaksud sesuai pasal 188 ayat (1) dan (2).
Uraiannya :
1. Bahwa tidak ada petunjuk
keterangan saksi yang merasa dirinya telah menjadi korban oleh perbuatan tindak
pidana seseorang, yang diajukan dipersidangan. Dimana sesuai pasal 185 ayat (1)
keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan disidang
pengadilan.
2. Bahwa tidak ada petunjuk adanya laporan polisi yang sesuai keterangan
saksi Boy Watuseke dipersidangan tidak diakuinya. Demikian pula surat BAP yang
cacat administrasi yang diragukan keabsahannya, atau surat BAP pasal 310 KUHP
dan 315 KUHP yang tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan yang dimaksud
sesuai surat dakwaan pasal 335 KUHP dan 310 KUHP oleh Jaksa Penuntut Umum.
3. Bahwa tidak ada petunjuk yang
didapat dari TERDAKWA dipersidangan, karena Jaksa tidak pernah menghadirkan
TERDAKWA untuk didengar dan diperiksa keterangannya dipersidangan. Dimana
sesuai pasal 189 ayat (1) Keterangan Terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan
disidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau
alami sendiri.
Bagian Tiga
Sidang Sanggahan Jaksa
Pada tanggal 23 Juni saya dipaksa
untuk membacakan nota pembelaan saya, seminggu kemudian jaksa penuntut umum
memperoleh giliran membacakan repliknya pada sidang tanggal 30 Juni 2011.
Bahwa dalam replik jaksa pada
pendahuluannya, dia menyoroti adanya rentetan rekayasa dan kriminalisa sebagai
mengada-ada, dan mempertanyakan mengapa tidak melaporkan oknum-oknum yang
menurut terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan tindak pidana yang
antara lain menculik atau BARANGKALI membunuh atau mencemarkan nama baik
terdakwa atau keluarganya.
Demikian pula dalam replik jaksa
yang menyatakan telah melakukan kriminalisasi dan menuding saya sebagai telah
melakukan atau menyebarkan fitnah kepada Gubernur SH. Sarundajang.
Sementara pada analisa faktanya,
jaksa menyatakan, bahwa sebagaimana analisa fakta hukum menyatakan membuat
versi berbeda dengan fakta persidangan, sehingga jaksa menolak uraian analisa
fakta dari terdakwa.
Bahwa demikian pula pada analisa
yuridisnya, yang atas unsur : 1. Barang siapa, 2. Dengan Sengaja, 3. Menyerang
Kehormatan atau Nama Baik Seseorang, 4. Menunduh melakukan suatu perbuatan
tertentu, 5. Dengan maksud yang terang supaya hal itu diketahui umum, atas
semua unsur tersebut diatas, jaksa selalu menyatakan berdasarkan fakta-fakta
yang terungkap dipersidangan baik keterangan saksi, petunjuk serta keterang
terdakwa sendiri yang telah dibacakan
didepan persidangan.
Bahwa hanya dengan mengandalkan
membaca BAP saksi korban SH. Sarundajang, membaca BAP saksi Xandramaya Lalu dan
membaca keterangan Terdakwa, nyata jelas jaksa hanya mengandalkan sidang yang
sangat fenomenal dan kontrofersial di Sulut khususnya dan Indonesia umumnya,
berupa prosesi sidang pemeriksaan formil pembacaan dari BAP satu ke BAP
lainnya. Atau jelas bertentangan dengan amanah pasal 1 butir 9 KUHAP,
MENGADILI, adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima memeriksa dan
memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur dan tidak memihak di
SIDANG PENGADILAN dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini.
Bahwa sesuai pasal 1 butir 15
KUHAP, terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili disidang pengadilan, sehingga jelaslah bahwa
keterangan Terdakwa yang dibacakan BAPnya, bukanlah alat bukti yang sah menurut
undang-undang, sebagaimana dimaksud oleh jaksa penuntut umum yang tidak pernah diperiksa dipersidangan.
Bahwa sesuai pasal 185 ayat (1)
KUHAP, keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan
disidang pengadilan. Sehingga jelas saksi korban SH. Sarundajang dan saksi
Xandramaya Lalu, yang tidak memberikan keterangan disidang pengadilan yang
keteranganya dibacakan bukanlah
merupakan alat bukti sebagaimana dimaksud menurut undang-undang.
Bab 1
Nota Pembelaan Tambahan
Kemudian atas tanggapan jaksa
penuntut umu saya mengajukan Duplik atau Nota Pembelaan tambahan, atas tudingan
fakta sidang yang tidak sesuai fakta sidang versi jakasa penuntut umum, saya
menyatakan memback up dengan data rekaman suara dan gambar yang terjamin
kualitas dan validitasnya.
Bahwa kemudian saya juga mengcam
atas penetapan penahanan dengan pasal manipulatif dari jaksa penuntuit umum
tanpa memperhatikan berkas perkara yang tidak pernah terungkap adanya pasal 335
KUHP.
Bahwa sebagaimana penjelasan
jakasa tentang tidak melapor atas kriminalisasi dan kata BARANGKALI, saya
uraikan atas peristiwa kasusu rekayasa III ini saja tertahan 1 tahun 8 bulan di
Kejari, yang sepatutnya bertanyalah kepada diri sendiri mengapa demikian.
Semnetara kata BARAGKALI, saya menduga dannya keraguan atau patuit diudga
terlibat skenari rekayasa atau bagian dari suap. Dimana jelas melanggar kode
etik peraturan Jeksa Agung RI No. : Per-06/A/JA/07/2007 tentang kode etik
perilaku jaksa pasal 4 Bab IV b, tidak boleh merekayasa fakta-fakta hukum dalam
penanganan perkara dan bertindak diskriminatif dalam bentuk apapun.
Saya juga menguraikan adanya
fakta kebohongan yang dilakukan hakim dan jaksa. Yang mengecam pertimabanag
penangkapan dan penahanan dengan pasal manipulatif 335 KUHP yang tidak sesuai
BAP pasal 310 dan 315 KUHP.
Demikian adanya pernyataan Hakim
ketua Armindo Pardede disidang tentang tidak adanya pembacaan BAP saksi
Xandramaya Lalu, padahal kami walk out karena pembacaan BAP Xandramaya Lalu,
dimana saya tegaskan dalam duplik saya, dengan bukti keterangan Humas PN.
Manado Novry Oroh, SH sesuai berita media Tribun Sulut Rabu (2/2), bahkan
begitu jelas diuraikan pula keterangan pembacaan BAP saksi Xandramaya Lalu,
pada surat tuntutan No. Reg. Perk. : PDM-122/M.Nado/Ep.2/II/2010 dan Replik
Jaksa No. 451/Pid.B/2010/PN.Mdo.
Dimana saya juga mengungkapkan
kekagetan saya atas agenda menyimpang atau telah terjadi by pass sidang
kesidang pembacaan tuntutan, padahal sdaya sebagai terdakwa belum poernah
diperiksa dipersidangan, termasuk tidak memeriksanya saksi verbalism dan saksi
meringankan dari TPF BULIKT’S.
Bahwa kekacauan prosedur sistem
persidangan akhirnya menjadi tidak lwengkap dengan tanpa me.lakukan pemeriksaan
saksi korban, saksi verbalism, saksi meringankan, serta tanpa memeriksa
terdakwa, sebagai persidangan misterius yang patut dipwertanyakan.
Upaya Hukum Banding
Setelah putusan manipulatif oleh
Mafia Peradilan, sesuai syarat hukum yang ditentukan undang-undang pasal 233
KUHAP ayat 1, saya kemudian memasukkan permohonan banding. Ketika itu,
dikeluarkan surat perintah penahanan rumah oleh PT. Manado, namun anehnya
selang sehari dilakukan penarikan surat dan dikeluarkan surat perbaikan/
pembetulan penahanan.
Ketika saya melakukan komplein,
kepada Kasie. Pelayanan Rutan, dijelaskan bahwa hal tersebut atas permintaan
Jaksa Penuntut Umum Rielke Palar, SH Kejari Manado,
“karena surat penahanan yang
dikeluarkan PT. Manado salah tulis kata mereka,” jelas Kasie Pelayanan Rutan
Bapak M. Simbolon disaksikan teman sesama tahanan kepada saya.
Disamping kejanggalan penarikan
surat penahanan tersebut, surat penahanan perbaikan/ pembetulan tersebutpun
bertentangan dengan undang-undang pasal 27 ayat 1 KUHAP bukan oleh Hakim Tinggi
yang mengadili, melainkan oleh Panitera Sintje Sampelan, SH ttd Wakil Ketua
Pengadilan Manado .
Demikian pula pada surat
perpanjangan penahanan dilakukan oleh Panitera PT. Manado Sintje Sampelan, SH,
bukan oleh Ketua Pengadilan Manado sebagaimana diisyaratkan Undang-undang pasal
27 ayat 2 KUHAP lagi-lagi ttd Wakil Ketua PT. Manado.
Surat vonis banding yang
menguatkan putusan PN. Manado-pun, nampak sangat manipulatif yang menerangkan
memori banding yang tidak sesuai dengan memori banding yang saya masukkan.
Bahwa manipulasi seperti yang saya alami, juga pernah dialami 2 teman sesama
tahanan. Yaitu Marlon Sumendap dan Iriantje B. Rumengan.
Demikian pula, memasuki upaya hukum
Kasasi, saya terus dibujuk oleh Ka. Rutan kelas II A. Manado agar saya menerima
putusan. Entah apa pedulinya mau mencampuri hak hukum saya. Sehingga itiket
buruk untuk mempengaruhi hak orang lain ini, memunculkan dugaan adanya
konspirasi pesanan dengan orang tertentu hingga ke Rutan.
Bahkan masa penahanan saya selama
41 hari dengan tanpa surat perintah penahanan, tak jua dikeluarkan oleh Ka.
Rutan Julius Paat, walau saya lakukan permintaan kejelasan status penahanan
berkali-kali kepada Rutan.
Sehingga atas perampasan
kemerdekaan terhadap saya secara sewenang-wenang, saya laporkan ke Polda
Sulut-pun, namun tak ada tindak lanjutnya. Hingga suatu waktu pada rapat antar
kepala-kepala kamar Rutan kelas II A Manado, Ka. Rutan menyatakan, bahwa hasil
koordinasi dengan ketua PN. Manado agar tetap menahan Henry Peuru.
Atas intervensi ketua PN. Manado
tersebut, saya kemudian melaporkan sikap dan cara ketua PN. Manado kepengawasan
PT. Manado. Selanjutnya saya diperiksa lagi oleh majelis hakim tinggi Manado.
Bapak Andreas Don Rade, SH,. Mhum, Susanto SH sebagai anggota dan I Nyoman Adi
Juliasa, SH,.MH.
Bahwa tak gentar dan pantang
mundur walau diciptakan taktik gesekan agar saya dapat ditekan dan dibuat
stress, namun saya tetap sabar dan tabah serta terus berjuang mencari keadilan,
dan melakukan upaya hukum.
Adalah aneh kemudian setelah 41
hari ditahan tanpa selembar surat penetapan penahanan, saya diberikan copian
surat penetapan penahanan atas sangkaan rekayasa pencemaran nama baik dari
Pidana Khusus Mahkamah Agung R.I. Sampai saya dikeluarkan oleh pihak Mahkamah
Agung Pidana Khusus, atas upaya saya dan istri meminta klarifikasi atas surat
penetapan penahanan tersebut.
Namun ternyata, surat pengeluaran
dari pidana khusus ini-pun masih saja mau disiasati agar saya tetap ditahan
oleh pihak Rutan. Plh. Ka.Sie Pelayanan Rutan bahkan menyatakan pak Henry belum bisa keluar,
karena masih terkait dengan kasus yang lain (kasus Rekayasa IV). “Loh, apa
alasan dan hubungannya dengan kasus yang satu (1) hingga bapak harus menahan
saya,” tanya saya. Pada persidangan ini, saya tidak ditahan tegas saya. Kok
bapak mau mempersulit saya.
Pak Ferry lantas meminta untuk
dikonsultasikan dengan Ka. Rutan Julius Paat, namun saya tolak, karena tidak
ada sangkut pautnya dengan otorisasi dengan kompetensi undang-undang. Saya-pun
kembali kekamar, dan menulis surat ke Ka.Kanwil atas waktu penahanan yang telah
lewat waktu, sebagaimana yang telah ditentukan oleh pihak Mahkamah Agung RI,
dan dibawa oleh ibu kekantor Kanwil Hukum dan HAM Sulut.
Upaya menghalang-halangi saya
keluar kian membuat tandatanya besar, ada apa dengan sikap Rutan yang selama
ini sangat misterius kepada saya selama ini ?. Adakah telah berkonspirasi
dengan Mafia Hukum ?. Ibu saya, bukan saja membawa surat tersebut, namun ditungguinya
hingga ada jawaban dari Kakanwil. Hingga akhirnya, pihak Kanwil menelepon
ke-Rutan agar saya dikeluarkan, setelah ditahan secara sewenang-wenang dan
dirampas kemedekaan saya selama 2 hari lagi.
Kasus rekayasa IV ini, pada hari
Rabu, tanggal 28 Maret 2012, untuk kali ke-2 (dua), akhirnya divonis bebas
lewat pembacaan pada sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis Hakim Aris
Boko, SH, setelah kasus Rekayasa II,
diputus bebas murni (vrijsprak) di PN. Manado. Kembali saya menikmati
putusan Hakim yang adil jujur dan berani : Bapak Aris Boko, SH Cs.
Namun, bagaimana Mafia Peradilan
bermain dengan serentetan kasus rekayasa disemua tingkat Peradilan hingga ke
Mahkamah Agung R.I, amat terlebih pada kasus Rekayasa III, semua akan terungkap
pada kisah selanjutnya pada terbitan buku berikutnya yang berjudul : Melawan
Putusan Manipulasi Jilid II.
Bab 2
Kesempatan & Penghianatan
Atas rentetan kasus rekayasa yang
menimpa saya, begitu banyak suka duka yang saya dan keluarga alami, entah
penghianatan baik dari teman maupun keluarga hingga yang memanfaatkan
kesempatan diatas penderitaan saya dan keluarga, terus mengitari perjuangan saya.
Namun saya tak ambil peduli. Sebab saya yakin : Takut akan Tuhan, sebagai
permulaan pengetahuan, menjadi bagian kekuatan iman saya, istri dan anak-anak
saya.
Kalau teman keluarga bersifat
seperti tersebut diatas, itu merupakan bagian dari hak dan pilihan sikap moral
mereka bagaimana bertindak dalam iman dan perbuatannya didalam berkeluarga,
bersahabat, bermasyarakat, dan berkeyakinan.
Semua yang kami rasakan begitu
pedih, menyakitkan, puas dan bahagia. Dua fenomena rasa yang kontradiktif ini,
bagian dari mahfum kami atas apa yang kami rasakan dan siapa yang menjadi
penghianat atau yang memanfaatkan kesempatan untuk meraih keuntungan.
Dulu ketika kami berjuang begitu
gigih dan semangat penuh solidaritas ungkapan itu dikobarkan. Namun ketika
ancaman rekayasa itu datang, banyak teman akhirnya lari dan dan bahkan
berhianat.
Hanya saja yang sangat memiriskan
saya, ada kawan yang memanfaatkan keadaan untuk mencari keuntungan diatas
penderitaan saya. Kami betul-betul jadi barang dagangan untuk kepentingan kelompok
dan pribadinya.
Lebih sial dan tak bermoral, ada
kawan yang sempat saya bantu hingga memperoleh pekerjaan, malah menjadi anjing
mangasu. Bukan hanya berhianat, mencari keuntungan, bahkan lebih jahat lagi
melakukan jebakan dan kekerasan fisik menjadi anjing pelacak dan pemangsa.
Betul-betul jual diri membela yang bayar. Dimana air susu dibalas dengan air
tuba.
Sementara buku yang dengan susah
payah saya buat sebagai media perjuangan maupun yang sempat menjadi andalan
ekonomi keluarga untuk menghidupi istri dan anak-anak saya di Jakarta, yang
dibeli oleh orang dari Manado hingga hampir tak satupun disisakan, ,sampai hati
hanya dibayar separuh. Diutangin.
Padahal usaha penerbitannya,
dikumpulkan sedikit demi sedikit dengan susah payah oleh istri dan anak-anak
saya. Mereka mengharapkan hasil penjualannya, dapat menunjang ekonomi keluarga
baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk biaya pendidikan anak-anak di
Jakarta.
Sampai buku edisi revisi ini diterbitkan, utang
tersebut belum juga dibayar. Sementara menurut
sumber saya, perbuatan tersebut sengaja dilakukan demikian oleh orang yang
sangat berkepentingan, agar bisa mematahkan perjuangan saya dan dapat
menghancurkan ekonomi keluarga saya. Indikasi ini saya perhatikan, atas
pertanyaan Ibu Carla Tambunan yang setia mengunjungi saya, menawarkan
perdamaian, selalu terselip pertanyaan , pak Henry siapa sich yang membiayai
penerbitan bukunya ?.
Dan dari perjuangan yang saya
hadapi dan jalani, semua berikhtiar dan terjebak kepada kepentingan pengabdian
tanpa hati demi jabatan dan uang. Kerakusan hatinya menjadi segala-galanya.
Sayapun akhirnya berjuang sendiri dalam penantian istri dan anak-anak yang
mencintai saya dan saya cintai. Kami berjuang dalam kesederhanaan apa adanya.
Dasar kekuatan kami, dengan
hanyan mengandalkan Tuhan dalam keyakinan kebenaran dan keadilan. Dimana acuan
perjuangan saya adalah hati. Sebab hati yang gembira adalah obat yang manjur,
yang menjadi bunga kekuatan perjuangan dan keutuhan keluarga.
Bab 3
Kebusukan Pasti Terbongkar
Bahkan kian terjawab dari 2 kali
gubernur SH. Sarundajang, yang meminta damai secara langsung melalui
kelompoknya yang pertemuannya berlangsung di lt. 18 Borobudur. Pertemuan
pertama, SH. Sarundajang didampingi 3 orang wartawan dan 2 orang pejabat
ditingkat Prov. Sulut. Sementara pertemuan kedua di lt 18 Borobudur.
Itupun, pertemuan bisa terjadi,
setelah mereka melakukan dengan cara paksa melalui “penyanderaan” anak wanita
saya tertua yang dibawa ke Jakarta, -walau dia sedang kuliah-, setelah
didahului dengan upaya bujuk rayu membawa (“sandera”) ketiga anak saya dibawah
dirumah dinas Gubernur.
Pengakuan Wagub. Sulut
Walau kebohongan demi kebohongan
telah ditutup-tutupi dan bantahan demi bantahan dimediakan, akhirnya yang busuk
pasti akan terbongkar juga. Dimana petunjuk lain yang kami peroleh dari
pengakuan staff dan Wakil Gubernur Sulut Freddy Sualang, bahwa dia diminta
untuk segera melaporkan tuduhan fitnah kepada saya setelah saya diculik dan
disekap di Rutan Poltabes Manado.
“Kami sudah menangkap Henry,”
tandas ajudan Gubernur kepada Freddy Sualang, segera laporkan fitnah,”
tandasnya. “Namun permintaan tersebut, saya tolak,” ujar mantan Wakil Gubernur
Sulut Freddy Sualang kepada tim saya ketika menjambangi dirumah kediamannya dibilangan
Malalayang, tepatnya belakang RSUD. Malalayang, sebelum beliau ditahan
dipenjara Tuminting.
Misteri Oknum Mabes
Skenario untuk membungkam langkah
saya, ditengarai melibatkan oknum Mabes POLRI. Soalnya, upaya penculikan
terhadap saya sudah melibatkan oknum Densus 88 POLDA Sulawesi Tengah. Artinya,
kerja lintas POLDA sangat patut dipertanyakan.
Sehingga kian kuat dugaan
pemanfaatan oknum Mabes yang bisa melakukan pengendalian lintas manajemen
kepolisian, hanya dapat dilakukan oleh oknum tertentu yang sangat kuat baik
kekuasaan maupun financial.
Vonis Bebas Rekayasa IV
Kasus rekayasa IV yang didesign
oleh Mafia Hukum Sulut sebagai telah melakukan percobaan penganiayaan terhadap
Polisi, pada hari Rabu, tanggal 28 Maret 2012, untuk kali ke-2 (dua),
dipersidangan PN. Manado, akhirnya divonis bebas.
Pembacaan pada sidang terbuka
untuk umum yang dilakukan secara maraton sejak saya masih dalam Rumah Tahanan
hingga saya dikeluarkan dari Rutan Kelas II A oleh Ketua Majelis Hakim Aris
Boko, SH, setelah kasus Rekayasa II, diputus bebas di PN. Manado, saya
betul-betul menjadi legah, karena perjuangan panjang saya dengan sabar dan
tekun dapat saya lalui. Dan yang amat penting, ternyata kembali saya menikmati
putusan Hakim yang adil jujur dan berani : Bapak Aris Boko, SH Cs.
Sidang Rekayasa V Di Jakarta
Setelah melalui sidang yang
keempat kalinya yaitu : Rekayasa I ditolak Wagub. Freddy Sualang, Rekayasa II
bebas murni, perdata vonis NO, rekayasa III sidang rekayasa penuh kontroversial
hingga ke Mahkamah Agung RI, rekayasa IV vonis bebas, kini saya harus
menghadapi lagi kasus rekayasa ke-V berhadapan kali kedua dengan Gubernur Sulut
SH. Sarundajang.
Kasus rekayasa yang akan segera
disidangkan di PN. Jakarta Pusat ini, diawali dengan upaya damai yang diembeli
ancaman rekayasa V, berdasarkan laporan polisi : LP No. 1154/ K/ IV/ 2009/ SPK tertanggal 19
April 2009, yang proses penyidikannya telah dilaksanakan pada hari Kamis tgl 9
Desember 2010 pada sekitar jam 11.30 Wib, oleh Kompol Dra. Suzana Dias dan AKP
Armainy, SH. Dimana ketika itu saya dicecar dengan sekitar 20 pertanyaan. .
Namun selang setahun kemudian,
berkas ini dikembalikan oleh pihak Kejati DKI kepada penyidik Polda Metro Jaya,
pada tanggal 8 Juni 2011, dan baru dilakukan pemanggilan pemeriksaan tambahan
pada tgl 8 Juni 2012 oleh Kombes Paimin, SH dan AKP Armainy, SH.
Proses pemeriksaan tambahan yang
berlangsung pada hari Senin tanggal 11 Juni 2012 diruang II sat I Kamneg di
Kantor Direktorat Reserce Kriminal Umum Polda Metro Jaya Jl. Sudirman No. 55
dilakukan oleh AKP Armainy yang hanya mengajukan 1 pertanyaan saja sesuai
permintaan Penuntut Umum, tandas Armainy menjelaskan kepada saya mengawali
pemeriksaan tambahan.
Pertanyaan yang diajukan,
siapakah saksi meringankan yang mengetahui dan akan saudara ajukan. Saya langsung menjawab, Bapak
Adnan Pandu Praja, SH., LLM anggota KPK.
Sebab, “Pak Adnanlah yang memanggil saya pada acara dialog di TV One setelah kami
laporkan semua rekayasa yang dilakukan kepada saya,” jelas saya.
Sehari setelah itu, saya bertemu
dengan pak Adnan di DPR RI, usai rapat dengar pendapat dengan Komisi III.
Sayapun mengutarakan tentang pengembalian berkas BAP dari Kejati DKI untuk
pemeriksaan tambahan di Polda Metro Jaya, sekaligus memanggil anak saya yang
sakit bertemu dengan pak Adnan, yang kebetulan hari itu mengikuti saya.
Atas pemberitahuan dan permintaan
menjadi saksi, pak Adnan menyatakan kesanggupannya, sambil mendekat dan memeluk
bahu anak saya : Prasetyo, -korban kebiadaban Mafia Hukum Sulut.
Dipimpong Penyidik Polda Metro
Jaya
Setelah pemeriksaan tambahan yang
diajukan Polda Metro Jaya, yang “katanya” dimintakan pihak penuntut umum Kejati
DKI, namun hingga berjalan 6 (enam) bulan sejak dilakukan pemeriksaan tambahan,
tak juga terdengar kabar beritanya untuk segera dilimpahkan.
Melihat dan mencermati posisi
kasus yang digantung serta adanya upaya permintaan damai dari orang-orang
tertentu, patut diduga ada upaya menghambat proses peradilan di PN. Jakarta
Pusat.
Maka untuk memperoleh kepastian
hukum atas perbuatan sangkaan palsu tersebut, saya coba menelusuri dimana
hambatan yang sebesarnya. Maka Polda Metro Jaya saya datangi pada tgl 9
Desember 2012. Oleh Ibu Armainy dikatakan saya sudah limpahkan ke Kejati DKI,
“tunggu saja, saya belum ada kabar” tandasnya.
Tak puas, Kejati DKI saya
datangi, dibagian pidana umum khusus yang menangani pencemaran nama baik, tak
ada kasus saya yang terdaftar. Mereka kemudian meminta mengecek kebagian umum.
Namun nama saya, tak juga ditemukan. Akhirnya, mereka meminta agar mengecek
waktu dan siapa jaksa yang menangani kasus saya untuk ditanyakan kebagian
penyidik Polda Metro Jaya.
Sayapun kembali ke Polda Metro
Jaya. Kembali menanyakan kebenaran status dan berkas kasus saya. Ibu Armainy
menjawab, saya tidak pernah mengenal dan berhubungan dengan Jaksa saudara,
nantilah saya periksa dulu berkasnya, karena saya masih menangani perkara lain.
“Lihat saya sedang memeriksa,” tandasnya.
Pada tanggal 10 Desemberpun,
mengalami hal yang sama dipimpong. Namun tak menyerah dan putus asa, pada
tanggal 11 Desember 2012, kembali saya mendatangi Kejati DKI. Bagian Pidum
khusus pencemaran nama baik saya tunggui. Mereka kemudian memeriksa, ternyata
data saya sudah di P21, ujar seorang ibu wanita muda.
Oleh Emil Jaksa yang membawahi
bidang tersebut, kemudian menyatakan bahwa Jaksanya adalah , saya
kemudian mendatangi Jaksa Romi, namun dia tak berada ditempat.
Tapi saya tetap bertahan dan
menungguinya. Samai pak Romi tiba saya, kemudian menanyakan perkembangan kasus
saya. Romi kemudian menerangkan bahwa, saya adalah Jaksa pengganti. Dan setelah
saya memriksa berkas saudara, saya menilai sudah patut di P21. “P21nya saya
nyatakan pada tanggal 3 Oktober 2012,” tegasnya. Dan sampai saat ini seharusnya
sudah dilimpahkan pihak penyidik Polisi. Jadi, “coba segera saja tanyakan ke
Polda,” jelasnya.
Sayapun kembali ke Polda Metro
Jaya dan menanyakan ke ibu Armainy serta menjelaskan bahwa pihak Kejati DKI
telah memberi penilaian P21 pada tanggal 3 Oktober 2012, “tinggal Poldanya saja
yang belum melimpahkan barang bukti dan tersangka,” jelas saya.
Nah, “bu dimana sih hambatannya,”
tanya saya. Ibu kemudian menjelaskan bahwa mekanismenya hingga terlambat karena
harus melalui Kanit dan Kasi kemudian baru disampaikan kemana gitu sudah saya
tidak perduli karena terkesan sengaja digantun. Sampai ibu Armainy menyampaikan
akan segera memamnggil saya untuk pelimpahan P21 tahap dua.
Bahwa dari perjuangan kami yang
ditindas oleh Mafia Hukum yang lalim dengan melakukan politisasi kejahatan
kriminal untuk menutupi segala kebusukan, kami yakin pada waktunya pasti akan
tercium. Keyakinan iman kami inilah yang memampukan kami bisa bertahan.
Bab 4
Misteri Dibalik Pembunuhan Biadab
Tragedi penculikan dan pembunuhan
sadis kejam dan biadab yang menimpa anak pejuang purnawirawan TNI : DR. Ir.
Oddie A. Manus, MSc, hingga kini, masih menyimpan misteri dan pertanyaan luar
biasa. Apalagi prosesi persidangannya telah mengulang peristiwa nista hukum ala
Sengkon dan Karta.
Dimana selama proses sidang
pembunuhan paling sadis dan biadab wakil ketua FKPPI di Sulawesi Utara yang
mengendap lebih dari 5 tahun di Polres
Tomohon ini, baru dinaikkan kepersidangan setelah memperoleh tekanan dari TPF
BULIKT’S. Konon kabar, kasus ini bolak balik Polda Sulut – Polres Tomohon, yang
menurut dr. Widya Manus anak tertua DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc (Alm), telah
terjadi perubahan BAP yang diduga telah diutak-atik atau telah terjadi secara
lain.
Perbedaannya, ketika dia
memeriksa BAP hasil pemeriksaan oleh Kasatserce Polres Tomohon AKP Kahiking
(Alm) dibanding dengan BAP yang ditangani penyidik lainnya setelah Kahiking
dipindahkan. Dan persoalan tersebut sempat dibicarakan dengan Kahiking (Alm),
sehingga walau Kahiking telah dipindahkan, mereka masih berkomunikasi, karena
Kahiking ngotot mengusut kasus tersebut, hingga akhirnya Kahiking harus
meregang nyawa, dengan alasan sakit jantung. Namun pihak keluarga Kahiking
menerangkan tidak ada tanda-tanda penyakit jantung berkaitan dengan kematian
Kahiking.
Bahwa kemudian kasus besar yang
cukup menghebohkan rakyat Sulut ini, telah melahirkan prosesi Peradilan Sesat
yang diduga telah memakan korban seorang dukun asal desa Tara-tara Tomohon yang
tidak bersalah : Martinus Kaparang dijadikan sebagai tumbal, harus meringkuk 6
tahun penjara. Dimana berdasarkan kesaksian yang diyakini kakak dan adik Oddie
Manus, Syane Manus dan Agus Manus, didepan persidangan, menegaskan kepada
majelis Hakim, bukanlah Martinus
pembunuhnya !.
Justru yang membuat kasus ini
makin misterius, kasus pembunuhan paling biadab ini, hampir tidak satupun Media
harian lokal di Manado Sulut, yang memberitakan peristiwa persidangan terdakwa
Martinus Kaparang yang berlangsung di PN. Tondano tersebut. Sehingga diduga,
telah terjadi konspirasi besar dengan Mafia Jurnalis.
Demikian pula keyakinan banyak
kalangan di Sulut, hingga saat ini, kasus ini masih mengundang banyak
pertanyaan dan misteri besar dibalik pembunuhan sadis dan biadab tersebut. Dan
yang kian membuat penasaran banyak kalangan, dari penetapan 5 orang tersangka
oleh penyidik gabungan yang terus berganti-ganti tersebut, baru 1 orang
tersangka yang dinaikkan kepersidangan. Sementara 3 orang lainnya, sampai saat
ini belum juga dinaikkan ke Pengadilan. Sedang seorang lainnya Nyonyo Supit
(Alm) Ketua FKPPI telah meninggal, yang diduga juga meninggal secara tidak
wajar.
Ditengarai, kasus ini, masih
menyimpan banyak pertanyaan yang terus ditutup-tutupi. Apalagi ditengarai telah
menyeret dan melibatkan kepentingan tertentu yang bisa membayar dan menyuap
aparat kita yang kotor hingga dapat menjungkarbalikkan fakta dan mengotori
serta membusukkan sistem kita yang sudah buruk ini. Dimana para profesional
ini, dengan pintarnya terus mewaspadai, mencermati dan mendesign strategi
membungkam dan kalau perlu menghilangkan bukti-bukti atau siapapun yang
mendorong pengungkapan kasus kejahatan terbesar di Sulawesi Utara tersebut.
Sebelumnya, dibalik misteri
pembunuhan paling kejam sadis dan biadab tersebut, pertama telah menimpa Wakil
Gubernur Freddy Sualang yang getol meminta segera diungkap kasus pembunuhan
tersebut, akhirnya berhadapan dengan settingan dan opini yang bergulir ditengah-tengah keluarga DR. Ir. Oddie A.
Manus, MSc, sebagai pembunuh, dan akhirnya berbuntut masuk kedalam penjara.
Dimana Freddy Sualangpun pernah dibenturkan dengan saya, oleh ajudan Gubernur
agar melaporkan saya (Rekayasa I) sebagai telah melakukan fitnah, namun ditolak
Bapak Freddy. Sualang.
Selanjutnya, ketika saya mencoba
menelusuri kasus pembunuhan ini, pun harus mengalami berbagai tindakan kejam
dan biadab serta serentatan design tuduhan rekayasa hingga diculik disekap
sekitar empat ( 4 ) kali ala teroris, yang melibatkan pasukan khusus anti
Teroris Densus 88 asal Sulawesi Tengah.
Tak cukup melakukan kriminalisasi
kejam dan biadab, saya sampai harus mengalami empat ( 4 ) kali masuk keluar
penjara tanpa salah, hanya dengan tuduhan rekayasa dan berbagai tindakan manipulasi
hukum oleh mafia Hukum dan Mafia Peradilan.
Tak cukup membungkam saya dengan
tekanan dan penindasan sadis dan biadab, ketiga anak saya : Risa Christie (19
thn ), Prasetyo Peuru ( 15 Thn ) dan Moris Peuru ( 9 Thn ), pun dibawah
(“sandera”) dirumah dinas Gubernur Sulut SH. Sarundajang. Disana, saya
diburuk-burukan dan diancam agar saya mau berdamai dengan Gubernur SH.
Sarundajang. Dimana tindakan biadab mereka terus berlanjut memaksa anak saya
ikut ke Jakarta bersama para Mafia Hukum ini agar dapat memaksa saya bertemu
dengan Gubernur SH. Sarundajang. Sungguh biadab Mafia Hukum ini melakukan
penindasan terhadap anak-anak saya yang tidak tahu apa-apa, hingga 2 diantara
anak saya harus mengalami penderitaan ketakutan karena ancaman dan menghentikan
sekolahnya. Dimana anak wanita tertua saya Risa berhenti kuliah karena
ketakutan, sementara adiknya Prasetyo, berhenti karena sakit : Tekanan Mental.
Sementara “Misteri” lainnya yang
cukup mengundang pertanyaan yang paling ngotot mengejar upaya membongkar kasus
pembunuhan paling biadab dari keluarga Oddie Manus, ikut menjadi korban
rongrongan dan ancaman bahkan bernasib naas adalah keduanya adiknya laki-laki,
yaitu : 1. Tony Manus, yang dipukul secara kejam, termasuk sekitar 2 kali
dihadang dan diserempet mobil yang ditengarai hanya untuk membungkam kasus
tersebut, 2. Adik laki-laki Agus Manus yang berupaya membongkar kasus tersebut
hingga ke melapor ke BAIS dan BIN serta instansi lainnya di Jakarta bersama Tim
TPF BULIKT’S pun harus mengalami nasib naas meninggal. Ada dugaan meninggal
secara tidak wajar, 3. Anak tertuanya, yang 2 kali diserempet mobil, hingga 1
kali harus masuk kedalam selokan.
Sedangkan dari hasil proses
penetapan tersangka yang sudah melalui rekonstruksi, dari 5 orang yang telah
ditetapkan sebagai tersangka, 1 orang telah meninggal, 1 orang yang diduga
hanya kambing hitam atau bukan pembunuh sebenarnya telah dihukum 6 tahun
penjara, sementara 3 orang tersangka lainnya, sampai saat ini belum dinaikkan
ke Pengadilan. Disinilah keanehan dan misterinya yang masih tersimpan rapat dan
rapi yang diduga melibatkan banyak pihak yang memiliki kekuasaan dan dana.
Misteri lainnya yang cukup
mengundang pertanyaan, adanya saksi-saksi dan orang yang terlibat dalam
penyelidikan pembunuhan DR. Ir. Oddie A. Manus, MSc, akhirnya meninggal secara
misterius yang patut diduga sengaja dihilangkan untuk menghilangkan barang
bukti dan petunjuk. Mereka yang meninggal secara misterius dan mengundang
pertanyaan banyak pihak : 1. Kasatreserce Polres Tomohon yang sebelumnya dihentikan,
meninggal mendadak, 2. Nyonyo Supit, saksi yang diduga sebagai saksi kunci,
diduga meninggal secara misterius, 3. Ir. Xandramaya Lalu, yang berkompetisi
dengan Oddie untuk meraih tampuk Kadis Perikanan dan Kelautan Prov. Sulut,
diduga bergesekan dengan apa yang dialami Oddie Manus.
Foto : Point 1 dan 2. 1 halaman
Catatan :
1. Harus dimasukkan foto bersama
Agus
2. Foto anak Oddie Manus dr.
Widia Manus yang mengunjungi BULIKTS’S
3. Ada revisi tambahan pada
Lampiran 1
Gbr : TPF BULIKTS
Lampiran 2
Gbr : WOS dan WOC
Lampiran 3
Kronologis Rekayasa I & II
1.
Diculik pada tanggal 3 Maret 2008 oleh enam (6) orang yang saya ketahui
kemudian 4 oknum Polisi Poltabes Kota
Manado berpakaian preman, sementara 2 orang lainnya tidak saya kenal diparkiran
Motor Mantos Mall. Sementara yang memimpin penculikan tersebut saya ketahui
kemudian adalah AKBP HR. Wibowo Kasatreskrim Poltabes Kota Manado
2.
Tengah malam tanggal 3 Maret 2008, diinterogasi sebagai saksi penyelundupan
senjata ke Poso, yang konon dilakukan oleh seorang pejabat Pemprov. Sulawesi
Utara, oleh 3 orang dari Sulawesi Tengah, dan seorang dari Polda Sulut. (ada
rencana design rekayasa pertama (I) sebagai telah melakukan fitnah atas usul
ajudan Gubernur kepada Wagub. Sulut).
3.
Tanpa melalui mekanisme penyelidikan dan
penelitian sesuai standar operasional prosedur (SOP) termasuk melalui mekanisme
surat panggilan sesuai prosedur, beralih kepenyidikan laporan pengancaman dan
pemerasan (pasal 368, 369 dan 335 KUHP) oleh penyidik Hadi Purnomo (BAP) pada
tanggal 4 Maret 2008 didesign rekayasa tiba saat tiba akal kedua ( II ) atas
laporan Ir. Recky Toemandoek, MM tertanggal 3 Maret 2008. 4. Empat (4) hari dalam penyekapan dipenjara
Rutan Poltabes Kota Manado tanpa pemberitahuan kepada keluarga, sehingga
membuat istri anak-anak dan mertua galau.
5.
Sembilan belas (19) hari dipenjarakan di Rutan Poltabes Kota Manado tanpa surat
perintah penahanan. Diberikan pada saat penyerahan surat perpanjangan
penahanan.
6.
Bujuk rayu untuk meminta maaf kepada Gubernur oleh Forum Koresponden Nasional.
7.
Upaya Praperadilan digantung pengacara Michel Yakobus, SH,. MH. Permohonan
Praperadilan-pun disiasati menurut versi Polisi, tidak sesuai fakta.
8.
Bujuk rayu permintaan damai dengan Gubernur oleh Forum Koresponden Nasional,
sekitar 5 kali. Mereka mendekati saya, saudara dan mertua, termasuk mendekati
anak saya, hingga iming-iming kompensasi dinominal 650 juta rupiah.
9.
Praperadilan direkayasa atas konspirasi pengacara
Lampiran 4
Kronologis Rekayasa III, IV & V
1. Karena upaya damai terus
ditolak, menjelang pelimpahan berkas perkara dan tersangka ke Kejari Manado
pada tanggal 26 April 2008, didesign rekayasa ketiga (III) laporan pencemar
nama baik Gubernur.
2. Putus bebas murni sebagai
sebuah kontroversi atas putusan Praperadilan, pada tanggal 15 Desember 2008.
3. Menunggu Kasasi, ada upaya
penangkapan dari kelompok profesional pada tanggal 17 Januari 2009.
4. Penangkapan oleh 8 orang Buser
Poltabes Manado plus 1 orang Polisi Polsek Kec. Tenga pada tanggal 4 Februari
2009 melakukan pengepungan rumah di Desa Boyong Atas, tanpa melalui mekanisme
surat panggilan sebagaimana diatur sesuai KUHAP sebagai design Rekayasa keempat
(IV). Menerobos kamar dan menyeret bagai penjahat besar. Penangkapan dengan
alasan melakukan perbuatan tidak
menyenangkan dan pengancaman kepada Polisi (pasal 212 dan 335 KUHP) atas
pelanggaran lalu lintas tidak memakai helm pada tanggal 14 Januari 2009 yang di
blow up. Diduga sebagai alasan untuk menahan dan menghambat upaya Kasasi yang
akan saya kawal ke Jakarta.
5. Di BAP untuk Rekayasa keempat
(IV) pada tanggal 5 Februari 2009 tanpa didampingi pengacara. Karena saya telah
mengetahui merupakan design para Mafia Hukum, saya mengikuti saja apa dan
untuk maksud apa skenario Mafia Hukum
ini diciptakan lagi.
6. Pada tanggal 29 Maret 2009
dikeluarkan dari Rutan Poltabes Kota Manado karena tayangan TV One tentang
kasus helm terheboh di Indonesia yang dieksploitir oleh Poltabes Kota Manado
dibawah kepemimpinan Kapoltabes Lumowa dan Aridan Roeroe.
7. Pada tanggal 17 April 2009, kasus
helm tersebut ditayangkan lagi di TV One dengan saya yang dikriminalisasikan
oleh MAFIA HUKUM Sulut.
8. Dilaporkan pencemaran nama
baik oleh Gubernur pada tanggal 18 April 2009 di Polda Metro dan disangkakan
pasal 310 dan 315 KUHP sebagai Rekayasa kelima (V) atas tayangan TV One dan
pemberitaan tabloid KPK.
9. Pada tanggal 19 April 2009
meminta pertemuan perdamaian oleh Tim SH. Sarundajang di Hotel Borobudur lt 18.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh 3 orang wartawan : Freddy Roeroe dari Kompas,
Lexy Karel TV One, dan Michel Umbas mantan anak buah saya di Tabloid JEJaK,
didampingi 2 orang pejabat : Steven Liow, SSos Ka. Humas Pemprov. Sulut dan
Chrest Talumepa, SH,. MH Ka. Biro Hukum Pemprov. Sulut.
10. Humas juga meminta membeli 1400
Tabloid Jejakbulikts. Sumber kami menyebutkan telah dikucurkan dana sebesar 50
juta untuk kesepakatan tersebut. Namun kami jelaskan, bahwa pembayaran
sepatutnya hanya 7 juta atas pembelian 1400 eks X Rp 5.000,-. Namun baru
dibayar sebesar 5 juta rupiah oleh ipar Steven Liow. Sehingga Tim Sarundajang
masih berutang 2 juta rupiah. Dan soal yang 50 juta kami tidak pernah lihat dan
tahu.
11. Hampir 2 tahun menunggu
kepastian hukum atas kasus rekayasa tiga (III) yang mengendap di Kejari Manado,
pada tgl 22 November 2010, baru dilimpahkan ke PN. Manado.
12. Sedang dalam pemeriksaan
sidang di PN. Manado, dipanggil 2 kali oleh penyidik Polda Metro Jaya, yang
kemudian pada kali ke-2 saya ke Polda Metro Jaya untuk di BAP atas laporan Rekayasa
kelima (V).
13. Menemukan berkas
kriminalisasi oleh Makelar Kasus.
Lampiran 5
Fakta Sidang Rekayasa III
I. Novum Berkas Rekayasa ;
1. Ditemukan adanya Surat
Dakwaan dengan pasal sesat 335 KUHP, sebagai suatu manipulasi fakta hukum ala Cyrus Sinaga pada kasus Gayus Tambunan, yang tidak sesuai BAP dari
copian berkas perkara atau terjadi secara lain atas skenario Jaksa Penuntut
Umum Rielke Palar, SH dan Claudia Lakoy, SH.
2. Dari copian berkas perkara
tersebut, juga ditemukan tanggal yang berubah-ubah, penuh tip eks dan kode
surat yang amburadul dan patut diduga hasil rekayasa.
4. Dari copian berkas perkara
ditemukan adanya RESUME yang menyimpulkan dengan pasal 335 KUHP yang tidak
sesuai BAP Terdakwa dan BAP saksi-saksi lainnya, sehingga jelas telah terjadi manipulasi
fakta hukum.
5. Dari copian berkas
perkara, ditemukan pula pada RESUME adanya goretan tanda tangan berbeda dari
HR. Wibowo dibanding pada surat sebelum lainnya. Sehingga diduga RESUME ditanda
tangani dengan tanda tangan palsu dengan Cap internal Polisi bulat lonjong dan
bukan Cap bulat.
6. Apalagi adanya dugaan saksi
korban SH. Sarundajang baru di BAP tahun 2010.
7. Dari copian berkas
perkara, ditemukan pula saksi korban SH. Sarundajang di BAP ke-2 setelah
pelapor bukan korban di BAP Boy Watuseke yang tidak mengakui laporannya
dipersidangan.
8. Ditemukan pula dalam
berkas perkara, Berita Acara Sumpah Janji. Yang mengindikasikan kuat telah dirancang
Rekayasa Sidang dengan settingan untuk menghindari sidang.
II. Peradilan Sesat ;
1. Pemeriksaan Sidang pertama
tanggal 12 Januari 2011 tidak sesuai tata cara KUHAP yang diatur pada pasal 160
ayat (1) b. Bahwa yang dilakukan pemeriksaan pertama adalah korban sebagai
saksi. Namun yang diperiksa pertama adalah 3 orang saksi a charge : Boy Watuseke,
SH, Oscar Wagiu dan Mely Koessoy.
2. Laporan Polisi tertanggal
1 April 2008, yang tidak diakui oleh saksi pelapor bukan korban Boy Watuseke,
SH dipersidangan tidak dilakukan pemeriksaan konfrontir oleh Ketua Majelis
Hakim terhadap saksi verbalism yang sudah ditetapkan pada sidang pertama.
3. Selama pemeriksaan ketiga
saksi, terdakwa telah meminta bukti apakah benar ada peristiwa WOC dibulan
Februari 2007 sesuai tuduhan dengan bukti surat berupa : daftar hadir, notulen
rapat, undangan, SK panitia lokal, dan Keppres No. 23 tentang pembentukan
panitia Nasional WOC tahun 2007, maupun berita diharian lokal terkait peristiwa
WOC dimaksud. Namun hakim tidak berupaya
menemukan bukti dan menilai benar tidaknya peristiwa WOC sebagaimana
disangkakan.
4.Tidak
ada pemeriksaan dipersidangan saksi Korban SH. Sarundajang setelah dilakukan
penundaan sidang sebanyak 3 kali. Hingga sidang pada panggilan ketiga (3) tanggal
26 Januari 2011, yang menyebabkan terdakwa walk out karena terjadi pemaksaan
BAP.
5. Tidak ada bukti keberadaan
SH. Sarundajang dengan alasan tugas negara keluar Negeri, baik SPPD, Surat
Tugas Menteri Dalam Negeri, Surat Tugas Menteri Luar Negeri, Surat Tugas
Menteri Pertahanan, Surat Tugas Menteri Pariwisata, termasuk Pasport, Visa dan
Tiket keluar Negeri.
6.
Pada tgl 2 Februari 2011 pemanggilan saksi Xandramaya Lalu keempat kali tetap
mangkir. Namun dipaksakan pembacaan BAPnya, walau telah ditolak oleh Terdakwa,
sehingga Terdakwa melakukan walk out kali kedua (2).
7.
Koran harian KOMENTAR tgl 4 Februari 2011, memberitakan telah diagenda pembacaan
Tuntutan atau telah terjadi by pass oleh Majelis Hakim. Padahal Terdakwa belum
dilakukan pemeriksaan dipersidangan.
8. Tidak dilakukan pemeriksaan
saksi meringankan dari TPF BULIKT’S yang diminta dan telah dipersiapkan
Terdakwa.
9. Melaporkan rekayasa sidang
kepada ketua PN. Manado dan PT. Manado.
10. Diperiksa Majelis Hakim
Tinggi PT. Manado oleh Andreas Don Rade, SH,. Mhum, sebagai ketua Majelis
Hakim, Susanto, SH sebagai anggota dan Guntur J. Lelono, SH, Mhum sebagai
anggota.
Lampiran 6
Agenda Sidang
1. Agenda Pembacaan Dakwaan, senin 29 November 2010
2. Agenda pembacaan Eksespsi Terdakwa dan Pengacara dari LBH Manado, Senin,
6 Desember 2010.
3. Agenda Jawaban JPU Kejari Manado, Senin 12 – 12- 2010.
4. Agenda Putusan Sela, Rabu, 22 Desember 2010. Dilanjutkan.
5. Sidang Ke-5, Agenda
Pemeriksaan saksi Korban, 12 Januari 2011 (tidak hadir, dengan alasan ke
Jepang). Anehnya, langsung dilakukan pemeriksaan 3 orang saksi.
6. Sidang Ke-6, Agenda
Pemeriksaan Korban ke-2, Rabu 19 Januari 2011, mangkir lagi dengan Surat
Keterangan alasan ke Pnom Phen tugas kenegaraan (ternyata tdk pernah ke Pnom
Phen).
7. Sidang ke-7, Agenda
Pemeriksaan Korban panggilan ke-3, Rabu, 26 Januari 2011, Korban mangkir (Surat
Keterangan Pertemuan dengan Menteri PU pada tgl 26 Januari). Fakta, ternyata
tidak ada/ dusta.
- Hakim memerintahkan pembacaan
BAP Korban, atas permintaan surat keterangan KORBAN. Kami menolak dan memilih
Walk Out.
- Kembali dipanggil masuk sidang.
Ditetapkan agenda lanjutan pemeriksaan saksi Ir. Xandramaya Lalu.
8. Sidang ke-8, Agenda
Pemeriksaan Saksi BAP ke-4 Rabu, 2 Februari 2011, Ir. Xandramaya Lalu, mangkir,
tanpa surat dan tdk dibacakan.
- Hakim memerintahkan pembacaan
BAP, kami menolak namun tetap dipaksakan. Kami memilih Walk Out lagi.
Pada persidangan itu juga, saya meminta :
a. Menghadirkan 2 penyidik, terkait dengan LP yang tidak diakui pelapor Boy
Watuseke, SH. Sesuai janji Hakim Ketua (KUHAP Psl 160 point c).
Permintaan saya tidak digubris.
b. Meminta menghadirkan Korban,
dengan alasan telah memberikan keterangan bohong, (pertemuan dengan Menteri PU
Rabu tgl 26 Januari 2011, ternyata tidak
ada).
c. Menolak pembacaan BAP Ir.
Xandramaya saksi BAP dan meminta dihadirkan mengingat sebagai saksi penting,
selaku kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut.
Merasa tidak adil dan ditindas,
kami memilih walk out, atas persidangan yang timpang dan penuh Rekayasa.
1. Sesuai berita Koran harian
KOMENTAR tgl 4 Februari 2011, diagendakan pembacaan Tuntutan. Padahal belum ada
pemeriksaan saksi meringankan, saksi verbalsm (penyidik), termasuk belum ada
pemeriksaan Terdakwa.
2. Merasa tidak pernah diperiksa
sebagai Terdakwa, pada tgl 7 Februari 2011, saya memasukan surat protes/
laporan “Melawan Rekayasa Peradilan Sesat ke PN. Manado, dan ke PT Manado.
3. Pada tgl 10 Februari 2011,
saya memasukan surat permohonan penggantian Ketua Majelis Hakim atas alasan
saratnya Rekayasa Peradilan Sesat di PN. Manado atau patut diduga telah terjadi
intervensi.
4. Belum mendapat jawaban,
kembali saya memasukkan surat yang sama sekaligus memberi laporan ke Pengadilan
Tinggi Manado.
Lampiran 7
Kronologis Berat Sebelah Hakim
Selama proses persidangan
berlangsung, tanda-tanda akan terjadi rekayasa, sudah mulai teridentifikasi
dari tindakan hakim yang menunjukkan sikap berat sebelah, sejak sidang
pemeriksaan pertama saksi berlangsung, yang tidak sepatutnya dilakukan karena
melanggar pasal 158 KUHAP.
Bahwa selama proses persidangan
hakim mengabaikan bukti dan keterangan yang harus didengar terkait dengan
pembuktian fakta hukum yang direkayasa dipersidangan. Bila terjadi tindakan
berani hakim seperti ini, maka dipastikan karena biasanya terdakwa dianggap
tidak tahu hukum. Kemudian juga, telah terjadi kongkalingkong atau konspirasi
yang bermuara kepada penyuapan. Namun orang yang berani melakukan keberanian
seperti ini, karena tahu sekali menghilangkan jejak tindakan kejahatan
penyuapan. Berikut beberapa tindakan menyimpang :
1. Membuat pernyataan memihak, atas tanggapan saya Terdakwa, tidak
benar dari kesaksian saksi Drs. Oscar Wagiu, yang saya sanggah tidak benar,
ditanggapi Hakim, Kok tidak benar, tulis !. katanya kepada Panitera Pengganti
dengan suara lantang.
2. Membuat pernyataan memihak, atas tanggapan saya Terdakwa, tidak
benar dari keterangan saksi Meiky H. Koessoy, ditanggapi Hakim, Loh kok tidak
benar semua ?, ini orang Bappeda loh, tulis katanya dengan tegas kepada
Panitera Pengganti.
Dalam hati
saya hanya bisa berguman, loh kok memang tidak benar, apa harus dibilang benar
?. Aneh hakim ini pikir saya.
Nampak dan
jelas sekali sikap hakim berat sebelah dan tidak independent ! atau patut
diduga telah melanggar KUHAP psl 158.
3.
Membuat pernyataan pembelaan atas komplein saya atas
4. Pengabaian bukti-bukti yang diminta serta
keterangan tentang adanya laporan Polisi
Yang ditolak saksi pelapor bukan korban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar